Pasal 200
(1) Apabila menurut pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat (3) titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan umum dan karenanya perkara pidana itu harus diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, Perwira Penyerah Perkara segera membuat surat keputusan penyerahan perkara yang diserahkan melalui Oditur kepada Penuntut Umum, untuk dijadikan dasar mengajukan perkara tersebut kepada Pengadilan Negeri yang berwenang.
(2) Apabila menurut pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan militer sehingga perkara pidana itu harus diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer, pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat (3) dijadikan dasar bagi Oditur Jenderal untuk mengusulkan kepada Menteri, agar dengan persetujuan Menteri Kehakiman dikeluarkan keputusan Menteri yang menetapkan, bahwa perkara pidana tersebut diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
(3) Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan dasar bagi Perwira Penyerah Perkara dan Jaksa/Jaksa Tinggi untuk menyerahkan perkara tersebut kepada Pengadilan Militer/Pengadilan Militer Tinggi.
Pasal 201
(1) Apabila perkara diajukan kepada Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 200 ayat (1), berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198 ayat (2) dibubuhi catatan oleh Penuntut Umum yang mengajukan perkara, bahwa berita acara tersebut telah diambil alih olehnya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Oditur apabila perkara tersebut akan diajukan kepada Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
Pasal 202
(1) Apabila dalam penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat (1) terdapat perbedaan pendapat antara Penuntut Umum dan Oditur, mereka masing-masing melaporkan perbedaan pendapat itu secara tertulis, dengan disertai berkas perkara yang bersangkutan melalui Jaksa Tinggi kepada Jaksa Agung dan kepada Oditur Jenderal.
(2) Jaksa Agung dan Oditur Jenderal bermusyawarah untuk mengambil keputusan guna mengakhiri perbedaan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara Jaksa Agung dan Oditur Jenderal, pendapat Jaksa Agung yang menentukan.
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164