"Ma'af ya Ik, tadi waktu kamu baru ke sini mereka ada kok di situ jelas. Salah satunya emang masih ngebet ma Restu, mungkin gak suka ada kamu bersama kami", jelas Dina membuat mataku terbelalak.
Restu gantian sekarang memposisikan duduknya serong ke arah Dina, tangan Dina yang pegang lengannya gantian dicengkramnya pake tangan kiri. Ditatapnya Dina dengan tajam dalam mimik serius. Dina mengangkat kedua bahunya dan tampangnya kelihatan menyesal.
Aku menarik tubuhku ke belakang, kutempelkan punggungku di sandaran kursi, lengan bawahku yang menumpang meja kusatukan jari-jarinya, yang kanan menumpang yang kiri dalam posisi horisontal. Mirip kaum Nasrani sa'at berdoa, tapi tak saling mengait satu sama lain. Pandanganku menunduk sebatas permukaan meja yang sebagian tertutupi buku. Restu menoleh ke arahku, lalu diluruskan lagi posisi duduknya menghadapku. Dipegangnya lenganku yang menumpang di meja, tapi buru-buru kutarik dan membuatnya cemas. Aku jelaskan maksudku dengan kode lirikan mata menunjuk ke arah Dina.
Tersenyum Dina, sepertinya paham apa maksudku, bukan seperti yang disangkakan Restu. Sejurus lalu didekatkan mulutnya ke telinga Restu dan berbisik, takbisa kudengar. Restu tampak mereda cemasnya, kernyitan di dahinya menghilang sudah. Berarti pemahaman Dina sesuai yang kumaksud, agar Restu tak seenaknya pegang tanganku seperti waktu di kostnya karena ada Dina di sampingnya. Memang aku berharap Restu punya rasa malu terhadap kawannya yang berjilbab itu.
"Udah, pokoknya aku mendukung Ik kalau kalian pacaran ", kata Dina kemudian kembali membuatku terbelalak. Sedang Restu senyumnya makin melebar.
"Dina itu baru-baru aja pake jilbabnya Ik, dulu waktu awal masuk kuliah juga sama kayak aku. Kamu belum tau aja kelakuannya...", kata restu dalam senyum tapi agak sewot sambil melirik Dina.
"Eh, nggak baik ya cerita tentang keburukan orang lain !" protes Dina.
Aku tersenyum lebar melihat tingkah mereka berdua, sedang Restu tersenyum mendengar protes sahabatnya.
"Udah Res, resmiin aja pacarannya, daripada kamu dipacarin si Anda, aku gak setuju !" kata Dina lagi, membuat Restu nampak makin sewot.
"Siapa Anda itu Din ?" tanyaku membuat Restu dahinya mengernyit cemas, pandangannya sinis ke arah Dina dan mukanya agak memerah. Tapi Dina kali ini tampak cuek saja, tak ada tampang menyesal kayak tadi.
"Ya...."
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176