Mohon tunggu...
Dessy Try Bawono Aji
Dessy Try Bawono Aji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Pemula

Pepatah bilang : life begin at forty, maka boleh dibilang saya ini sedang menjemput hidup. Dan karena masih lajang, bolehlah sekalian menjemput jodoh. Sebagai seorang lelaki berperawakan sedang dengan kulit sawo matang khas ras nusantara yang sedang gemar menulis, tentulah pantang menyerah untuk belajar dan terus belajar. Sebagaimana nenek moyangku yang seorang pelaut, kan kuarungi pula luasnya samudera. Samudera ilmu, samudera kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Tak Bisa Disalahkan

16 Juni 2019   01:46 Diperbarui: 19 Februari 2020   03:17 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber:https://paragram.id/berita/kata-kata-cinta-segitiga-ini-pasti-pas-buat-kamu-deh-4910)

Restu berganti-ganti memandang antara aku dan Ayat, menyimak peristiwa yang tidak familier baginya.

"Kamu istirahat aja dulu ya Res...!" kataku setengah berbisik kepada Restu. Dia mengangguk setuju.

"Mang, titip mbakyumu diamankan !" perintahku ke Omang.

"Siap mas !"

"Yuk mbak, di situ lebih teduh !" ajak Omang kepada Restu.

Restu menarik lagi jaketku sambil sisi tubuhnya kembali ditempelkan, aku tersenyum lagi melihat tingkahnya yang masih ketakutan. Maklum, Omang ini asli Maluku, rambutnya keriting dipiara hingga kayak brokoli dan kulitnya hitam legam. Tampangnya memang serem kalau baru kenal, tapi kalau sudah akrab ini anak lucunya bukan main.

"Res..., Omang ini junior 2 tingkat di bawah kita. Kalau macem-macem pukulin aja pakai kayu, nih !" kataku sambil meraih tongkat kayu sepanjang tinggi badanku dan menyerahkannya ke Restu. Maksudku berusaha menenangkannya dengan canda.

Restu, Omang dan Ayat tertawa melihatku. Akhirnya bersedialah Restu mengikuti ajakan Omang menuju lokasi tepi ngarai yang ternaungi pohon rindang. Sudah ada dua lembar matras yang tergelar di atas rerumputan, samping tenda dump milik Omang yang sementara didirikan di situ. Aku menghela nafas lega, lanjut mempersiapkan diri bersama Ayat menyambut peserta diksar yang sudah mulai berdatangan satu persatu.

Ayat segera ambil tindakan, dibariskan mereka dalam deret memanjang. Beberapa anak yang kecapekan mbalelo (tidak menuruti perintah) dan masih duduk-duduk di jalan turunan bukit dengan nafas terengah-engah. Irin yang mengikuti mereka dari belakang segera menghampirinya dan menendang pelan.

"Ayo ! Ayo ! Jangan manja dek !" bentaknya. "Udah mau maghrib nih, cepetan !"

Tiga peserta itu segera bangkit sambil meringis sambil mengatur nafas, lalu menyusul bergabung dalam barisan kawan-kawannya. Kutoleh kembali arah Restu beristirahat bersama Omang, tampaknya mereka sudah sedikit akrab. Aku kembali menghela nafas lega, kualihkan lagi pandangan ke arah rute jalan masuk lokasi - mengamati kawan panitia diksar yang masih tersisa di belakang. Ada 5 orang termasuk Irin yang sudah sampai, seharusnya 10 termasuk Novi - tapi belum juga tampak. Lalu kulihat Ayat yang masih menyapa peserta diksar yang berbaris dan memberi arahan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun