Mohon tunggu...
Dessy Try Bawono Aji
Dessy Try Bawono Aji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Pemula

Pepatah bilang : life begin at forty, maka boleh dibilang saya ini sedang menjemput hidup. Dan karena masih lajang, bolehlah sekalian menjemput jodoh. Sebagai seorang lelaki berperawakan sedang dengan kulit sawo matang khas ras nusantara yang sedang gemar menulis, tentulah pantang menyerah untuk belajar dan terus belajar. Sebagaimana nenek moyangku yang seorang pelaut, kan kuarungi pula luasnya samudera. Samudera ilmu, samudera kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Tak Bisa Disalahkan

16 Juni 2019   01:46 Diperbarui: 19 Februari 2020   03:17 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber:https://paragram.id/berita/kata-kata-cinta-segitiga-ini-pasti-pas-buat-kamu-deh-4910)

"Sudah Res..., sudah ! Jangan menangis lagi, kamu jangan salah paham...", kataku buru-buru sambil tetap memegang tangannya yang menggenggam tissue berdarah itu.

"Ekspresi spontanku tadi bukan bermaksud marah, tapi kaget ! Ternyata kuat juga tenaga kamu...", jelasku lagi sambil tersenyum.

"Ma'af...aku...", katanya lirih, buru-buru kupotong.

"Sudaaah...! Sudah ! Nanti kamu malah nangis lagi kalau larut dalam penyesalan !"

"Tenang dulu..., rileks, sandarkan punggungmu di kursi lalu atur nafas pelan-pelan !" kataku lagi, berusaha kembali menenangkan.

Restu nurut, ditempelkannya punggung di sandaran kursi dan mengatur nafas pelan-pelan. Kuambil tissue yang masih digenggamnya dan kuusap sendiri bibirku sambil senyum-senyum. Belum pernah sampai seumuran ini ada laki-laki yang membuat mulutku berdarah, eee...ini malah perempuan ! Gumamku dalam hati.

Kugeser kursi tempatku duduk, kuserongkan ke arah Restu. Kumajukan posisi dudukku hingga lutut kananku bersentuhan dengan lutut kirinya. Kubungkukkan sedikit badan hingga kepalaku harus sedikit mendongak untuk bisa menatap kedua matanya. Kupegang kedua telapak tangannya, kusatukan - kugenggam.

"Aku yang seharusnya minta ma'af. Akulah yang mengawali semua ini dengan pertanyaan. Aku janji tak akan bertanya lagi, simpanlah kisahmu sendiri. Oke ?!" kataku kemudian.

Restu menggeleng, wajahnya masih serius tapi matanya sudah tidak berkaca-kaca lagi. Aku tersenyum sajalah akhirnya, berusaha memancingnya untuk ikut tersenyum, dan berhasil ! Senyum manisnya mengembang menampakkan deretan giginya yang bersih dan rapi.

Sejak itulah kemudian sudut teras kostku sisi selatan ini menjadi semacam restrict area bagi kami berdua. Siapapun kawan kost yang sedang pakai tempat itu, dengan sukarela akan segera menyingkir jika kami berdua datang. Tentu saja dengan konsekuensi, kami harus mengusahakan agar selalu ada camilan di ruang tengah. Ya tidak harus setiap malam, minimal tiga kali dalam seminggu, terutama jika ada siaran live pertandingan sepak bola di TV. Konsekuensi yang tak begitu berat buatku yang sudah mulai kerja part time, ataupun Restu yang hobi memasak.

"Hayo ! Bungkusnya jangan dibuang di bawah !" seru Restu sambil menunjuk tangan Ano yang hendak asal buang bungkus snacknya di lantai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun