Tanpa dinyana pula Restu bicara : "Kamu memang beda, dan baru sekarang aku jumpai". Syukurlah, Restu bisa mengerti, gumamku lega.
"E...aku pamit dulu ya. Bapak kostmu bentar lagi bakal lewat nih", kataku sambil menunjuk arah jam dinding dengan kepalaku. Restu mengerti.
"Iya. Kapan-kapan kalau aku bikin roti lagi kamu masih mau?", tanyanya. Pertanyaan yang lucu buatku, tapi jelas itu pertanyaan cek & ricek atas ceritaku tadi. Dia mungkin masih beranggapan aku bohong, dia masih yakin kalau aku tidak mau memakan rotinya karena kurang enak. Bukti bahwa ia butuh dihargai, sudah bosan untuk hanya sekedar dikagumi.
Aku sengaja tak menjawab, hanya berdiri sambil mengulurkan tangan untuk saling berjabatan. Restu membalas dengan terpaksa dengan ekspresi penasaran berbungkus senyum yang dikulum. Lalu kubalikkan badanku kembali menuju kost yang hanya perlu sekitar 25 langkah saja. Taklupa kubungkukkan sedikit badanku sebagai tanda hormat saat berpapasan dengan Bapak Kostnya yang berdiri agak jauh di arah jam 3.
Dibalasnya salam hormatku dengan senyum lebar, tanda bahwa beliau respek sama pemuda yang sopan. Pengalaman sebagai pengusaha kost khusus cewek selama 5 tahun tentu cukup memberi beliau referensi tentang berbagai kharakter tamu anak-anak kostnya.
Bocoran Rahasia
Baru 35 anak yang bisa kuhitung, berderet dalam 4 baris menyamping. Tiap barisnya diisi 10 anak sehingga mudah untukku mengetahui bahwa masih ada 5 anak lagi yang belum sampai. Sore itu matahari belum terlalu condong ke arah barat, para junior kami kumpulkan di halaman parkir kampus. Kami yang kumaksud adalah aku bersama beberapa kawan seangkatan ditambah beberapa mahasiswa 1 tingkat di bawahku dan beberapa orang senior 1 tingkat di atasku.
Kami tergabung dalam Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru yang bertanggung jawab membina para adik angkatan untuk pengenalan kampus di 1 semester awal mereka. Begitulah tradisinya waktu itu, menyita banyak waktu tapi kami menikmatinya. Dan sekarang hampir selesai tanggung jawab kami, tinggal 2 bulan lagi untuk kemudian mengakhirinya dengan inaugurasi.
"Kemana temanmu yang lima dek?" tanya Abdul, ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), dalam kepanitiaannya berperan jadi koordinator. Rambutnya yang keriting sudah lebih 1 semester tidak dicukur, mengembang bak busa sabun cuci. Sengaja dia piara rambut untuk kegiatan ini, biar terlihat garang katanya.
Lama tak ada yang menjawab pertanyaannya, dimajukan posisinya selangkah lebih dekat dengan barisan. Diulangnya pertanyaan dengan volume lebih tinggi 2 kali.
"Jawab woi!", suara bariton Andi menghentak tiba-tiba dari belakang barisan, mengejutkan sebagian besar junior. Semua kepala ditundukkan segera, beberapa wajah terlihat memucat.
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176