Mohon tunggu...
Dessy Try Bawono Aji
Dessy Try Bawono Aji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Pemula

Pepatah bilang : life begin at forty, maka boleh dibilang saya ini sedang menjemput hidup. Dan karena masih lajang, bolehlah sekalian menjemput jodoh. Sebagai seorang lelaki berperawakan sedang dengan kulit sawo matang khas ras nusantara yang sedang gemar menulis, tentulah pantang menyerah untuk belajar dan terus belajar. Sebagaimana nenek moyangku yang seorang pelaut, kan kuarungi pula luasnya samudera. Samudera ilmu, samudera kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Tak Bisa Disalahkan

16 Juni 2019   01:46 Diperbarui: 19 Februari 2020   03:17 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber:https://paragram.id/berita/kata-kata-cinta-segitiga-ini-pasti-pas-buat-kamu-deh-4910)

Irin segera mengeluarkan portable stove sekalian tabung gasnya dari dalam carrier, lalu dirangkainya hingga mewujud kompor gas mini. Setelah di tes nyala, dia ambil set peralatan masak yang serba didesain praktis dan multifungsi. Restu yang melihatnya jadi tertarik, dilepas gelayutan tangannya untuk membantu Irin memasak air lalu menyentuh semua perlengkapan masak Irin dan mengamatinya dengan takjub, senang dengan ide kreatif si pembuatnya. Hampir semua peralatan itu bisa dilipat dan punya fungsi ganda. Aku sendiri kemudian ngebantuin Omang mengolesi roti basah dengan mentega dan selai.

Minggu pagi ini betul-betul berkesan bagiku, bersama kekasih dan dua adik angkatan di alam terbuka seolah keluarga kecil yang sedang liburan bersama. Cuaca yang cerah, kicauan burung yang merdu bersahutan, semilir angin yang membelai dedaunan, berbaur menyatu dengan canda tawa kami. Sesekali Restu menjerit bergidik karena beberapa serangga liar yang numpang lewat, disusul tawa geli Irin melihat gerak refleksnya. Aku dan Omang yang kaya perbendaharaan cerita humor bergantian menuturkannya, lalu suara tawa kami lepas riuh sedikit menggema, entah terpantulkan oleh apa.

Berkali-kali kulempar pandang ke Restu yang terlihat bahagia, membuatku lega karena tak seperti kemarin-kemarin, saat berada di lokasi alam bebas lainnya. Berarti aku tak salah pilih tempat. Dalam hati kuberharap, semoga tetap seperti itu saat nanti ditinggalkan Irin dan Omang melanjutkan tugas survei medan petualangan dan terus bertahan hingga sore nanti kutumpah-bagikan segala masalah yang sedang kuhadapi.

Kusapa pula pohon kayu putih itu dalam hati :

Quote:

Wahai sang kayu putih,
biarlah keteduhan kanopimu tak hanya lingkupi kami terlindung dari panasnya terik mentari,

tapi teduhi pula hati dan pikiran kami...

Sekali ini saja wahai kayu putih,
tak kan kuminta tuk kedua kali.

Benci Tuk Mencintai

Tak selang berapa lama Restu pun kembali, menuruni tangga penghubung lantai dua kostnya dengan ruang tamu ini. Headphone yang kupinjam tampak sudah dalam genggaman tangan kanannya. Aku sedang membutuhkannya buat ngedengerin rekaman seminar tadi pagi dengan lebih teliti. Pak Muh, dosen pembimbing PKL (Praktek Kerja Lapangan) ku meminta dibuatkan resume tertulis hasil seminar dimana beliau jadi salah satu keynote speaker nya. Ada beberapa bagian suaranya yang kurang bisa terdengar dengan jelas sehingga kuperlukan alat bantu dengar dan aplikasi audio khusus di komputer.

Raut wajah Restu kali ini tampak berubah tak seperti sedia kala, mengundang tanyaku. Setelah kembali duduk di sebelahku dan memberikan headphone miliknya padaku, tak bisa lagi kubendung rasa penasaranku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun