"Iya malah aku yang salut sama kalian, terutama sama kamu dan Novi yang masih bisa bagi waktu buat kerja part time. Kalau boleh tau, emang berapa sih Ik jatah bulanan kamu ?"
"Wah, wah...., mulai nyindir lagi nih ?"
"Eh, enggak...enggak ! Sensitif ya ? Iya deh, ma'af..."
Aku tertawa mendengar ungkapan penyesalan Tisna, geli tapi dibarengi rasa salut. Alangkah baik kawanku satu ini, tajir tapi jiwa solidaritasnya kuat, emansipatif dengan orang di sekitarnya.
"Nggak Nok, biasa aja, becanda doang tadi. Yang jelas, kalau ditambah kebutuhan untuk berpacaran bisa jadi minus Nok..."
"Gitu ya Ik ? Berarti aku mau pacaran, asal sama yang sudah mandiri !"
"Lha itu tadi yang dijodohin ortumu katanya orang tajir, gimana sih Nok ?!"
"Ya sama kayak aku Ik, yang tajir orang tuanya ! Dia nya sendiri aduh...., kekanak-kanakan banget ! Anak mami !"
"O..., gitu ya ? Itu alesan kamu menolaknya ?"
"Tuh pinter kamu..."
"Yeee...! Kumat lagi songongnya..." tukasku dengan sewot lagi.
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176