Mohon tunggu...
Dessy Try Bawono Aji
Dessy Try Bawono Aji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Pemula

Pepatah bilang : life begin at forty, maka boleh dibilang saya ini sedang menjemput hidup. Dan karena masih lajang, bolehlah sekalian menjemput jodoh. Sebagai seorang lelaki berperawakan sedang dengan kulit sawo matang khas ras nusantara yang sedang gemar menulis, tentulah pantang menyerah untuk belajar dan terus belajar. Sebagaimana nenek moyangku yang seorang pelaut, kan kuarungi pula luasnya samudera. Samudera ilmu, samudera kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Tak Bisa Disalahkan

16 Juni 2019   01:46 Diperbarui: 19 Februari 2020   03:17 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber:https://paragram.id/berita/kata-kata-cinta-segitiga-ini-pasti-pas-buat-kamu-deh-4910)

Bapakku hanya seorang pegawai swasta, Ibuku juga, satu instansi. Hanya saja akhir-akhir ini perusahaan tempat mereka bekerja sedang dilanda masalah. Bahkan diperkirakan berada di ambang kebangkrutan. Hampir sepagian tadi Bapak tumben-tumbenan membuka obrolan khusus, berdua kami ngobrol di teras samping rumah begitu serius. Dimintanya aku mengkalkulasi biaya kuliah sampai akhir tahun, juga biaya hidup. Bapak juga memintaku untuk bisa mengerti keadaan, bersabar dan sering-sering berdo'a.

"Ya kalau pengeluaran bakal nambah, cuma ada 2 opsi, berhemat atau cari tambahan penghasilan", kata Kuncoro sok menasehati, hidungnya mengembang. Aku bilang sok karena dia sendiri tak pernah bisa berhemat.

"Yo wis ngerti (ya sudah tahu) aku, raksah mbok kandani (tidak usah kamu beritahu) Kun", jawabku.

"Kalau nambah penghasilan carane piye jal (caranya gimana) coba ?" lanjutku.

"Yo kerjo Ik", jawabnya sambil senyum-senyum dan hidungnya mengembang. Itu ciri khasnya Kuncoro kalau lagi ngomong asal-asalan. Aku tertawa seperti biasa saat melihatnya seperti itu.

"Wis tha ojo guyon (sudahlah jangan bercanda terus), ada ide nggak ?" tukasku kemudian.

"Sebentar, kayaknya kawanmu si Novi itu kerja part time Ik, njagain wartel (warung telepon) Bimatel di Jalan Kerajaan, aku pernah mampir dulu di situ. Coba aja tanyain barangkali ada lowongan di cabang lain, katanya sih lumayan salary-nya".

Jadi pembaca millenial, sebelum handphone itu populer, ada bisnis jasa menyewakan telepon yang disebut wartel. Biasanya modelnya sebuah ruko yang ruangannya disekat-sekat menjadi bilik-bilik kecil. Tiap bilik disediakan satu pesawat telepon yang terhubung memusat di komputer operator yang mencatat durasi waktu dan biaya pemakaian. Operator ini sekaligus berlaku sebagai kasir, begitu selesai telepon pemakai bayarnya ke dia. Lalu dia bakal kasih stroke seperti kalau sekarang kita belanja di mini market, isinya catatan durasi waktu dan biaya pemakaian.


"Mosok sih ?"

"Ah, kuper (kurang pergaulan) kamu !"

Aku garuk-garuk kepala. Novi itu kawanku seangkatan yang saban hari ketemu di kampus. Tapi Kuncoro lebih dulu tau informasi tentangnya, faktual lagi...! Gerutuku dalam hati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun