Mohon tunggu...
Dessy Try Bawono Aji
Dessy Try Bawono Aji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Pemula

Pepatah bilang : life begin at forty, maka boleh dibilang saya ini sedang menjemput hidup. Dan karena masih lajang, bolehlah sekalian menjemput jodoh. Sebagai seorang lelaki berperawakan sedang dengan kulit sawo matang khas ras nusantara yang sedang gemar menulis, tentulah pantang menyerah untuk belajar dan terus belajar. Sebagaimana nenek moyangku yang seorang pelaut, kan kuarungi pula luasnya samudera. Samudera ilmu, samudera kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Tak Bisa Disalahkan

16 Juni 2019   01:46 Diperbarui: 19 Februari 2020   03:17 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber:https://paragram.id/berita/kata-kata-cinta-segitiga-ini-pasti-pas-buat-kamu-deh-4910)

"Seperti biasa bu, di pembatasnya sudah saya kasih tulisan halaman dan berapa kalinya".

"Oke, tunggu ambilnya sesuai nomer antrian ya...", katanya sambil tersenyum. Gaya pakem petugas yang didoktrin sejak training kerja yang akhirnya jadi habit (kebiasaan), sebelas-duabelas sama petugas teller bank atau pelayan swalayan gitu lah.

"Sip !" kujawab dengan mengacungkan jempol, kami mahasiswa akhirnya bikin habit pula untuk menjawab habit para petugas perpustakaan.

"Eh, ada yang ngeliatin kamu terus tuh...", katanya lagi sambil menunjuk arah meja baca bernomor 11.

Aku menoleh ke arah yang ditunjukkannya. Kuamati dengan seksama karena posisi pandangnya lumayan jauh. Ruang perpustakaan ini total luasnya mungkin ada kalau (25 x 30) - an meter persegi, hanya tersekat-sekat oleh rak buku, pembatas ruang baca dan official area. Jarak dari meja librarian dengan meja baca terpisah space kosong yang lumayan lebar, mungkin disengaja untuk lalu lintas pengunjung yang selalu padat setiap harinya. Penasaran karena belum yakin juga, akhirnya total kubalik badan dan melangkah mendekatinya. Yang kudekati melambaikan tangan tapi takberani teriak karena ada tulisan KEEP SILENT gedhe banget di dinding ruang baca.

Taksalah lagi, makin dekat makin tampak seorang gadis berambut ikal terurai. Pakai setelan celana jeans warna biru dan kemeja motif grafis kotak-kotak dalam paduan warna merah dan hitam. Matanya lebar, hidungnya lebih mancung dariku dan senyumnya manis berhias deretan gigi yang bersih dan rapih. Di sebelahnya ada gadis berkerudung merah motif bunga-bunga, berkemeja dan bawahan rok span panjang berbahan jeans. Posturnya lebih kecil dibandingkan Restu.

"Manggil saya bu ?" kataku pelan-pelan sesampai tepat di depan mereka. Kutunjuk dadaku sambil sedikit membungkuk, tatapanku lurus ke arah Restu sambil sesekali kulirik kawan di sebelahnya.

Restu dan kawan berkerudungnya tertawa sebentar lalu menutup mulut masing-masing dengan telapak tangannya sambil melirik kiri-kanan. Tersadar kalau lagi di ruang baca perpustakaan, dilarang gaduh !

Gaduh sedikit saja akan jadi pusat perhatian seruangan ini. Dan di luar ruang sudah ada stanby dua orang petugas security yang taksegan-segan ambil tindakan bagi pengunjung yang tak mau tertib atau pengutil buku yang tertangkap basah. Makanya gedung perpus ini menjadi tempat tersakral dalam habitat kampus raya kami.

Jadilah lantas kami berbincang dengan seperempat volume suara sambil sesekali menoleh kiri - kanan, menjadikan pengunjung lain sebagai indikator kontrol atas volume suara kami. Asal ada yang noleh ke arah kami, berarti sudah terlalu kencang volumenya - meski diturunkan.

"Ini kenalin, sahabatku...", kata Restu sambil memegang lengan kiri kawannya yang berpostur kecil.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun