Mohon tunggu...
Dessy Try Bawono Aji
Dessy Try Bawono Aji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Pemula

Pepatah bilang : life begin at forty, maka boleh dibilang saya ini sedang menjemput hidup. Dan karena masih lajang, bolehlah sekalian menjemput jodoh. Sebagai seorang lelaki berperawakan sedang dengan kulit sawo matang khas ras nusantara yang sedang gemar menulis, tentulah pantang menyerah untuk belajar dan terus belajar. Sebagaimana nenek moyangku yang seorang pelaut, kan kuarungi pula luasnya samudera. Samudera ilmu, samudera kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Tak Bisa Disalahkan

16 Juni 2019   01:46 Diperbarui: 19 Februari 2020   03:17 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber:https://paragram.id/berita/kata-kata-cinta-segitiga-ini-pasti-pas-buat-kamu-deh-4910)

Ke bawah yang dimaksud adalah wilayah bebas perbukitan dari kota ini. Perlu sekitar 30 menit perjalanan naik motor hingga benar-benar bebas dari perbukitan. Wilayah yang kami tinggali sebetulnya adalah kaki gunung yang berbukit-bukit, jadi konturnya naik turun dan jalannya berkelok-kelok.

Bersamaan dengan penjelasan Ano, kawan Restu tiba dengan motor bebeknya yang berwarna hitam penuh aksesoris - dari spion sampai tutup pentil. Restu tampak girang jemputannya datang, tapi berpikir ulang sewaktu hendak duduk membonceng. Sedang kawannya tampak siap kembali memutar gas motornya, tanpa menetralkan posisi porsneleng - tanpa mematikan mesin motor.

Restu tanpa kuduga malah melangkah mendekat ke arahku, kawannya melongo ditinggalkan. Memperhatikan kami berdua yang hanya berjarak lima langkah dari balik kaca helm yang dikenakan. Wajahnya takterlihat jelas karena memakai masker penutup hidung, hanya matanya saja yang tampak.

Aku tertegun sesaat, segera kuatur sikap. Bersiap mendengar perkataan yang akan terucap dari mulut Restu yang bergigi rapi. Bersiap menatap lagi mata lebar Restu dari jarak dekat. Dengan cepat sikapku bisa tertata, sebab hingga detik itu memang terus terang aku masih belum ada rasa. Masih hanya sebatas mengagumi, seperti halnya mengagumi banyak kawan seangkatan di kampusku yang tergolong cantik. Dalam skor penilaianku atas kecantikan fisik perempuan, dari rank 1 - 10, Restu hanya menduduki peringkat 7.

"Aku berangkat kuliah duluan ya?" kata Restu sambil tersenyum, memamerkan deretan giginya yang rapih dan bersih. Berdiri dia takbergeming persis di depanku dengan sikap anggunnya, menunggu jawabanku. Sikapnya kutangkap sebagai bentuk sopan seorang anak yang berpamitan kepada orang tuanya, menunggu mendapatkan ijin untuk pergi. Aku terkesima! Kakiku bergetar.

Pada detik itu pulalah rasa itu menancap bak anak panah melesat dari busurnya - mengenai papan sasaran. Lelakiku tergugah, wibawanya memancar. Dengan senyum tertahan kuanggukkan kepalaku, mataku menatap kuat mata Restu yang lebar.

Restu semakin melebarkan senyumnya, senyum yang kini benar-benar memikat menggetarkan hati. Berbaliklah ia kemudian menghampiri kawannya yang sedari tadi menunggu dan mulai duduk di jok belakang motornya, membonceng. Gas motor ditarik, motornya mulai melaju.

Wajah restu terus diarahkan padaku, masih dengan senyum lebarnya ditambah lambaian tangan kanan. Kubalas lambaiannya, kakiku masih terasa bergetar sedang badanku terasa kaku. Kupandangi terus motor yang melaju itu hingga taktampak lagi dari pandangan mataku. Kemudian kubalikkan pula badanku dan kubawa melangkah menuju rumah kos.

Ano masih berdiri di teras, rupanya sedari tadi ia memperhatikan dari kejauhan. Tertawa dia sewaktu aku mendekat, dipukulnya dadaku dengan kepalan tangannya pelan. "Bisa juga kau Ik!" katanya membanggakanku. Lelakiku makin melambung, seperti ayam jago yang membusungkan dadanya dan berkokok kencang.

"Jadi sudah jadian kau sama Restu? Ah..., makan-makan nih kita! Kapan? Kapan?"

"Belum No' !" kujawab tegas. "Cepat kali kau tarik kesimpulan?" tanyaku lebih lanjut menirukan logat khas Palembangnya. Tawa Ano mereda berganti senyum simpul. Ditatapnya mataku kuat dan dipegangnya pundakku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun