Mohon tunggu...
Dessy Try Bawono Aji
Dessy Try Bawono Aji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Pemula

Pepatah bilang : life begin at forty, maka boleh dibilang saya ini sedang menjemput hidup. Dan karena masih lajang, bolehlah sekalian menjemput jodoh. Sebagai seorang lelaki berperawakan sedang dengan kulit sawo matang khas ras nusantara yang sedang gemar menulis, tentulah pantang menyerah untuk belajar dan terus belajar. Sebagaimana nenek moyangku yang seorang pelaut, kan kuarungi pula luasnya samudera. Samudera ilmu, samudera kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Tak Bisa Disalahkan

16 Juni 2019   01:46 Diperbarui: 19 Februari 2020   03:17 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber:https://paragram.id/berita/kata-kata-cinta-segitiga-ini-pasti-pas-buat-kamu-deh-4910)

Sebetulnya aku memang butuh menceritakan segala permasalahan yang sedang kuhadapi sampai tuntas, makanya sengaja aku ijin kerja hari ini. Bahkan jika memang harus berakhir dengan putusnya ikatan hubungan pacaran, aku telah bersiap diri. Tapi aku tak mau niatku ini tertebak, karenanya kujaga senormal mungkin sikapku agar tak mengundang tanya. Asal kalian tau, perlu waktu hampir sebulan buatku mempersiapkan semua ini, setelah menghabiskan banyak waktu buat ngebaca buku-buku spiritual, psikologi, otobiografi para tokoh besar hingga nanggap cerita orang-orang yang udah berumah tangga yang punya kisah cinta unik di masa lalunya. Sampai akhirnya aku bisa setenang sekarang ini, lumayan serius usahaku sebelumnya.

Kuparkir motor di tepi jalan, keluar dari badan jalan di atas tanah berumput, berdiri disangga standard samping. Setelah kupastikan kokoh berdiri, segera kualihkan pandang ke Restu yang sudah lebih dulu turun dari boncengan. Tersenyum geli aku melihatnya menyandang carrier lengkap dengan matras tergulung di punggungnya. Setelan pakaian yang dikenakannya pun bermaksud menyesuaikan gaya anak Pe-A, atasannya kaos oblong dirangkepin baju lengan panjang yang kancingnya dibiarkan terlepas, sedang bawahannya sayang sekali celana jeans - bukan celana gunung dan alas kakinya sandal jepit rumahan yang warnya ngejreng. Aku tak begitu memperhatikan tadi sewaktu menjemputnya, sebab agak terburu-buru dipicu si Irin udah berkali-kali nelpon, baru sekarang kuamati dengan seksama.

Sampai dengan pengamatanku ke sandalnya itulah takbisa kutahan rasa geliku, merubah senyumku jadi tawa. Restu yang sedari kuamati udah salting (salah tingkah), ikut tertawa tapi berseling sewot. Kakinya dihentak-hentakkan, dilepasnya carrier dari punggungnya lalu dijatuhkan dengan jengkel.

"Eit...tet..tet..tet..! Jangan marah dong...! Kan kamu sendiri yang tadi nawarin diri mbawain tas, aku gak nyuruh lho ya...!" cegahku sia-sia, tas ransel itu sudah tergeletak di atas rerumputan.

"Iya habisnya...! Diketawain sih, aaahh...!" katanya dengan nada ngambek, kayak anak kecil nggak diturutin kemauannya.

Kuhampiri segera dan mengambil carrier itu sambil bergumam : "Kasihan kamu tas...tas, nggak salah tapi jadi korban...". Kulanjut dengan memondong tas itu sambil mengelus-elus, membuat Restu bener-bener ketawa dan hilang jengkelnya lihat becandaanku.

"Di sini aja ya kita ?!" tawarku.

"Iya, terserah...Kan kamu yang pilih tempat kali ini ?!"

"Yee... lagakmu berserah, kalau tak ajak ke semak-semak belakang situ, terserah juga...?"

"Ih, mau ngapain ?! Ogah !"

"Makanya...." kataku takselesai karena buru-buru dipotong Restu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun