"Ya kalau urusan sudah dari tadi selesainya. Kamu urusannya ngembaliin buku udah juga kan tadi ?" tanyaku kali ini tetap berbasa-basi dengan senyuman tapi tatapan mataku kupertegas, kayak bos mafia kalau lagi menggertak di film-film.
"Hehe...", jawab Eri lagi-lagi dengan tawa ringan dan gestur sopan.
Coba, tingkahnya yang begitu sopan itu mana mungkin bisa memancing kemarahanku ? Bahkan andai dia mahasiswa baru sekalipun. Akhirnya langkah tegas kuambil, berpamitan dengan Restu dan memberinya kesempatan bertamu yang tinggal setengah jam. Tapi diam-diam aku salut dengannya, hampir dua jam total waktunya bersabar menunggu jika kuhitung-hitung.
Di kemudian hari, dialah orang yang kumaksudkan di Part 1, suami resminya Restu. Dan pertanyaan Restu soal takdir tadi, belakangan hari baru kusadari kalau mengarahnya ke hubungan mereka berdua, setelah kudapatkan kabar menikahnya dari seorang kawan baik yang bekerja di Semarang.
Restoe Boemi
Baru separuh dari total seluruh barang yang berhasil diturunkan dari kontainer truk, tapi mereka berdua kulihat sudah kelelahan, maka kusarankan agar istirahat sejenak , lalu kuberikan selembar duit 120 ribu ke Mas NCip dan kunci motor. Dia udah paham kalau maksudku minta tolong dibelikan makanan dan minuman buat semua yang masih berada di kompleks pergudangan sini, baik yang memang sedang lembur ataupun yang masih asyik internetan, belum mau pulang.
"Sampeyan (Anda) nitip e opo' o (nitipnya apa) Pak ?" tanya Mas Ncip dengan logat Maduranya setelah terima duit dan kunci motor.
"Kopi wae (aja) aku Mas, bungkuske loro (dua) ya...?!" jawabku.
Seperti biasa, Mas Ncip nggak njawab apa-apa kalau disuruh, semacem "siap" atawa "oke" gitu nggak pernah terucap dari mulutnya. Jawabannya kalau disuruh cuma meringis lebar lanjut balik badan ngerjain perintah, selama perintahnya jelas. Kalau perintahnya kurang jelas, dia minta diterangkan dulu maksud perintahnya sampai paham, baru beraksi.
Seperti ini tadi, karena perintahnya gampang, ya langsung aja balik kanan ambil motor. Ngajak si Tikno, lalu segera melaju keluar kompleks pergudangan menuju jalan raya. Nggak pakai baju mereka berdua bawa motor itu, kaosnya ditinggal tergantung di pintu gudang. Maklum, keringatnya masih deras bercucuran setelah separuh barang dalam kontainer truk dikeluarkannya dengan kompak berdua.
Aku sendiri lanjut melangkah masuk lagi ke dalam kantor yang tak begitu luas, hanya seukuran kamar kost sewaktu masih kuliah dulu. Tapi ruang gudang di samping kantor yang juga jadi wilayah kekuasaanku sebagai HOW (Head of Warehouse) sangatlah luas, 25 x 40 meter persegi. Isinya tumpukan berkarton-karton produk industri dalam berbagai bentuk. Mulai produk konsumsi hingga peralatan rumah tangga yang semuanya berlisensi SNI. Kuatur rapi sesuai SOP (Standard Operating Procedure) perusahaan, terkelompok - berderet dan bersusun. Ragam jenis produknya saja kalau dihitung ada 600 item, masing-masing item jumlah stok berbeda-beda tergantung banyak-sedikit market demand.
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176