Mohon tunggu...
Dessy Try Bawono Aji
Dessy Try Bawono Aji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Pemula

Pepatah bilang : life begin at forty, maka boleh dibilang saya ini sedang menjemput hidup. Dan karena masih lajang, bolehlah sekalian menjemput jodoh. Sebagai seorang lelaki berperawakan sedang dengan kulit sawo matang khas ras nusantara yang sedang gemar menulis, tentulah pantang menyerah untuk belajar dan terus belajar. Sebagaimana nenek moyangku yang seorang pelaut, kan kuarungi pula luasnya samudera. Samudera ilmu, samudera kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Tak Bisa Disalahkan

16 Juni 2019   01:46 Diperbarui: 19 Februari 2020   03:17 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber:https://paragram.id/berita/kata-kata-cinta-segitiga-ini-pasti-pas-buat-kamu-deh-4910)

"Betul kan Ik?!" katanya gantian menatapku, meminta pembenaran bahwa dia paham maksudku. Akupun mengangguk meng-iya-kan.

Eni yang disuruh juga hanya mengangguk - takmenjawab, segera melangkah cepat membawa bungkusan menaiki tangga ke lantai dua. Yuna wajahnya kecut ditinggalkan Eni, rayuannya putus di tengah jalan. Diliriknya Ica tanda kecewa - protes, dibalas Ica dengan tatapan tajam mempertahankan diri. Aku senyum-senyum geli melihatnya, pengin kujengguk kepala Yuna tapi kuurungkan. Dia marah besar kalau kepalanya disentuh, katanya itu sebuah penghinaan bagi orang Padang.

"Kamu ngapain sih Ik bawa-bawa Yuna segala? Mosok laki gak berani sendiri..." sindir Ica lebih kepada Yuna. Sama kayak Restu, Ica juga sensitif sama lelaki perayu.

"Kamu tuh sentimen ya emang dari dulu...?!" kata Yuna kesal.

"Kalau iya terus kenapa ?!" jawab Ica ketus sambil berkacak pinggang.

"Uwis...uwis...( sudah...sudah... )!" kataku melerai. Terpaksa bangkit aku dari duduk lalu mengambil tempat di antara mereka berdua. Kusenggol Yuna agar bergeser biar agak jauh posisinya dari Ica.

Takberapa lama Eni nongol lagi dengan sepiring kue bandung spesial coklat-keju yang uapnya yang masih mengepul. Iklim di wilayah kita tinggal ini tergolong dingin dan lembab, sering berkabut kalau malam. Makanan dan minuman yang hangat saja akan menampakkan kepulan asap di atasnya. Wajah Yuna yang tadi kecut sementara cerah kembali, begitu juga kerutan wajah Ica mulai pudar. Yuna senang melihat Eni, sedang Ica senang melihat kue bandung favoritnya.

"Situ saja dek, taruh deketnya Mbak Ica !" kataku sambil menunjuk space kosong sebelah Ica. Sengaja kudahului sebelum Ica yang memerintah sambil kuinjak telapak kaki Yuna, sebuah kode biar dia nggak berulah lagi.

"Eee..., Mbak Restu nitip nanya mbak : bolehkah ikut bergabung?" tanya Eni sambil meletakkan sepiring kue dekat Ica.

Yang ditanya takmenjawab, hanya kasih kode pakai tangan tanda gak boleh. Lalu kasih kode lagi agar Eni segera kembali ke atas. Eni menurut. Dilempar pandangan Ica kemudian ke arahku. Aku mengerti, artinya sudah ada plan yang sudah diatur Ica. Yuna menghela nafas, urung terjawab penasarannya tentang seperti apa rupa Restu yang membuatku jatuh hati.

"Icipin Ca' kuenya, coba gimana rasanya menurutmu..." responku segera untuk menunjukkan bahwa aku sudah menangkap kode tatapannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun