"Okelah kalau begitu, titip dulu ya makasihnya ke kamu. Lain hari kalau ketemu tak 'siaran langsung' ", kataku.
"Iya iya... Terus kamu nggak makasih ke aku?" katanya dengan mimik sewot.
"Iya makasih. Udah, pamit dulu aku", kataku sambil beranjak dari bangku. Tanpa pikir panjang langsung aku menuju kost di seberang jalan gang.
Kulirik jam di dinding kamar menunjukkan pukul 5 sore, bergegas kusambar handuk menuju kamar mandi. Kutenteng juga roti bikinan Restu untuk kutaruh di ruang tengah, tempat anak-anak ngumpul entah cuma ngobrol, nonton tv, main karambol atau main kartu.
Menyusun Puzzle
Hampir seperempat air bak mandi kuhabiskan sudah, disamping karena memang badan ini sudah gatal-gatal semua, mungkin juga karena terbawa perasaan senang usai ketemu Ica dan mendengar ceritanya tadi. Pikiranku terus mencoba menyusun puzzle wajah Restu yang sempat terekam 3 bulan yang lalu. Yang kuingat hanyalah senyumnya yang manis karena ditunjang gigi yang rapi, matanya yang lebar dimana sempat kita beradu pandang dan hidungnya yang lebih mancung dari hidungku. Tapi bak puzzle dalam kuis tebak wajah, sulit sekali mewujud secara utuh.
"Woi gantian woi...!" suara teriakan di luar kamar mandi membuyarkan pikiranku. Ditambah suara pintu yang digedor-gedor tiba-tiba menambah kagetku saja.
"Iya, iya, sabar bro... tinggal pake handuk", celetukku.
Rupanya kawan kos ini takmau sabar, pintu kamar mandi terus digedor berulang-ulang. Entah karena kebelet atau memang sedang stress berat kebanyakan tugas, sulit dibedakan biasanya. Kalau iseng sih kayaknya nggak, biasanya lebih parah! Langsung saja kulilitkan handuk di tubuh tanpa mengeringkannya terlebih dahulu. Begitu kubuka pintu, si Amin langsung menerobos masuk tanpa ba-bi-bu. Rupanya memang sedang mules perutnya.Takperlu kujelaskan siapa si Amin, yang jelas dia kawan kost baruku. Titik.
Seperti biasa kukenakan celana kolor panjang usai mandi sore, itu tanda kalau aku sudah seharian keluar rumah dan sekarang lagi pengin ndekem di kost an. Kurebahkan badan yang letih karena aktivitas seharian tadi di kasur. Kembali coba dengan tenang kupikirkan wajah kawan sekamarnya Ica yang namanya Restu. Lama sekali tak ketemu juga sampai terlelaplah aku dalam tidur.
"Ik, ik...bangun ik! Tak baik kau tidur jam segini", sayup-sayup kudengar suara Ano membangunkanku sambil mengguncang-guncang tubuhku.
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176