Hari itu, Sarah dan balita lainnya mendapat imunisasi di rumah sakit. Imunisasi itu diberikan kepada anak dan balita untuk mencegah penyakit-penyakit berat. Setelah selesai diimunisasi, Sarah pulang ke barak dengan digendong oleh Thu Pham. Dalam perjalanan pulang, ia melintasi barak Tinh. Ia menuju ke barak itu. Diketuknya pintu. Tak terdengar jawaban dari dalam. Diulangi lagi ketukan itu namun lagi-lagi tak ada respon. Merasa di dalam tidak ada orang, Thu Pham meninggalkan barak itu. "Ke mana kamu Tinh," gumamnya.
***
Di ruang kerjanya Dipo tak konsentrasi. Pikirannya melayang pada Tinh, bukan karena rindu tetapi ia sekarang lagi mengapa, itu yang menjadi kecemasan Dipo. Dipo mengetahui, kekasihnya itu benar-benar terpukul atas kematian orangtuanya. Tinh saat ini merasakan dirinya sebatang kara, tidak mempunyai siapa-siapa, sehingga dirinya bingung pada siapa akan menambatkan jiwa dan hatinya. Meski diyakinkan Dipo akan menjaganya namun pikiran Tinh masih saja terpaku pada orangtuanya. Tinh sering mengigau menyebut nama orangtuanya.
Setelah ijin pada atasannya ada urusan, Dipo langsung mengendarai sepeda motor bebek menuju ke barak yang ditempati Tinh. Sesampai di barak, pintunya diketok. Tak ada jawaban, diulangi lagi ketokan itu. Hasilnya sama, tak ada jawaban. Dipo mencoba mencarinya lewat pintu belakang. Pintu belakang barak itu diketok juga, hasilnya tetap sama, tak ada jawaban.
Ia menanyakan Tinh di mana kepada tetangganya. Jawabannya mereka tidak tahu. Dipo bingung ke mana Tinh berada. Tiba-tiba firasatnya mengatakan ia berada di pemakaman orangtuanya. Ia segera menekan start elektrik sepeda motornya. Setelah mesin hidup, tunggangannya itu langsung diarahkan menuju ke pemakaman. Dipo melalui barak-barak yang ada. Selepas tikungan tajam dan menurun, sampailah ia di pemakaman.
Firasatnya benar, terlihat Tinh sedang bersimpuh di pusaran orangtuanya. Dipo segera berjalan cepat menuju ke tempat Tinh berada. Begitu tiba di belakang gadis itu, dirinya tidak langsung menegurnya. Suara tangis lirih dan meratap memecah kesunyian. Dipo merasa iba dan dirinya tak ingin kekasihnya itu larut dalam kesedihan.
Ia berjongkok di belakang Tinh, pundaknya dipegang lembut dan dengan suara halus ia menyapa, 'Tinh...." Merasa dipegang secara halus dan disebut namanya dengan lembut, Tinh menoleh ke belakang. Melihat Dipo, Tinh langsung memeluknya, "kak.... Tinh rindu pada papa...," ujarnya sambil menangis tersedu-sedu.
"Tinh..." sapa Dipo dengan lembut.
"Kakak kan sudah sering mengatakan, ikhlaslah kepergian papa."
"Papa di sana sudah bahagia karena kamu sudah dititipkan pada kakak."
"Percayalah pada kakak. Kakak akan menyayangimu seperti papa menyayangimu."
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193