Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sarah, Gadis Vietnam dari Pulau Galang

5 Mei 2020   10:58 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:53 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah mereka asyik bercanda, terdengar suara orang melangkah. Dipo menoleh ke arah suara langkah yang menuju ke ruangan itu. Dilihatnya Thu Pham. Thu Pham tersenyum memandang mereka. "Yeee yang lagi kasmaran," ujarnya meledek Dipo dan Tinh. Ledekan itu diucapan juga untuk memberi semangat pada Tinh. Mendengar Thu Pham mengatakan yang demikian, mereka tersenyum.

Thu Pham menyeruak di tengah dua orang itu. "Dokter bilang Tinh boleh pulang," ujarnya. "Asal dijaga oleh Kak Dipo." Thu Pham meledek lagi. Tinh tertawa riang dengan apa yang diucapkan itu.

"Ya sudah kalau begitu kita berkemas-kemas pulang," ujar Thu Pham sambil bergegas membereskan apa yang berserak di tempat tidur dan meja yang berada di samping ranjang tempat Tinh berbaring. Tinh pun mengangguk tanda setuju

"Kebetulan Kak Dipo membawa mobil, jadi kita bisa lebih enak pulangnya."

Dipo juga mengangguk dengan apa yang disampaikan Thu Pham itu kepada Tinh.

***

Di ruang tengah barak, Tinh tengah beristirahat. Ia disarankan oleh dokter untuk tidak melakukan aktivitas yang berat. Di barak itu karena Thu Pham terkadang harus mengurus Nguyen Van Manh, Sarah, Tran, dan Bui, membuat ia tidak setiap saat berada di tempat itu namun di saat waktu makan dan Tinh membutuhkan, ia selalu datang.

Dipo pun demikian, meski berada di lingkungan tempat pengungsian, dirinya harus menunaikan kerja yang dibebankan padanya. Selepas kerja hingga pukul 21.00 malam, ia bertandang ke barak Tinh. Dipo juga bertandang ke tempat itu di saat jam istirahat kantor.

Dalam kesendirian, pikiran Tinh menjadi kosong. Angan-angannya menerawang kepada kedua orangtuanya. Ia ingat mamanya yang dilarung ke laut setelah menghembuskan nafas terakhir dalam perjalanan menuju daratan. Saat itu Tinh yang masih kecil menangis melihat mamanya meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya.

Hilang bayangan mamanya dalam pikirannya, berganti dengan kenangan bersama papanya. Di kamp pengungsian itu, dirinya dibesarkan oleh papanya. Meski dalam kondisi sakit-sakitan, papanya tak kenal menyerah membesarkan dirinya. Papanya ingin Tinh bahagia dan hidupnya tidak seperti dirinya dan para pengungsi lainnya, di mana masa depan mereka tidak jelas.

Saat papanya sakit, Tinh mulai akrab dengan Dipo, seorang pemuda Jawa yang bertugas mengurus administrasi para pengungsi. Pada masa itulah, Dipo mengajari Tinh bagaimana membuat ramuan-ramuan tradisional yang diambil dari buah dan daun yang ada di kebun-kebun untuk dijadikan obat guna meringankan sakit yang mendera papanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun