Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sarah, Gadis Vietnam dari Pulau Galang

5 Mei 2020   10:58 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:53 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Kamu di sini tidak sendiri. Di sini ada paman, bibi, dan yang lainnya."

            Thu Pham pun ikut mendekati Tinh, ia merayu agar sabar dan ikhlas menerima apa yang sudah digariskan. "Sudahlah Tinh, semua orang akan menerima apa yang dialami oleh papa dan mamamu," bisik Thu Pham.

            Setelah diberi banyak nasehat, Tinh mulai melepas dekapan itu. Tangisnya terdengar meski sedikit lirih. Nguyen Van Manh memanggil orang yang lain untuk mengurus jenazah itu. Selanjutnya diupacarai, didoakan, dan dikebumikan.

            Setelah semua prosesi upacara dan doa selesai, beberapa pria menggotong peti mati yang di dalamnya terbujur tenang orangtua Tinh. Mereka membawa peti mati itu ke pemakaman. Pemakaman itu sebelumnya adalah padang alang-alang. Sejak kedatangan dan pemusatan para manusia perahu, padang alang-alang itu dijadikan tempat pemakaman orang-orang Vietnam yang meninggal di kamp pengungsian.

            Tiba di pemakaman, liang lahat telah menganga siap menerima jenazah yang hendak disatukan dengan tanah. Setelah Nguyen Van Manh memberi sambutan, sebagai wakil keluarga Tinh, dan pemuka agama membacakan doa. Jenazah itu dibenamkan ke dalam liang lahat. Melihat hal yang demikian, Tinh menangis tersedu-sedu. Thu Pham memegangi badan dan tangannya agar tidak jatuh.

            Tanah-tanah liat selanjutnya didorong ke lubang pemakaman dan sedikit-demi sedikit menimbunin peti mati hingga akhirnya menutup seluruhnya. Di depan mata para pelayat, liang lahat itu menjadi sebuah gundukan tanah basah. Rangkaian bunga ditabur di atas gundukan tanah basah itu.

            Satu persatu, pelayat meninggalkan pemakaman. Makam papa Tinh berada di tengah ratusan makam yang ada. Di tempat itu, tinggal ada Nguyen Van Manh, Thu Pham, Tinh, dan Dipo. Mereka masih berdiri kaku memandang tempat di mana orang yang dicintai itu telah pergi selamanya.

            "Mari Tinh kita pulang, hari sudah sore, dan sebentar lagi malam tiba," Thu Pham dengan suara lembut mengajak Tinh pulang. Dengan dipapah oleh Thu Pham, Tinh sudi meninggalkan papanya. Sesekali ia menengok makam papanya.

Langit Pulau Galang hari itu gelap, awan hitam memayungi kamp pengungsian. Beberapa langkah mereka berjalan, petir terdengar menggelegar, angin datang menerpa dengan kencang, dan selanjutnya hujan turun dengan deras. Seolah-olah, alam ikut berduka cita atas meninggalnya papanya Tinh.

 

    

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun