Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sarah, Gadis Vietnam dari Pulau Galang

5 Mei 2020   10:58 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:53 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Sebentar lagi kita ke Jawa, kakak sudah mempersiapkan semua."

Suara tangis Tinh agak mereda setelah Dipo memberi nasehat dan harapan padanya. Ia tetap memeluk Dipo erat-erat. Ia sepertinya kehilangan sesuatu yang sangat berarti baginya sehingga selalu  memegang erat-erat pada sesuatu yang ada di dekatnya.

"Sudah, ayo kita pulang, langit sudah mendung."

"Percayalah papa sudah bahagia di sana."

Dengan dipapah, Tinh berdiri dan selanjutnya meninggalkan makam itu, sesekali ia menoleh ke belakang melihat gundukan tanah yang mulai mengering itu. Tiba di pintu gerbang kuburan, wajah Dipo memancarkan amarah namun hal demikian tidak diperlihatkan kepada Tinh. Dipo ingin Tinh yang sudah mulai reda kesedihannya, tidak terguncang kembali akibat dirinya marah.

Ia marah sebab sepertinya ada seseorang yang menggembos ban sepeda motornya. Orang itu menggemboskan ban sepeda motor, saat dirinya tengah bersama Tinh di makam. Apa yang dilakukan orang itu sepertinya tidak sempurna sebab masih ada angin di ban. Bisa jadi orang itu lari saat Dipo dan Tinh berjalan menuju ke pintu gerbang pemakaman.

"Bentar ya kakak hidupkan mesin sepeda motor," ujar Dipo sambil melepas pegangan tangan Tinh. Gadis itu mengangguk. Setelah mesin sepeda motor meraung-raung, Dipo mempersilahkan Tinh untuk segera duduk di boncengan. Dengan gerak yang pelan, sepeda motor itu perlahan-lahan meninggalkan pemakaman itu. Dipo tidak mau menancap gas sebab dengan kondisi ban yang tak penuh itu akan membahayakan dirinya dan Tinh.

Saat melintasi sebuah tikungan, Dipo merasa ada beberapa orang yang tengah mengawasi dirinya tetapi ia tidak peduli. Ia tak mau menuruti pada hal-hal yang dirasa bila direspon akan merugikan dirinya.

***

            "Maling, maling, maling...!" terdengar teriakan dari salah satu barak yang berada di paling ujung kamp pengungsian. Teriakan itu membangunkan orang-orang yang sedang terlelap dari tidurnya. Serta merta mereka berhamburan keluar barak dan menuju ke arah teriakan. Saat mereka keluar, terlihat beberapa orang sedang berlari menuju ke arah kegelapaan sambil berteriak, "tangkap.... itu malingnya.... tangkap."

            Orang-orang yang berada di luar barak itu akhirnya juga berduyun-duyun ke arah kegelapan di mana diduga maling bersembunyi. "Kepung... kepung... kepung...!" teriak salah satu di antara puluhan orang itu. Mereka pun mengepung sebuah rerimbunan belukar. Beberapa orang dengan membawa tongkat panjang sambil membawa penerang menyoba menerobos rerimbunan itu. Untuk menjaga agar maling tidak lolos dari kepungan, seorang di antara mereka berteriak, "yang lain siap-siap....!"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun