Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sarah, Gadis Vietnam dari Pulau Galang

5 Mei 2020   10:58 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:53 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tak lama kemudian, stasiun buka dan para calon penumpang pun banyak yang berdatangan untuk melakukan perjalanan. Ribo membeli tiket jurusan Bangkok-Aranyaprathet, sekitar 48 bath, cukup murah. Ribo sepertinya menjadi pembeli pertama dan selanjutnya  ada antrian orang membeli tiket dengan tujuan sama atau tujuan lainnya.

Selepas membeli tiket, Ribo memasuki ruangan di mana kereta api itu menuju Aranyaprathet berada di salah satu jalur. Di situ ada beberapa jalur kereta api. Melihat kereta api di Thailand untuk antarkota, antarprovinsi, sepertinya kereta api di Indonesia lebih bagus. Kereta api di Thailand terlihat tua, kursi tidak bisa diatur posisinya, dan jendelanya terbuka sehingga angin bisa leluasa masuk. Tak hanya itu, penumpang bebas memilih tempat duduk sebab tidak ada nomor kursi.

Sekitar pukul 08.00 AM, kereta api meninggalkan stasiun. Kereta api ini di setiap stasiun berhenti sehingga perjalanan menjadi lama. Di dalam gerbong, ada pedagang resmi yang berjualan makanan, minuman, dan buah-buahan. Sementara saat berhenti di stasiun-stasiun, ada pedagang kaki lima yang menawarkan dagangannya, semua seperti di Indonesia. Dalam perjalanan, bisa melihat aktivitas rakyat Thailand sehari-hari, di mana mereka juga banyak menjadi kaum urban di Bangkok. Di kanan-kiri rail, masih banyak terlihat sawah dan ladang-ladang.

Setelah menempuh perjalanan selama 7 jam, antara bosan dan senang menyatu, akhirnya kereta berhenti di Stasiun Aranyaprathet. Turun dari kereta itu selain penduduk lokal juga ada wisatawan, dan para backpacker. Begitu turun dari kereta api, sudah banyak tukang ojek dan tuk-tuk menawarkan jasa angkutan, entah ke wilayah perbatasan bagi mereka yang ingin melanjutkan perjalanan ke Kamboja, atau ke tempat lain.

Dihadapan puluhan tukang ojek, Ribo memilih tukang ojek yang dikemudikan oleh seorang perempuang. Tujuannya selain lebih kalem juga untuk memberi penghasilan kepadanya. Siapa tahu ia ibu rumah tangga sekaligus kepala rumah tangga yang menjadi tukang ojek untuk menghidupi anak-anaknya.

Kepada tukang ojek itu Ribo mengatakan agar diantar ke daerah perbatasan yang ada kantor imigrasi. Setelah deal dengan tukang ojek, ia langsung meluncur ke wilayah perbatasan. Jarak dari Stasiun Aranyaprathet ke perbatasan Thailand Kamboja lumayan jauh kalau untuk jalan kaki.

Setelah melintasi jalan yang panas dan berdebu, akhirnya tiba di perbatasan. Di perbatasan ini ramai orang beraktivitas, entah mereka berdagang, menawarkan jasa angkutan, hingga aktivitas yang tak jelas seperti menawarkan bantuan visa atau pengurusan surat perjalanan. Ribo tak mempedulikan semua sebab sebelumnya ia membaca di sebuah web tentang perlunya kehati-hatian di daerah perbatasan ini.

Agak susah untuk mencari Kantor Imigrasi Thailand di tempat ini sebab tidak ada petunjuk yang besar dan jelas. Ribo hanya mengikuti arus orang ke mana berjalan. Cara seperti itu rupanya benar sebab mereka menuju ke kantor imigrasi. Tempat yang dicari, kantor imigrasi akhirnya ditemukan. Setelah melakukan chek passport dan tak lama kemudian distempel tanda sah meninggalkan Thailand, Ribo beberapa langkah selanjutnya sudah menginjak Kamboja.

Tempat itu adalah Poipet. Suasananya di Poipet rupanya lebih parah. Kerumunan orang dan menawarkan berbagai macam jasa seperti transport ke Siem Reap. Suasananya seperti di Terminal Pulogadung, Jakarta. Ribo tak mempedulikan mereka dan mencari Kantor Imigrasi Kamboja. Ribo rupanya bingung tujuh keliling, sebab di mana kantor itu berada tidak terlihat. Ia harus rajin-rajin bertanya. Sempat memasuki sebuah kantor, eh ternyata kantor itu Kantor Imigrasi yang mengurus keberangkatan ke Thailand. Di tempat itu dirinya melihat ratusan orang Kamboja yang mengurus surat untuk bisa bekerja di Bangkok. Syukur Ribo segera sadar dan mencari kantor imigrasi yang memberi dia ijin untuk masuk ke Kamboja.

Akhirnya Ribo menemukan kantor imigrasi namun rupanya kantor ini hanya untuk yang mau mengurus visa, sebab Indonesia bebas visa maka disarankan di kantor satunya. Dengan berjalan tergopoh-gopoh dan agak cemas, akhirnya menemukan kantor itu, dan betapa kagetnya, kantor ini sangat beda jauh dengan check point yang ada di Malaysia, Thailand, atau Singapura yang nyaman dan lapang. Kantor check point ini terlihat ala kadarnya bahkan terkesan mengenaskan, bangunan sempit dan dibuat dari kayu.

Untunglah berada di kantor ini tak lama hingga akhirnya mendapat stempel resmi masuk Kamboja. Ribo melanjutkan perjalanan ke tempat titik tunggu untuk angkutan bus ke terminal. Lagi-lagi berbagai tawaran diajukan oleh orang-orang yang tidak dikenal dan Ribo tak mempedulikan tawaran itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun