Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sarah, Gadis Vietnam dari Pulau Galang

5 Mei 2020   10:58 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:53 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Ceriwis Sarah mulai keluar dan seperti biasa kalau gadis itu sudah ceriwis, Ribo pasti mengalah. "Iya, iya, kita pulang," sahut Ribo. Sarah dan Ribo menyusuri jalan pulang menuju ke rumah. Saat berpapasan dengan penduduk, mereka selalu menyapa, "Sarah kapan datang?" Sarah selalu menjawab kapan dirinya datang sambil tersenyum. Rupanya Sarah di kampung itu banyak yang mengenalnya.

Di tengah sapa ramah orang-orang kampung, Ribo dan Sarah tidak sadar kalau dirinya diikuti oleh beberapa orang. Mata mereka sejak di pantai menyorot tajam gerak-gerik Ribo dan Sarah. Dari semak-semak mereka membuntuti kedua orang itu.

Di sebuah pertigaan jalan menuju ke rumah, dirinya melihat seseorang kakek yang berdiri di sebuah rumah yang dindingnya terbuat dari kayu yang sudah lapuk dan beratap rumbai. Ia berdiri dengan ditopang oleh tongkat panjang. Saat melintas di depan kakek itu, tiba-tiba kakek itu sepertinya mengejar dirinya. Ribo heran mengapa kakek yang jalannya sudah tertatih-tatih itu ingin menghampirinya. Ribo berpikir apa hebatnya sehingga kakek itu ingin mendekat padanya, apakah karena orang asing atau karena faktor lain.

Merasa kasihan, Ribo menghentikan langkahnya, sedang Sarah hanya menunduk. "Ada apa kek?" Ribo menyapa dengan ramah pada kakek itu. Kakek itu kemudian memegang wajah Ribo. Sama seperti orangtuanya Sarah, tiba-tiba ia menangis. "Kamu dari Indonesia ya," ujar kakek itu dengan suara terbata-bata. Melihat yang demikian, Sarah dengan menggunakan bahasa Vietnam mengatakan, "sudahlah kek itu masa lalu."

Mengalami peristiwa yang demikian dan mendengar Sarah berkata seperti itu lagi, Ribo semakin heran dan penuh tanda tanya. Apa yang terjadi pada keluarga Sarah, kakek itu, dan mungkin warga kampung yang lain sehingga selalu menangis bila melihat dirinya.

***

Malam sudah menunjukkan pukul 11.00. Ribo belum bisa tertidur. Entah apa yang membuat dirinya tidak bisa memejamkan mata. Di rumah Sarah, ia tidur di kamar tengah, sedang Sarah di kamar yang lain. Sarah dan Ribo sepakat untuk menjaga diri meski mereka saling mencintai.

Hening malam membuat suara jangkrik terdengar begitu nyaring. Binatang itu sepertinya tak lelah-lelahnya mengeluarkan suara. Di tengah nyaring bunyi jangkrik sesekali terdengar bunyi kepak kelelawar. Binatang berwarna hitam itu sepertinya sedang berputar-putar di sekeliling rumah Sarah mencari buah-buah yang telah masak.

Sebab rumah Sarah tidak jauh dari pantai, benturan ombak yang menghantam pasir yang demikian dahsyatnya terdengar sampai di telinga.

Di luar rumah demikian hiruk pikuknya oleh suara binatang dan alam, sementara di dalam rumah diselimuti suasana yang demikian hening. Ribo yang belum tidur bangkit dan mencoba mengetahui apa yang terjadi di rumah Sarah. Ia keluar kamar mencari tahu hal-hal yang bisa dijadikan patokan apa yang sesungguhnya terjadi.

Ia mengendapngendap di rumah tamu. Di ruang tamu itu selain kursi dan meja, juga ada lemari. Dilihat lemari itu, sepertinya di tempat itu hanya ada barang-barang penghias biasa. Ia melihat ke arah yang lain. Ribo melihat ada beberapa foto lama. Foto yang sudah kusam warnanya itu memperlihatkan foto diri Nguyen Van Manh, Thu Pham, dan sebuah foto keluarga. Ribo tertarik dengan foto keluarga, terlihat di situ Nguyen Van Manh yang masih muda menggendong seorang anak kecil, di sampingnya ada Thu Pam. Di depan Nguyen Van Manh dan Thu Pham ada seorang bocah laki-laki dan perempuan. Menjadi pertanyaan dari Ribo dalam foto itu, mengapa keluarga Nguyen Van Manh itu sedang diapit oleh petugas UNHCR dan seorang Polisi Milter Angkatan Laut Indonesia. UNHCR atau  United Nations High Commissioner for Refugees atau Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi, berdiri 14 Desember 1950. Di manakah mereka di foto itu?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun