Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sarah, Gadis Vietnam dari Pulau Galang

5 Mei 2020   10:58 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:53 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

 "Sebentar lagi, kapan?"

"Kita sudah 30 hari, tak ada makan, tak ada air, yang ada hanya kematian satu per satu."

"Dari pada mati satu persatu mari kita mati bersama."

Selanjutnya ia maju dan mengayunayungkan galah panjang runcing. Melihat hal demikia, penumpang perempuan dan anak-anak menjeritjerit ketakutan. Mereka semakin mundur ke belakang sehingga membuat posisi perahu semakin tidak imbang.

Nguyen Van Manh berusaha mencegah pria berperilaku aneh itu. Ketika menghadang, galah panjang runcing itu dicocorkan kepada Nguyen Van Manh. Untung ia bisa menghindar. Pria itu mengayunkan kembali, lagi-lagi Nguyen Van Manh bisa berkelit sehingga di bagian tengah perahu itu terjadi perkelahian. Akibat yang demikian, perahu oleng ke kanan ke kiri, dan terombang-ambing naik turun. Semua histeris dan ketakutan melihat kejadian itu. Saat Nguyen Van Manh agak lengang, ayunan galah panjang runcing mengena mukanya. "Plaak."

"Papa..." teriak Thu Pham.

Nguyen Van Manh merasa muka ada darah mengalir. Tak puas dengan satu sabetan galah panjang runcing itu, pria berperilaku aneh itu ingin mengulang namun Nguyen Van Manh bisa berkelit. Di saat tubuh pria berperilaku aneh itu agak goyang karena hentakan gelombang, dengan cepat Nguyen Van Manh menendang perut pria berperilaku aneh itu kuat-kuat. Tendangan itu rupanya membuat ia terpental ke luar perahu sehingga terjebur ke laut. Sebenarnya Nguyen Van Manh hendak menolong pria itu dengan menyodorkan galah panjang tadi namun gelombang yang tiba-tiba datang menelannya. Gelombang itu telah melumat pria berperilaku aneh itu ke dalam samudera.

***

Wajah-wajah pasrah tercuat pada penumpang perahu. Mereka semua sudah tidak bisa berpikir sehat untuk bagaimana bisa bertahan hidup. Di mana mereka berada dan ke mana arah perahu itu, semua tidak ada yang tahu. Mereka tahu sedang berada di Laut China Selatan yang luas tapi posisi mereka di wilayah negara mana, tidak ada yang tahu. Sejauh mata memandang hanya laut dan langit biru.

Di tengah kepasrahan itu, tiba-tiba seseorang melihat perahu yang berada di ujung barat daya. Orang itu kemudian berteriak, "haiii.." Sambil melambaikan tangan, ia mengulangi teriakan itu. Dirasa teriakan itu tertelan angin dan deburan ombak. Ia mengambil galah dan menaruh di ujungnya kaos berwarna merah. Kaos yang sebelumnya dipakai. Galah yang di ujungnya ada kaos itu dikibar-kibarkan. Usaha itu sepertinya tidak mendapat respon. Ia lalu berkata di tengah kerumunan penunpang perahu dan berkata, "mana kaca, mana kaca." Mereka saling berpandangan dan berpikir mana ada yang membaca kaca. Untung di tempat kemudi ada sebuah cermin. Cermin itu mungkin sebelumnya digunakan oleh nahkoda kapal untuk berias atau entah untuk kepentingan lainnya.

Diambil cermin itu dan selanjutnya cermin itu ditengadahkan ke langit dengan posisi sudut yang menghubungkan matahari dan perahu yang berada di ujung barat daya. Cara  digunakan sebagai cara untuk meminta bantuan SOS kepada pihak lain. Cermin yang memantulkan sinar matahari ke arah perahu yang begitu kuat itu ditutup tangan dan selanjutnya dibuka. Hal itu diulang-ulang sehingga menandakan sebuah pesan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun