Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sarah, Gadis Vietnam dari Pulau Galang

5 Mei 2020   10:58 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:53 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sering terdengar dalam rombongan itu teriakan, "cepat, cepat, pasukan komunis mengejar kita." Suasana yang mencekam itulah yang membuat mereka melupakan rasa lelah, paling penting di antara mereka adalah segera di tepi pantai.

Menjelang sore, tibalah mereka di tepi pantai yang menghadapi ke Laut China Selatan. Tiba di pantai kepanikan mereka bertambah sebab pantai sangat sepi, tak ada perahu yang bisa digunakan untuk meninggalkan wilayah itu. "Gimana ini," ujar salah satu penduduk. "Kita bisa mati dibantai secara massal," ujar yang lain dengan gemetar.

Salah seorang yang sepertinya tetua terlihat sedang menenangkan kepanikan puluhan orang itu. "Tenang, tenang, coba beberapa laki-laki menyusuri semak-semak di pinggir pantai, siapa tahu ada perahu disembunyikan." Apa yang dikatakan itu bisa jadi benar sebab biasanya nelayan selepas menangkap ikan menempatkan perahunya tersembunyi agar tidak digunakan atau dirusak orang lain.

Mendengar perintah itu, lima pemuda segera bergerak menuju ke semak-semak. Di tengah para pemuda mencari perahu, terdengar bunyi letusan senapan. Tak dikomando, semua yang berada di pantai itu tiarap dan berguling di pasir. Semua terlihat menggigil ketakutan, khawatir ada peluru nyasar mengena tubuhnya.

Tiba-tiba ada suara teriakan, "hai ada perahu di sini." Mendengar hal yang demikian mereka bergembira meski suasana mencekam masih ada. Dengan merangkak dan berjalan merunduk, semua menuju ke arah teriakan. Dibuka semak-semak itu dan terlihat perahu yang sepertinya cukup membawa orang yang ada di tempat itu meski harus berdesak-desakan. Perahu dari kayu bercat biru itu memiliki panjang sepuluh meter dan lebar dua meter dengan satu tempat kemudi. Perahu itu sepertinya digunakan oleh para nelayan untuk mencari ikan di saat hari-hari normal.

Perahu itu kemudian diseret dan didorong menuju ke arah pantai. "Cepat, cepat," seru salah satu di antara mereka. "Kuat, kuat, kuat lagi," yang lain menyemangati agar dorongan yang diberikan lebih kuat. Setelah bersusah payah akhirnya perahu itu bisa dipindahkan dari daratan  menyentuh bibir laut. Kemudian terdengar teriakan, "ayo cepat naik." Semua berebut naik ke perahu, tinggal 4 pemuda yang belum naik. Salah seorang di antaranya mencoba menghidupkan mesin, ditarik kait penghidup mesin namun mesin belum menyalak. Kesekian kalinya kait penghidup mesin ditarik namun belum ada tanda-tanda mesin hidup. Kepanikan melanda sebab hari sudah mulai senja. Tak hanya itu, suara letusan suara senapan terdengar lagi. Kecemasan dan pasrah menyeruak lagi. Jangan-jangan mereka akan dibantai oleh pasukan komunis seperti warga lainnya.

Ketika mesin pengait ditarik lagi, menyalaklah deru motor penggerak. Melihat yang demikian, wajah cerah mulai menghinggapi penumpang perahu. Sang nahkoda dadakan itu selanjutnya mengatakan, "dorong sedikit lagi ke depan biar perahunya mengapung." Keempat pemuda yang berada di samping perahu langsung mendorong perahu maju dengan susah payah. Setelah perahu mengapung, mereka langsung naik. Dan perahu mulai bergerak meninggalkan pantai.

Tiba-tiba dari arah semak-semak keluar lima orang dan berteriak, "hai.. perahu itu milik saya, kembalikan, bangsat..."

Apa yang dikatakan oleh orang itu diulang, "hai kembalikan perahunya."

"Dasar pencuri."

Sambil berteriak-teriak mereka berlari ke arah pantai sampai menyentuh bibir air laut. Usaha mereka mengejar perahu sia-sia sebab perahu semakin menjauh. Di tengah rasa cemas yang masih melingkupi, para penumpang perahu melihat ada puluhan orang lainnya yang muncul dari semak-semak, sepertinya mereka juga hendak menyelematkan diri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun