Kami sekelurga mengiringi kepergian adikku dengan penuh duka. Keperistirahatan terakhirnya tersembul batu nisan dengan nama " Nazwa Sri Rahma ". Tertulis usianya baru 6 bulan. Ya... adikku hanya mampu bertahan enam  bulan. Kebahagianku hanya enam bulan setelah bertahun-tahun aku menantikan kehadirannya, kebersamaan enam bulan menjadi pelepas dahaga. Saat itu adikku lagi lucu-lucunya. Mata beningnya tak kan pernah kulupakan, ocehan-ocehan yang keluar dari mulutnya selalu terngiang. Rumah yang dulu selalu ada candaan kini terasa sepi, sepi kembali.
Mendung itu masih terasa di rumah kami. kepergian adikku yang baru berusia enam bulan membuat hati dan perasaan kami kehilangan  begitu dalam. Bagiku adikku adalah penyemangat hidup. Setelah sekian lama aku menjadi anak tunggal , yang selalu sepi jika ayah dan bunda kerja kini kejadian itu terulang kembali. Begitu juga dengan bunda ku lihat ada semburat mendung di wajahnya. Hanya ayah yang selalu tegar dan mengingatkan kami pada takdir Tuhan. Seorang ayah yang tegar menghadapi ujian hidup ini.
Hari-hariku kembali seperti semula. Aku dan bunda pergi ke sekolah di pagi hari, kembali sore. Jika ku pulang sekolah sangat terasa kerinduan pada adikku, selalu aku menyendiri dikamarku, menangis bila terkenang adikku. Bundalah yang selalu menenangkanku dan mengatakan " Allah lebih sayang sama adik, Allah tidak mau melihat adik tersiksa karena selalu kejang. Allah sayang pada kita sehingga kita diuji seperti ini, Bunda yakin mbak akan kuat hadapi ini, sebagaimana Allah menganggap keluarga kita kuat menghadapi ujian ini. Kita harus kuat dan saling menguatkan ya Mbak, semoga kelak kita bisa bertemu dengan adik kembali." Demikian tutur bunda dengan lembut.
Aku tau jauh dilubuk hatinya bunda pasti juga terluka, buah hati yang sudah dinanti bertahun tahun kini telah kembali. Sering ku dengar tangisan bunda di malam hari ketika sedang bersujud. Selalu ku lihat air menggenang dimatanya ketika ia berkisah kembali tentang adik. Kini hanya foto dan kenangan adik yang tersisa. Seperti foto-foto itu yang tak pernah luntur oleh waktu begitu juga dengan cinta dan kasih sayang kami kepadanya.
Demikian pula dengan ayah, dalam ketegaran wajahnya ku lihat semburat mendung menyelimuti matanya. Ayah pasti juga terluka. Tapi kami sekeluarga harus tabah, harus belajar ikhlas. Selalu yakin bahwa ini ketetapan terbaik dari Allah.
Dihari-hari tertentu kami sering berkunjung ke makam adikku. membersihkan pusaranya. Menanami dengan bunga. Sambil membacakan doa untuknya. Dalam hati kecilku beginilah kita hidup didunia tiada yang abadi, akhirnya kita akan ke sini juga tempat peristirahatan yang terakhir. Ke rumah yang hanya berukuran satu kali dua.
Allah maha tau segalanya. Banyak orang yang mengatakan bahwa ujian itu untuk menaikkan derajat kita, untuk mengangkat iman kita lebih tinggi, dibalik ujian ada kebahagian . mungkin itulah yang cocok dengan keluarga kami. Disaat kami di uji dengan kepulangan adikku kepadaNya. Setahun kemudian bunda diberikan kepercayaan lagi untuk mempunyai seorang anak. Rasa bahagia mengobati luka. Puji syukur tiada hentinya kami ucapkan. Mungkin inilah rencana Tuahn memberi kami ujian.
Bunda hamil untuk ketiga kalinya, dengan penuh semangat dia begitu menjaga kandungannya. Makanan bergizi selalu bunda santap. Vitamin yang diberikan oleh dokter tak pernah ia lupakan. Aku pun bahagia mendengar khabar akan mempunyai adik lagi. Bayangan adik pertamanku sesaaat terlintas. Mungkinkah dia yang akan kembali ke rahim bunda lagi? Â Ah... aku menghayal yang bukan-bukan, yang jelas semua berasal dari Tuhan
Tiga bulan pertama masa kehamilan bunda diiringi dengan masalah. Bunda mengatakan padaku sering mengalami flek-flek yang entah seperrti apa bentuknya. Ketika dibawa ke dokter kandungan bunda hanya dikasi obat penguat kandungan dan vitamain. Dan kata dokter bunda harus istirahat  kalau ingin bayinya berkembang normal. Hal itu pun dilakukan bunda. Bunda cuti dari mengajar selama satu bulan demi calon bayi yang dikandungnya. Bunda hanya di rumah dan tidak melakukan pekerjaan yang b erat-berat. Sering kulihat ayah membantu pekerjaan rumah bunda. Bunda hanya sering merebahkan badan di tempat tidur. Pada tiga bulan kedua bunda lebih kuat dan sudah bisa melakukan aktivitas kembali. Bunda telah pergi kesekolah walaupun hanya setengah hari. Tidak seperti dulu bunda bisa puang dari sekolah jam lima sore. kini setiap aku pulang sekolah bunda telah berada di rumah.
Proses kelahiran itun tiba saatnya. Tapi kali ini bunda harus dicaesar. Karena ada masalah dengan kandungannya sampai masa kelahiran adikku dalam keadaan sungsang. Kakinya di bawah sementara posisi kepala di atas. Sebenarnya bunda tau akan kondisi ini sejak sebulan lalu. Bunda juga sudah berusaha untuk melaksanakan perintah dokter untuk sering bersujud . ku rasa tanpa adanya perintah dokter pun bunda orang yang sangat sering bersujud. Tapi hal itu tidak juga menimbulkan perubahan pada kandungannya.
Proses persalinan caesar pun dilakukan. Waktu itu aku memutuskan untuk tidak sekolah demi menunggu bunda yang akan operasi caesar. Detik-detik bunda masuk ke ruangan operasi pun tiba, aku harus menunggu di luar bersama ayah. Bibirku tak henti bergerak memanjatkan doa untuk keselamatan bunda dan adikku. Tak selang berapa lama setelah dua puluh lima menit ada seorang bayi mungil keluar dari ruangan operasi yang digendong oleh seorang perawat. " Bapak Suyanto " panggilnya. " Iya, saya mbak sahut ayah. " Ini pak bayinya, perempuan silahkan kalau Bapak mau Mengazani atau mengkhomatkan " tutur perawat itu. Ayah dengan sigap mengambil bayi itu lalu engkhomatkannya. Lalu adikku diambil kembali oleh perawat dan dibawa ke ruangan bayi.