Bak siraman hujan pada kemarau setahun. Aku memahami arti kata- kata ayah. Saat itu hanya kata " Iya Yah " yang terucap dari bibirku. Lalu kutinggalkan ayah aku menuju kamar mandi membasuh mukaku , ada rasa segar ku rasakan. Seolah darah darah beku dimukaku mengalir lagi. Ku ambil air wudhu dan kulanjutkan sholat. Aku bersujut pada Allah memohon ampunannya atas dosa dosaku selama ini, merintih memohon kesembuhan adikku. Tak hentinya air mataku menangis sampai basah sajadahku. Tapi ada ketenangan dijiwaku setelah aku menghadapnya. Semua keluh kesahku sudah kusampaikan pada tempatnya. Serasa Allah mendengar jeritanku. Aku sudah merasa cukup ketika Allah seakan akan mendengar keluhanku. Semua sudah kupasrahkan kepadaNya. Aku yakin ini ujian dari Nya.
Sementara aku hanya bisa berdoa. Diluar sana bunda pontang-panting membawa adikku dari satu rumah sakit ke rumah sakit yang lain. Untuk mengetahui tindak lanjut pengobatan yang harus dilakukan. Hujan , panas tak dirasakan. Turun dari angkot satu ke angkot lain tanpa kepenatan. Menemui beberapa dokter yang ahli dalam bidangnya. Menemani adikku selama di rumah sakit. Bunda saat ini aku hanya bisa berdoa dan berdoa. aku hanya bisa membayangkan kerja kerasmu bunda.
Usaha dan kerja keras bunda akhirnya berhasil. Perlahan -- lahan adikku sudah mulai merespon , bisa tersenyum mendengar panggilan yang diarahkan padanya. Aku tak tau apakah ini berarti Allah mendengar doaku atau memang sudah menjadi takdir adikku. Entahlah...
Respon  yang diberikan adikku tiap hari makin meningkat. Perubahan sikap ini tentu membawa keluargaku bahagia. Bunda yang membawa adikku berobat ke jawa memutuskan untuk membawanya ke sumatera kembali, berkumpul dengan kami, tapi ada satu dilema kalau dia tinggal bersama kami lalu siapa yang akan menjaganya. Padahal adikku memerlukan perawatan khusus. Penjagaan yang ekstra , orang yang sabar yang bisa mengajaknya berkomunikasi walau perlahan lahan. Sementera bunda harus mengajar. Bunda sudah cuti dari pekerjaannya selama enam bulan kemaren. Tentu beliau tidak berani mengajukan cuti lagi.
Dalam kebimbangan muncul ide dari nenekku yang tinggal di jawa akan ikut ke sumatera untuk menjaga adikku. Begitu besar pengorbanan nenekku. Dimasa tuanya dia rela meninggalkan kampung halaman demi menjaga cucunya yang memiliki sedikit kekurangan. Hal itupun direspon positif oleh keluargaku. Terutama aku aku sangat bahagia ketika mendengaar nenekkku bisa tinggal bersama kami. Lengkaplah rasanya kebahagiannku kali ini.
Hal yang di tunggu itu pun tiba, menaiki pesawat city link bunda, adik, dan nenekku sampai ke tempatku. Aku yang menjemputnya dibandara tidak bisa menahan rasa haru. Sambil menangis aku berlari mendekap bunda, aku kangen padanya. Dibalas belaian lembut tangan bunda, dan pelukannya yang membuatku sepeerti merasakan surga dunia.
Ku palingkan mataku berputar mengarah ke seorang bocah kecil yang digendong bunda. Adikku.. aku berteriak memanggil namanya " Kesya" jeritku. Nampak dia terkejut , mungkin suaraku terlalu keras. " Mbak .. pelan-pelan dong kalau memanggil adiknya" tuutur bunda. Aku hanya mengangguk. Kuulangi panggilanku. Kesya... dengan suara yang lembut. Dia hanya tersenyum padaku. Kuusap pipi mungilnya. Dia memegang tanganku da tersenyum senyuman yang telah menambah dosis semangat bagiku.
"Mbak Ana" aku dikejutkan oleh suara nenekku yang dari tadi tidak kuhiraukan kehadirannya. Salam nenek dulu Kata bunda. Aku pun meminta maaf pada nenek karena tidak menghiraukannya. " enggak papa Nenek paham kok, kamu kangen sama bunda dan adikmu kan? Kata nenek. Kupeluk nenekku yang sudah agak renta. " Nek... aku kangen sama nenek" ucapku. Kecupan sayang nenek mendarat di keningku sambil berucap, " Nenek juga kangen " sekarang kita sudah bertemu, ayo, cepet kita ke mobil ayah, di belakang ayah banyak  mobil yang antri kata bunda.
Kami pun menuju mobil yang dikemudikan oleh ayah. Sepanjang perjalananku pulang banyak hal-hal yang kudengar dari cerita bunda dan ayah. Tentang pengobatan adikku, tentang pengalaman bunda yang lari dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya. Tentang kondisi adikku dua bulan terakhir yang mengalami perkembangan sangat pesat.
Tak lupa aku juga bercerita pada bunda tentang pelajaran dan prestasiku di sekolah. Walau bunda jauh dariku aku berusaha belajar maksimal dan mendapatkan nilai-nilai yang baik. Tidak satu pun aku pernah remedial. Tentu bunda bangga dengan hasil pelajaranku. Begitu banyak cerita sampai waktu satu jam setengah di perjalanan tidak terasa.
Setelah menempuh perjalanan satu jam setengah kami pun sampai di rumah. Rumah yang diberikan perusahaan sebagai fasilitas kerja ayah. Begitu banyak tetanggaku yang datang begitu melihat kami sampai. Dengan berbagai macam pertanyaan tentang kesehatan adikku. Dengan senang hati bunda menjawabnya satu persatu.