Mohon tunggu...
Surikin SPd
Surikin SPd Mohon Tunggu... Guru - Ririn Surikin

Terus Belajar

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rifana

22 Januari 2022   19:50 Diperbarui: 22 Januari 2022   19:52 932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Aku melengkapi beberapa berkas yang dajukan sebagai persyaratan untuk memnuhi Calon Pegawai Negeri Sipil ( CPNS ). Sambil menunggu pengumuman penempatan aku mempersiapkan diri dan memantaskan diri menjadi guru. Ku buka kembali memori-memori saat aku PPL dulu . Saat aku berhadapan dengan murid-murid yang luar biasa. Murid-murid yang unik, murid-murid yang enerjik, rasanya sudah tak sabar diri ini ingin secepatnya bertemu mereka.

Aku mendapatkan SK tempat mengajar di salah satu SMA negeri di kotaku. Tidak jauh dari rumahku. Kenikmatan yang sempurna diberikan oleh Allah karena aku masih bisa tetap tinggal bersama keluarga. Jarak rumah dan sekolahku sekitar empat kiloan. Aku masih bisa berpacu dari rumah. Aku tidak  harus meninggalkan keluarga.

Hari pertama aku mengajar aku menunjukkan SK pada kepala sekolah yang ditandatangani bupati. Kepala sekolah menyambutku dengan gembira, katanya sekolahnya memang lagi membutuhkan guru bahasa indonesia yang masih muda. Karena guru -- guru yang ada di SMA ini sudat setengah tua semua bahkan ada yang satu tahun lagi akan pensiun. Wejangan-wejangan pun beliau berikan . Aku pun mendengarkan nasihat-nasihat beliau. Tentunya beliau lebih paham dariku, karena sudah puluhan tahun menjadi guru. Hal-hal positif yang dinerikan padaku ku jadikan motivasi yang tak terlupa. Lalu aku diperkenalkan pada semua guru. Dengan senang hati ku hampiri guru-guru tersebut bersalaman dan mengucap salam. Rata-rata mereka seusia bunda , atau ada yang lebih tua dari bunda. Aku berpikir aku akan belajar dari mereka. Pengalaman mereka selama berpuluh tahun mengajar hingga bisa menghadapi aneka ragam karakter siswa. Kata mereka ada kebanggaan menjadi guru bila melihat siswa-siswinya berhasil. Tetapi sedih juga kalau ada siswa-siswinya kurang berhasil dan menjadi sampah masyarakat. Cerita-cerita yang mengalir dari bibir mereka ku rekam dan ku masukkan ke dalam memori kepalaku. Mudah-mudahan aku bisa menjadi guru yang bisa merangkul murid-muridku.

Setelah perkenalan pada guru aku menuju ke ruang kepala sekolah urusan kurikulum. Seorang wanita. Kelihatannya dia cerdas. Bayangkan saja dia harus berurusan dengan pekerjaan yang jlimet dan membutuhkan ketelatenan dan kesabaran tingkat tinggi. Bukan sedikit guru yang dbuatkan roster olehnya. Dialah motor penggereak guru-guru mengajar.

Sekolahku termasuk sekolah yang besar ada sekitar dua puluh empat rombongan belajar. Satu tingkat mempunya delapan kelas paralel. Sebanyak sekitar tujuh ratusan anak bersekolah disini. Jumlah guru ada delapan puluh satu orang. Kepala sekolah di bantu oleh wakil kurikulum, wakil kesiswaan, wakil sarana prasarana dan wakil humas. Setiap wakil juga dibantu oleh  beberapa staf.

Ketika aku menemui wakil kurikulum aku ditanya mau mengajar kelas berapa. Aku sadar sebagai pemula aku ingin belajar dari kelas kecil dulu. " kelas sepuluh aja Buk." Ujarku. " Saya kan guru baru, saya masih mencari pengalaman, nanti kalau saya sudah punya pengalaman saya siap bunda letakkan mengajar di kelas mana saja." Balasku halus. Ku harap dia tidak tersinggung dengan jawabanku. " Oh, kalau begitu Ibu mengajar di kelas X IPA 1 sampai X IPA 4." Lanjutnya.  " Ok Bu.. terimakasih." Balasku.

Aku pun menuju kantor guru kembali dan menduduki kursi yang disediakan untukku. Ini adalah hari pertamaku menjadi guru. Duduk di ruang guru, saling bertukar pengalaman dan diskusi tentang pelajaran dengan guru-guru senior. Besok aku sudah masuk kelas. Tentu hal ini harus ku persiapkan dengan matang. Pertemuan pertamaku dengan siswa harus berkesan. Jika sudah berkesan selanjutnya pasti akan menjadi pelajaran yang menyenangkan.

Ternyata menjadi seorang guru itu menyenangkan. Itu pengalaman pertamaku. Hari pertama masuk di kelas aku langsung mendapat salam dari siswa-siswiku. Satu persatu mereka menyalamiku, mencium tanganku. Walaupun sebelumnya mereka tidak kenal denganku. Perbedaann usia kami tidak jauh berbeda. Mungkin sekitar lima tahunan. Agak canggung juga di panggil ibu. Mungkin lebih enak di panggil kakak. Tetapi hal itu tidak mungkin karena ini instansi resmi. Instansi yang mengajarkan kebaikan. Menjunjung tinggi budi pekerti.

Awal perkenalanku dengan siswa tentu tentang biodata diri. Berbagai pengalaman yang ku alami, tentu dibumbui dengan gula garam penikmat makanan. Berbagai dialog antara kami pun berlanjut. Pertemuan pertamaku ini ku pakai untuk menyelami siswa-siswiku terlebih dahulu. Aku ingin masuk ke dalam pribadi mereka terlebih dulu. Memahami keinginan mereka, tentang cara belajar mereka. Cerita mengalir dari bibir-bibir mungil yang lugu.

Banyak mereka yang bertanya tentang pengalaman kuliah, tentang fakultas, tentang jurusan dan suasana saat belajar. Semua kuceritakan berdasarkan apa yang aku alami. Semoga pengalamanku menjadi motivasi bagi mereka. Pengalaman saat menjadi mahasiswa. Aku jadi teringat dengar gelarku " Kutu Buku" yang diberikan oleh teman-temanku. Aku jadi tersenyum sendiri mengingat semua kejadian itu sampai ada seorang siswa yang menegurku  " Ibu,  Mengapa senyum-senyum sendiri ?' hal itupun membuayarkan lamuananku.

Lima tahun sudah profesi sebagai guru ku jalani , suka dan duka kunikmati. Tetapi lebih dominan sukanya. Berbaur dengan siswa-siwiku yang unik. Yang berlatar belakang berbeda, mempunyai suku yang berbeda, agama yang berbeda, dan tingkat keseriusan belajar yang berbeda. Ada siswa yang rajin mengulang pelajaran maka dia menjadi siswa yang cerdas. Tetapi ada juga yang kurang mau mengulang pelajaran, maka mereka hanya mendapat nilai pas-pasan. Tetapi bagiku itu semua bukan ukuran keberhasilan. Yang penting mereka menanamkan sikap berkarakter itu jauh lebih cukup dibandingkan dengan angka-angka yang tertera. Tidak selamanya keberhasilan diukur dengan angka. Sopan santun  dan penanaman karakter bisa juga dijadikan barometer keberhasilan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun