Masa kuliah sudah tiga tahun berjalan. Aku telah mengajukan judul proposal untuk skripsiku. Dan telah diterima. Tak tanggung-tanggung pembimbing pak Pak Akram. Seorang profesor yang telah banyak makan asam garam kehidupan. Kata teman-temanku pak Akram orangnya killer. Keder juga aku mendengarnya. Aku hanya berdoa pada Tuhan semoga dbundakakan pintu hati pak Akram untuk membimbing skripsiku.
Hari pertama menemui pak akram aku mempresentasikan tentang skripsiku. Beliau hanya manggut-manggut tanpa mengajukan pertanyaan. Setelah aku selesai presentasi pak akram hanya memberi komentar " Lanjutkan". Satu kata yangtak akan pernah ku lupa. Kata lanjutkan sepertinya tidak asing di telingaku. Oh ya... itu adalah kata slogan yang digunakan oleh seseorang ketika akan maju pada pemilihan pilkada selanjutnya. Wkwkwk... seperti partai saja.
Kadang aku maklum dengan keadaan Pak Akram. Beliau dosen tertua di kampusku. Mungkin usianya sudah enam  puluhan, entahlah... aku tak tau pasti. Terkadang berjalan saja dia harus diimbangi dengan tongkat. Tetapi kalau sudah berbicara tentang ilmu beliau sangat lancar. Kajian-kajian dan tulisannya sudah terkenal. Teori yang beliau berikan bisa dicerna dengan mudah. Untuk urusan pembicara pada seminar beliau adalah ahlinya. Sebenarnya aku lebih dekat dengannya. Inginn mendapat kucuran ilmunya sehingga aku bisa seperti beliau. Tapi satu kata " Lanjutkan" yang keluar dari bibrnya waktu itu membuatku mundur selangkah untuk lebih mengenal beliau.
Ku telusuri jejak pak Akaram, pada buku-bukunya tertulis riwayat pendidikan dan karier yang pernah beliau duduki. Puluhan penghargaan telah beliau raih, segudang prestasi beliau telah dapatkan. Semangatku kembali menyala. Aku harus lebih dekat dengan guru besar ini.
Suatu hari aku menghubungi beliau untuk membahas tentang skripsiku. Tapi beliau tidak ada ditempat lagi ke surabaya untuk menjadi nara sumber seminar. Beliau menjanjikan dua hari lagi. Setelah dua hari, aku bertemu dengan pak Akram, dag-dig-dug-der rasanya jantungku. aku penasaran kali ini kata-kata apa yang akan beliau ucapkan. Setelah kata " lanjutkan " kemaren.
Selama aku presentasi , seperti biasa beliau hanya manggut-manggut sambil memegangi janggut. Tanpa sedikitpun melihatku. Tapi aku memaklumi itu, mungkin mau menajamkan konsentrasinya tanpa melihat cara ku berbicara. Aku pun bersyukur pada kenyataan ini. Mungkin kalau pak Akram menatapku ketika aku presentasi aku akan gugup. Tapi sekarang tidak sedikitpun aku gugup. Kalimat-kalimat lancar saja keluar dari bibirku.
Di tengah aku presentasi, beliau berhenti melakukan kegiatannya. Kali ini dia tidak manggut-manggut lagi, tetapi membuka kacamatanya melirikkan matanya padaku. Aku tak sanggup menatapnya. Kualihkan pandanganku dengan berpura-pura memainkan laptopnya padaku. Â Detak jantungku berpacu keras, adakah kata-kataku yang menyinggung perasaanya? Pikirku.
Tiba --tiba sang profesor bertanya, " Siapa Namamu?" Â aku menjawab " Rifana Guntoro". " Mahasiswa semester berapa?" tanya nya lagi " semester enam Prof". Jawabku. " lanjutkan" katanya lagi.
Ku hembuskan nafasku setelah tegang beberapa saat. Aku melanjutkan rencana atau program kerja skripsiku. Kali ini beliau kelihatan lebih serius mendengarkan , tidak ada lagi kegiatan mengelus janggut. Bahkan sesekali beliau melirik padaku.
Di akhir presentasiku beliau menyuruhku mendekat padanya, dan mengatakan maukah aku jadi asistennya?. Rasanya berhenti jantungku mendengar ajakan sang profesor. Bukannya menanggapi skripsiku tapi beliau malah menawrkan pekerjaan padaku. " Maaf prof, apa yang bisa saya lkukan untuk membantu Profesor ? '' tanyaku. " yang pertama menggantiak saya mengajar kalau saya berhalangan, yang kedua membantu tugas-tugas saya dalam penelitian." Jawabnya. " in sha Allah saya siap Prof." Jawabku. Akhirnya presentasikupun selesai tanpa mendapatkan komentar apa-apa dari sang profesor.
Keesokan harinya aku di telpon oleh profesor Akram dan disuruh menemuinya di ruang rektorat. Ku percepat langkah untuk menemuinya. Sesampainya aku di ruang rektorat aku langsung menemui profesor. Beliau memberikanku jadwal mengajar selama satu bulan. Beliau tidak bisa mengejar beberapa mata kuliah karena mau melakukan penelitian di  pulau sumba. Aku pun menerima jadwal itu. Delapan kali pertemuan untuk dua mata kuliah. Aku menerima tugas ini. Hitung --hitung aku  mencari pengalaman.