Bunda engaku adalah cahaya rembulan yang menari dalam dadaku
Ayah engaku adalah matahari yang menghangatkan tubuhku
Walau ku kembara ke seluruh dunia
Walau kutemui ramai insan
Nyata ayah dan bunda raja dan ratu di hati
Tanpa kusadari semua penonton bertepuk tangan. Aku jadi teringat masa MOS di SMP. Sepertinya hal itu terulang kembali. Setelah acara memperingati hari guru selesai aku bertemu dengan Pak Fahry di lorong sekolah. " Rifa, bacaan puisimu tadi bagus, terus berlatih supaya kamu bisa ikut FLS2N sebentar lagi." Katanya. " ku salam tangannya dan aku mengucapkan terimakasih. " semua karena ilmu dari Bapak" jawabku. Beliau pun hanya membalas dengan senyuman. Kami pun berpisah. Pak Fahry guru ku ini seusia dengan ayah, dia begitu sabar dan telaten dalam membimbingku membaca puisi . untuk satu kalimat saja aku harus berulang--ulang membacanya, supaya tau maknanya, demikian kata Pak Fahry.
Suasana pembelajaran di sekolah ini sedikit berbeda dengan SMP dulu, disisi kami dituntut lebih mandiri. Mentor-menti juga diterapkan disini. Kalau kami benar-benar menemui kendala kami baru bertanya pada guru, tetapi selagi masih ada teman yang mengerti maka kami akan diarahkan pada teman kami. guru benar-benar sebagai fasilitator. Mungkin ini karena usia kami yang beranjak dewasa. Kami harus lebih pandai memanfaatkan lingkungan sekitar, misalnya perpustakaan.
Aku termasuk siswa yang rajin ke pustaka. Suasana perpustakaan yang membuatku nyaman membuatku betah berlama-lama duduk di tempat ini. Membaca segudang ilmu yang tidak dapat dilisankan, tetapi penuh dengan ilmu dan wawasan. Tak jarang juga aku menemukan hal-hal yang membuatku penasaran. Hobiku membaca sejak kecil kini benar-benar terobati dengan perpustakaan dan jumlah buku yang sangat banyak kutemukan disini. Kucatat rapi hal-hal yang kuanggap penting dalam satu buku. Semua tentang hal-hal yang menunjang pelajaranku. Tetapi tak jarang pula aku membaca buku novel-novel yang lagi buming saat ini. Sekedar untuk refresing dan menambhah perbendaharaan kata-kataku. Â Jika tidak sedang banyak PR aku selalu meminjam buku novel-novel ini. Seolah hendak menjadi penyair aku juga sudah mulai menulis tentang pengalaman-pengalaman yang kuhadapi sehari hari dalam secarik buku. Ku biasakan menulis setiap hari walau hanya satu lembar buku.
Tak terasa satu semester sudah aku sekolah disini, waktu begitu cepat berlalu mengikuti pelajaran dengan senang hati, menjalani ulangan harian, melewati MID semester dan melalu ujian semester dengan lapang dada. Itu lah kewajiban siswa intinya, siswa itu adalah manusia pembelajar. Selesai pembelajaran tentu harus ada ujian untuk mengetahui sejauh mana daya tampung yang kita pelajari dapat kita serap.
Pengambilan rapor semester satu pun tiba, kedua orang tua serta adikku datang ke sekolahku. Betapa senangnya hatiku. Ku peluk bunda yang membalasaku dengan kecupan hangatnya di keningku. Kusalam dan kucium tangan ayah. Adikku yang ternganga ku gendong dan mengucapkan aku kangen padanya. Dia pun membalasnya dengan ciuman pula.
Ku perkenalkan kedua orang tuaku pada wali kelasku. Mereka sempat berdialog entahlah apa yang mereka bicarakan. Tapi selalu kulihat senyuman manis menghiasai wajah mereka. Diskusi itupun terhenti karena serangkaian kegiatan pengambilan rapor hari ini di mulai.