Mengawali di kelas 1C aku bertemu dengan teman -- teman baru. Bergumul dalam tingkah polah mereka. Berbeda dengan TK yang lebih bersifat bermain. Di SD kini aku harus lebih konsentrasi yang tinggi. Mulai membaca dan memahami isi bacaan. Mulai menghitung dengan  bilangan penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
Sampai usia menginjak tujuh  tahun aku masih belum mempunyai seorang adik. Suasana yang sangat jauh berbeda kudapatkan antara dirumah dan disekolah. Bagitu banyaknya teman di sekolah membuatku kesepian ketika berada di rumah.
Sering orang bertanya kepada bunda tentang jumlah anaknya tetapi bunda selalu menjawab baru satu. Â Jujur ku akui aku tidak suka dengan suasana rumah yang selalu sepi. Tanpa kehadiran seorang kakak atau adik. Aku selalu sendiri di rumah kalau bunda kesekolah dan ayah bekerja.
Sampai suatu hari kami sekeluarga mendapatkan khabar bahagia. Bunda hamil . Rasanya akulah orang yang paling bahagia. Khabar yang selalu kutunggu --tunggu selama ini. Begitu juga dengan bunda. Kulihat rona bahagia terpancar diwajahnya.Â
Aku yang merupakan anak pertama tentu sangat ingin mempunyai seorang adik yang bisa kujadikan teman. Apalagi kalau adikku seorang perempuan, aku sangat menginginkan hal itu. Tentu aku akan berbagi tentang keberadaan mainanku, tentang baju-baju kecilku yang kini sudah tidak muat lagi. Tentang sepatuku yang masih baru tetapi mulai sempit di kaki. Tentang segalanya. Intinya aku ingin mempunyai adik.
Aku anak tertua dari tiga saudara. Perbedaan usia aku dan adikku 8 tahun. Beda usia yang sangat jauh menurutku. Tapi mungkin ini semua sudah direncanakan oleh kedua orang tuaku. Perbedaan usia antara aku dan adikku membuat aku sangat menyayanginya. Â Bahkan aku tidak sabar menunggu ia tumbuh besar.
Diawal kelahirannya , adikku seperti bayi -- bayi yang lain. Diiringi tangisannya seolah ia ingin memberitahukan pada dunia tentang kehadirannya. Kami sekeluarga sangat mengharapkan kehadiran dia. Apalagi aku yang terbiasa sendiri sangat ingin mempunyai teman bermain. Â Dengan tidak sabar aku langsung bertanya pada suster tentang jenis kelamin adikku setelah aku mendengar tangisannya. Suster hanya menjawab " Sama dengan Mbak ". Yes!!! Berarti adikku perempuan teriakku. Berarti kami bisa main bersama dan bisa ku hadiahkan mainanku yang selama ini ku punya . Â Rasanya saat itu akulah manusia paling bahagia di atas dunia.
Hanya dua hari bunda di rumah sakit, karena proses kelahiran adikku normal. Dihari kedua dokter sudah membolehkan bunda pulang. Sebagai seorang kakak baru aku juga tidak sabar untuk membawa adik pulang. Jarak dari rumah sakit ke rumah ku pun tidak terlalu jauh maka kami sampai di rumah dalam waktu yang tidak lama.
Sesampainya di rumah sudah ada tetangga-tetanggaku yang menunggu untuk melihat adik kecilku. Di perantauan seperti saat ini tetangga adalah keluarga, saling membantu dan tolong-menolong pun selalu kami lakukan. Beberapa tetanggaku sudah mempersiapkan makanan syukuran. Kalau kata orang jawa among-among namanya. Sebungkus nasi di tambah dengan telur reus, urap, ikan asin dan tahu tempe. Menu sederhana ini di bagikan kepada tetangga sebagai ungkapan syukur setelah kelahiran anak. Walaupun hanya nasi dan urap tapi rasanya begitu nikmat. Kebersamaan dan kekeluargaan di perantauan juga menjadi pengikat persaudaraan kami. demikianlah tradisi ini berkembang di daerah perantauan di sekeliling tempat tinggalku.
Detik-detik waktu terasa sangat begitu cepat. Sebagaimana kebiasaan orang,  bahwa bayi harus diimunisasi. Demikian pula pada adikku. Saat itu adikku diimunisasi campak. Tetapi saat baru selesai diimunisasi adikku panas tinggi dan kejang kejang. Efek dari kejang kejang ini adikku tidak bisa merespon  dan kembali seperti bayi yang baru lahir. Menurut dokter  adikku mengalami kerusakan syaraf akibat kejang-kejang yang dialaminya.  Adikku sering mengalami demam panas tinggi, biasanya saat demam tinggi adikku langsung kejang-kejang. Karena penyakit yang dideritanya ini adikku tidak mampu bertahan, Tepat sebulan setelah imunisasi, dia pun pulang memenuhi panggilan  Tuhan.
Saat itu aku disekolah dan dijemput oleh pamanku. Pamanku mengatakan adikku sedang sakit keras dan dibawa kerumah sakit. Saat kutanya kepada paman gimana keadaan adikku sekarang. Tapi tiada jawaban dari paman. Sampai aku di rumah, aku heran mengapa dirumah banyak orang. Oh... tetangga-tetanggaku, mungkin mereka berkunjung melihat adikku, itu yang terlintas di pikiranku. Kulangkahkan kaki memasuki rumah kulihat bunda menangis didepan jenazah, begitu melihat ku bunda  berkata " Mbak... Adik telah Pulang ". Aku belum tau apa maksud bunda. Apakah jenazah yang tertutup kain batik itu jenazah adikku? Bunda hanya mengangguk ketika kulayangkan pandangan pada jenazah didepanku. Bak petir disiang hari, tiada hujan , langit bersinar cerah tapi suara menggelegar kurasakan saat mendengar kabar tentang adikku. Tiada kata kata hanya air mataku yang terus mengalir ke pipi. Tiada henti sampai mataku sembab. Kepalaku rasa pusing tubuhku lemas.