Mohon tunggu...
Surikin SPd
Surikin SPd Mohon Tunggu... Guru - Ririn Surikin

Terus Belajar

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rifana

22 Januari 2022   19:50 Diperbarui: 22 Januari 2022   19:52 932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Demikian pula dengan bunda, sejak kejadian beberapa tahun lalu bunda tidak bekerja lagi. Katanya ia masih trauma dengan masalah yang menimpa dirinya. Dulu bunda pernah mengajar les di rumah tetapi kini sudah tiada lagi anak lesnya. Kini bunda hanya membuat kue untuk ditumpangkan ke warung-warung sekitar rumah, untuk menambah sedikit penghasilan keluarga.  Penghasilan yang tidak seberapa ini wajib kami syukuri. Allah Maha tau atas hambanya. Yang penting kita Ikhlas menghadapinya. Itu selalu pesan bunda.

Untuk biaya sekolahku, aku menggunakan uang tabunganku yang ku peroleh saat mendapat hadiah perlombaan. Sebenarnya tidak banyak juga aku mengeluarkan uang untuk sekolah ini. Karena sekolah ku ini benar-benar gratis dengan biaya yang dipenuhi oleh propinsi. Hanya keperluan pribadi yang harus ku beli. Kebutuhanku masih bisa kutunda tetapi biaya pengobatan ayah tidak bisa dinomorduakan.

Seratus delapan puluh derajad kini perekonomian kami berubah. Saat ayah kerja kemaren semua kebutuhan tercukupi. Uang tabunganku tidak pernah terpakai. Tapi kini perlahan-lahan uang tabunganku digerogoti oleh waktu dan keadaan semakin hari semakin menipis untuk keperluan sekolah. Begitu juga dengan kebutuhan keluarga untuk mencukupi kebutuhan kami sekarang bunda bukan hanya membuat kue tapi juga mencuci dan menyetrika baju tetangga. Dari satu pintu ke pintu yang lain setiap hari bunda lakukan untuk mencari nafkah penyambung hidup.  

Mengingat bunda yang berpindah pindah kerja dari pintu ke pintu, ayah merasa iba, demikian pula aku. Aku menyarankan kalau bunda membuka usaha loundry saja di rumah. Semua dikerjakan dirumah tanpa harus meninggalkan ayah. Bunda setuju tetapi biaya untuk membuka loundry yang belum ada.

Allah maha tau segalanya. Sewaktu bunda membutuhkan biaya untuk membuka usaha loundry, tiba-tiba saudara-saudaranya mentransper uang sebanyak lima juta rupiah , kata mereka untuk bantuan biaya berobat ayah. Seperti panas setahun mendapat siramann hujan sehari. Itulah rezeki. Allah sudah mengatur segala rezeki hambanya. Ini adalah rezeki dari Allah lewat tangan saudara-saudara bunda, sehingga uang itu bisa kami manfaatkan untuk membuka usaha loundry.

Bunda menelepon salah seorang kakaknya, menanyakann bagaimana kalau uang yang mereka berikan dipakai untuk usaha. Kakaknya menyerahkan segalanya pada kami katanya uang itu sudah menjadi milik kami jadi mau dimanfaat untuk apa itu terserah kami. malah budeku mengatakan kalau memang kurang modal bude siap menambahkan. Sungguh sangat terharu aku mendengar kalimat dari budeku. Persaudaraan mereka sangat erat , satu membutuhkan yang lainnya siap memberikan bantuan. Walau mereka di pisahkan oleh lautan, namun kedekatan dan ikatan batin keluarga tidak dapat dihlangi oleh jarak dan waktu.

Dengan modal dan saudara-saudaranya akhirnya Bunda telah membuka usaha cuci setrka pakaian dirumah. . Kini bunda tak perlu mengetuk satu pintu ke pintu lain untuk mencuci dan setrika. Tetapi pakaian tetanggaku yang diantar ke rumah. Usaha ini bisa menyambung kehidupan kami. kebutuhan keluargaku bisa tercukupi walau pas-pasan. Jadi tidak menggangu uang pengobatan ayah.

Diawali dengan membeli satu mesin cuci yang berukuran besar dan satu setrika yang agak mahal, bunda mulai kegiatannya sejak pagi hari. Kali ini beliau hanya dirumah bekerja jadi bisa sambil merawat ayah. Ayah yang butuh perawatan ekstra apalagi yang berhubungan dengan makanan. Bunda sangat telaten mengurusnya. Tak pernah ku dengar bunda mengeluh. Seyuman manis yang selalu kulihat di wajahnya. Begitu tulusnya cinta kasih bunda pada ayah. Cinta seperti yang tergambar dalam cerita jack dan rose dalam film titanic.

Aku tinggal menunggu detik--detik ujian nasional. Jujur pelajaranku kini terbagi. Konsentrasi belajarku terganggu, pikiranku sering ke rumah memikirkan keluargaku. Aku tetap belajar walau kadang diiringi dengan lamunan. Ujian nasional kali ini bagiku merupakan ujian kesabaran yang diberikan Tuhan. Ujian apakah setelah UN aku bisa melanjutkan pendidikan. Pendidikan untuk mencapai cita-citaku sebagai guru. Sebenarnya aku telah menentukan beberapa universitas sebagai tempat memperdalam ilmu. Tapi mungkinkah semua itu? Pertanyaan yang tak ada jawabnya.

Selesai Ujian Nasional aku pulang kerumah dan membantu bunda. Pagi-pagi buta bunda sudah mengais rezeki. Sebelum subuh bunda sudah bangun membuat adonan beberapa kue dan menggorengnya. Ketika azan terdengar sudah separuh kue bunda yang masak. Beliau bersujud dulu memenuhi panggilan Ilahi. Setelah itu dilanjutkan pada menggoreng adonan yang tersisa. Sebelum sang raja siang  muncul bunda telah pergi ke warung-warung untuk menitipkan dagangannya. Beliau kembali kerumah setelah pukul tujuh pagi.

Setelah sampai bunda langsung mencuci pakaian-pakaian yang telah diantar ke rumah. Iba dalam hatiku melihat bunda yang pontang-panting membanting tulang menggantikan peran ayah untuk mencari nafkah. Pantas kini fisik bunda tidak terurus lagi. Terlihat letih di wajahnya. Matanya mulai cekung. Mungkin bunda merasa lelah dengan semua pekerjaan ini. Tetapi tak pernah beliau utarakan padaku, apalagi pada ayah.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun