Setibanya di sekolah lagi-lagi ada penyambutan kedatangan kami. Di sekolah seluruh siswa dan guru sudah berbaris rapi dan memegang balon. Aku tidak menyangka hal ini akan terjadi. Pak Fahry pun tidak memberitahuku. Mungkin ini dijadikan surprice untukku. Begitu turun dari mobil, kepala sekolah menghampiriku dan memberikan ucapan selamat, begitu juga kepada Pak Fahry. Kepala sekolah memeluknya dan ku lihat terjadi dialog antara mareka.
Aku berjalan menghampiri guru-guru ku. Orang tua kedua ku ini tersenyum bahagia. Kuucapkan terimakasih padanya karena telah memberi dukungan padaku selama ini. Setelah selesai guruku ku salami, wajah pertama yang lihat adalah Maya. Maya sahabat karibku, penyair muda yang selalu berkarya. Maya memelukku erat ku balas dengan pelukan hangat. Aku menitikkan airmata ketika berpelukan sama Maya. Mungkin itu rasa bahagia. Teman-teman perempuanku juga menghampiriku dan kami berpelukan bersama. Aku bangga sekolah di sini. Di sekolah ini persaudaraan kami begitu erat. Kami yang berasal dari kultur yang berbeda tapi dipersatukan oleh nasib, senasib karena sama-sama merantau, jauh dengan orang tua demi satu tujuan , pendidikan.
Penyambutan ku yang luar biasa kali ini ku jadikan semangat untuk melangkahkan kaki menuju sekolah. Kicauan burung yang menyambut pagi diiringi dengan bisikan-bisikan daun yang menambah suasana sekolah  begitu nyaman, tentram, tenang dan indah. Pagi ini memang aku berangkat lebih pagi. Mungkin karena aku terlalu bersemangat. Sudah seminggu aku tinggalkan sekolah ku. Aku kangen pada bangku yang selalu menemaniku mengikuti pelajaran. Aku kangen warna cat dikelasku , warna hijau , karena warna ini merupakan warna pavoritku. Aku kangen dengan strategi-strategi guruku mengajar, yang menjadikan pelajaran lebih mudah kami terima. Belum lagi ice breaking, fun story dan musik yang mereka lakukan sebagai  situasi awal sebelum pembelajaran. Guru-guruku di sini adalah orang-orang hebat yang menyesuaikan pembelajaran sesuai dengan keinganan kami. Guruku tidak monoton ceramah tetapi pelajaran berbasis pada siswa bukan pada gurunya. Sungguh sekolah yang luar biasa. Pencetak generasi bangsa yang santun , berkarakter dan religi.
Hari berlalu begitu cepat. Semester tiga kulewati dengan rasa percaya diri yang meningkat. Aku telah memperoleh beberapa penghargaan. Penghargaan tertinggi ketika berhasil juara dua FLS2N. Sayangnya tahun depan aku tidak bisa mengikuti kegianan FLS2N lagi. Kini tujuanku adalah Ujian Nasional ( UN ). Selainn meningkatkan nilai-nilai semesterku dari semester satu samapai semester lima nanti. Posisiku sekarang kelas sebelas semester dua. Kata guruku raporku harus naik kalau mau mengikuti SBMPTN atau SNMPTN
Aku sudah menghitung rata-rata semester satu sampai semester tiga. Alhamdulillah nilaiku mengalami kenaikan . semester satu nilai rata-rataku 90,8, semester dua 91, 90 dan nilai rata-rata semester tiga 92. 48. Rentang rata-rata yang harus terus mengalami kenaikan. Semester empat kali ini aku harus lebih giat belajar untuk mengatasi ketertinggalan ku karena berangkat lomba kemaren. Teman-temanku yang baik hati selalu memberitau tentang ketertinggalanku. Jujur disekolah ku sekarang persaingan begitu ketat. Kalau kita lengah sedikit saja maka teman-teman yang lain tak sungkan mengerjar dan mendahului kita. Persaingan sehat ini menjadikan kami setiap saat memacu diri. Memberikan yang terbaik.
Semester empat di kelas sebelas ini menjadi saksi betapa kesbundakan-kesbundakan kami dalam melaksanakan beberapa event lomba. Sebagai seorang pelajar aku dan teman-temanku tentu mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan. Kami harus bisa menyeimbangkan teori dan praktik. Menyelaraskan ilmu dunia dan ilmu akhirat. Karena kami tinggal dalam satu asrama yang lingkungannya berdampingan dengan sekolah maka kami diuntungkan dari segi waktu dan fasilitas. Sekolah yang lengkap fasilitis ini membuat kami bisa merambah dunia luar untuk mendukung materi pelajaran. Dunia yang berbatas itulah istilahnya. Jaringan internet dua puluh empat jam sangat mendukung proses kegiatan belajar mengajar. Kami dipersilahkan menggunakan internet sekolah hanya ada batasan waktu. Laptop yang diberikan kami selama 3 jam dalam sehari membuat kami berlomba-lomba untuk mencari materi dan memindahkan ke buku --buku kami. setelah tiga jam maka laptop harus dikembalikan kepada guru.
Berpacu dengan waktu, kadang waktu dua puluh empat jam terasa masih kurang. Dalam hitungan hari kami harus mengikuti ujian. Ujian semester empat. Bagiku ujian semester juga penentu . penentu nilai-nilaiku agar mengalami kenaikan dari nilai sebelumnya. Sesbundak apapun aku, aku berusaha belajar walau hanya dalam hitungan menit. Belajar menjadi sebuah kebutuhan bagiku. Kebutuhan dalam tanya petik. Sama pentingnya dengan makan. Kalau aku tidak belajar rasanya ada yang kurang.
Aku bukan tipe anak yang memiliki IQ genius. Tetapi karena aku selalu mengulang pelajaran mungkin itu yang menyebabkanku bisa mempertahankan prestasiku selama ini. Ku sadari betul kekuranganku. Aku lemah dalam bidang eksakta. Untuk mengimbanginya aku babat pelajaran --pelajaran yang sifatnya hafalan. Dan berusaha untuk menyeimbangan antara otak kiri dan otak kanan.
Ujian semester pun tiba. Kami semua semangat menghadapinya. Mungkin ada motif lain, karena setelah ujian biasanya kami di beri liburan. Liburan dan bisa berkumpul dengan keluarga. Saat kembali kerumah hanya dilakukan setelah ujian semester. Setelah lima atau enam bulan berpisah dengan keluarga tentu saat berkumpul dengan keluarga begitu berharga.
Jarak sekolah dengan asrama yang hanya setengah kilo meter, membuat kami berjejer rapi, seolah seperti dikomando. Masing-masing memegang satu buku. Mereka berjalan seperti dukun, mulutnya komat kamit. Lucu juga kalau dilihat. Tapi itulah kebiasaan kami, mengulang pelajaran  di setiap tempat. Waktu adalah uang itu kata orang di seberang sana, tapi bagi kami waktu adalah pelajaran.
Berkutat dengan soal-soal ketika ujian membuat suasana kelas begitu tenang. Detik jarum jam pun terdengar, terkadang diiringi dengan nyanyian-nyanyian cicak yang kami tak tau apa maknanya.pena lihai menari-nari diatas kertas menuliskan angka dan kata. Tak jarang pena berhenti mengikuti pemikiran pemiliknya. Sesaat lalu menari lagi mengikuti putaran jarum jam yang tak pernah berhenti.