Tiba kegiatan pengambilan rapor hari ini. Orang tua dikumpulkan di satu aula. Berbagai program sekolah dan kegiatan-kegiatan siswa dipaparkan. Dengan harapan semua mendapat dukungan dari orang tua. Dialog antara kepala sekolah, guru dan orang tua pun terjadi. Beberapa kali terjadi kesepakatan-kesepakatan yang tentunya untuk kebaikan kami.
Setelah kegiatan presentasi sekolah selesai tibalah saat yang dinanti-nanti oleh para siswa tentang pengumuman juara. Seluruh siswa merasakan dag-dig-dug-der. Termasuk aku. Pengumuman di mulai dari kelas dua belas. Begitu banyak prestasi yang diraih oleh kakak-kakak tingkatku ini. Lomba -lomba di tingkat universitas, propinsi bahkan nasional. Satu-persatu siswa berjalan ke depan untk memperoleh penghargaan. Penghargaan berupa tepuk tangan pun terus bergemuruh. Dalam hati kecilku aku sangat ingin tampil ke depan untuk membuat orang tuaku bangga. Tapi aku sadar selama ini belum pernah aku menjadi juara ketika mengikuti lomba. Kalau juara kelas rasanya juga jauh karena teman di kelasku juga banyak yang pintar. Kalau dilihat dari nilai harian rasanya itu tak mungkin. Tapi semua menjadi rahasia Allah. Allahlah yang maha tau.
Pengumumann yang mendebarkan menjalar di kelas X IPA 1, yaitu kelasku. Bagi kelas X memang belum ada perlombaan yang kami ikuti, baik tingkat propinsi atau tingkat nasional. Di kelas X hanya mengumumkan tentang juara kelas. Saat juara ketiga tersebutlah nama Naufal Rafif sebagai pemegangnya. Putus harapanku juara tiga sudah ada pemeganngnya. " Juara dua di raih oleh Rifana" demikian kata wakil kepala sekolah urusan kesiswaan. Dug rasanya berhenti jantungku. Namaku di sebut. " Terimakasih ya ALLAH" ucapku dalam hati. Â Aku pun maju ke depan melengkapi barisan siswa-siswa berprestasi lainnya. Langkah gemetar mengiringi perjalananu ke tempat podium. Maklum ini yang pertama kalinya aku maju berjejer dengan siswa-siswa berprestasi. Sungguh pengalaman yang pebuh debaran jantung. Rasa bahagia itu menyelimuti seluruh jiwa.
Dari depan kulihat wajah kedua orang tuaku tersenyum bahagia. Aku pun merasakan hal yang sama. Aku ingin sekali membahagiakan kedua orang tua dan keluargaku. Setelah selama ini sering wajah mendung yang kulihat di wajahnya, terutama wajah bunda. Sebagai anak aku sangat ingin menghapus bekas luka itu, walau tidak bisa hilang bersih paling tidak menyamarkan bekas luka itu. Â
Saat permberian hadiah aku menerima piagam dan bingkisan. " Â Para siswa ini semuanya juara , bukan hanya juara dalam angka-angka tetapi karakter mereka itu yang paling utama." Demikian yang disampaikan oleh kepala sekolahku.
Setelah kami menerima piagam penghargaan kami pun menuruni anak tangga podium. Aku langsung menuju keorang tuaku.. kuserahkan pigam penghargaan yang ku pegang. Bunda tersenyum sangat lugu dan mengucapkan terimakasih padaku. Air mataku tak bisa kompromi lagi, menetes perlahan. Ku peluk bunda. Tanpa kata yang terucap. Lalu kamipun menuju ruangan kelas masing-masing. Di dalam kelas sudah menunggu wali kelas dan setumpuk rapor di atas meja. Satu persatu nama siswa di panggil. Siswa maju bersama orang tuanya. Diskusi kecil pun terjadi antara wali kelas dan orang tua siswa. Sampai tibalah giliran namaku. Aku maju bersama bunda. Diskusi yang hangat ku dengar antara bunda dan wali kelasku.
Setelah pengambilan rapor akupun menuju ke asrama untuk mengambil barang-barang yanag telah kupersiapkan untuk ku bawa pulang. Kami di beri waktu lbundar selama satu minggu. Aku senang sekali karena sudah hampir enam bulan aku tidak pernah melihat suasana kamarku. Aku kangen dengan tempat tidurku. Dengan bantal lusuhku. Selama enam bulan selam semester satu kami memang tidak diizinkan pulang , itu sudah peraturan sekolah, tetapi orang tua di izinkan untuk menjenguk kami di minggu pertama setiapa bulannya.
Hari pertama di rumah kugunakan  untuk melepas kangen dengan rumah. Aku tidak keluar kemana- mana. Membersihkan kamarku , mengganti spray, membersihkan dinding-dinding, menyusun letak benda-benda dikamar itu yang kulakukan. Kegiatan yang sering ku lakukan diasrama membersihkan kamar sudah menjadi tanggung jawabku. Tak terasa haripun sudah senja, habislah waktu seharian liburan ku di rumah.
 Pada hari berikutnya aku membuat janji pada teman-temanku di SMP dulu untuk bertemu. Dan bunda amenyuruh pertemuan itu di rumah. Sejak pagi aku mempersiapkan tempat untuk kumpul bersama teman. Dukungan bunda mengalir, bunda juga sbundak membuat cemilan. Bahkan mempersiapkan makan siang untuk kami. Tepat di jam sepuluh lima orang temanku datang. Kami melepas kangen dengan bercerita tentang pengalaman di sekolah baru. Cerita itu pun mengalir tak henti-hentinya dari kami, saling menimpali, saling menaggapi dan dsaling memberikan reaksi tentang pengalaman-pengalaman yang telah kami lalu. Terkadang kembali memori mengingat masa lalu kami ketika di SMP yang sekarang tinggal kenangan. Terkadang lucu mengingat kejadian masa lalu, maka tawa bahagia pun mengiringi setiap kata. Benar-benar suasana keakraban yang tak mungkin ku lupa. Ketika memasuki jam makan siang maka bunda ku mempersilahkan teman-temanku untuk bersantap. Bunda menghidangkan sayur asem, sambel trasi dan ayam goreng yang luar biasa nikmatnya. Makanan di atas meja itupun kami santap hingga tak bersisa.
Seminggu menikmati liburan semester satu, membuat semangat baru dan kembali ke asrama dengan baterai yang full. Aktivitas dan rutinitas di awal semester dua bermula, proses pembelajaran mulai mengisi hari-hari. Kini aku harus lebih mempersiapkan diri untuk mengikuti even-even perlombaan. Kecintanku pada membaca puisi menjadi pelecut semangat untuk mengikuti lomba.
Tibalah saat yang dinanti sekolahku mendapat undangan lomba membaca puisi di salah satu fakultas di perguruan tinggi. Pak Fahry selalu guru bahasa indonesia dan pembimbingku menawarkan padaku tentang perlombaan itu " Kamu harus ikut Rifa, Jangan cari menang tapi cari pengalaman terlebih dahulu." Itu pintanya. Aku pun menjawabnya " Iya Pak, Saya akan berusaha sebaik mungkin ." jawabku. Lalu hari- hari menjelang perlombaan aku selalu rutin latihan dengan Pak Fahry. Begitu banyak ilmu yang Pak Fahry tularkan kepadaku. Aku kagum padanya, ternyata Pak Fahry dulu pernah memenangkan lomba membaca puisi tingkat mahasiswa se sumatera. Pengalaman yang pernah diperolehnya tanpa pelit dia tularkan padaku. Kadang aku merinding saat Pak Fahry memabacakan puisi.