Kesenangan bunda pada dunia pendidikann tidak membuatnya patah semangat karena hukuman. Kini bunda beraktivitas kembali dengan membuka les di rumah. Beberapa siswa telah menjadi konsumennya. Latar belakang sarjana psikologi yang  bunda miliki membuat ia sangat memahami dunia anak. Setiap minggu bertambah saja anak-anak yang belajar pada bunda. Kini sudah berjumlah dua belas orang. Yang dibagi dalam dua kelompok. Bunda mengajar anak-anak seusia SD. Akupun kini sudah kelas tiga SMP. Usiaku kini bertambah dan aku lebih dewasa itu menurutku...
Masa-masa berat tanpa bunda telah terlewati. Aku mendapat dukungan dari banyak pihak. Dari teman-teman sekolah dari guru-guruku. Dukungan yang membuatku semakin tegar dalam menghadapi ujian, ujian kehidupan, sehingga membuatku mampu bertahan. Â
Hari-hariku di kelas tiga SMP ini dipenuhi dengan kesibukan yang luar biasa. Aku tidak lagi bisa pulang kerumah pada pukul tiga tapi baru sampai dirumah pukul lima sore. Bahkan jam setengah enam sore. Hal ini karena ada jam tambahan untuk mata pelajaran yang di ujian nasionalkan. Kali ini aku menghadapi hari hari seperti tiga tahun yang lalu ketika masih di SD. Tapi kini lebih berat karena ada empat mata pelajaran yang harus ku hadapi di ujian nasional nanti. Antara lain bahasa indonesia, bahasa inggris, matematika, dan IPA. Pada mata pelajaran IPA terbagi ada pula bagiannya fisika, kimia dan biologi.
Seiring bertambahnya usiaku dan ujian dalam perjalanan hidupku tentu membuat mentalku lebih kuat. Rasanya aku tiada bermasalah dengan pelajaran, begitu juga dengan bakatku membaca puisi. Pernah aku mengikuti lomba baca puisi atau FLS2N. Ketika dikabupaten aku memperoleh juara 1 dan mewakili kabupatenku menuju propinsi. Tetapi dipropinsi aku memperoleh juara dua sehingga belum bisa menuju nasional. Kekalahan adalah keberhasilan yang tertunda. Dengan tertundanya aku kali ini aku bertekad maju ke nasional pada tahun depan.
Ketika aku duduk di kelas sembilan aku sudah tidak boleh mewakili sekolah untk membaca puisi lagi pada event FLS2N. Tiada mengapa. Aku akan maju ketika di SMA nanti itu tekadku. Begitu juga dengan pendapat bunda. Bunda yang selalu mendukungku dalam berbagai hal. Sekarang diusiaku yang menginjak lima belas tahun bunda semakin perhatian padaku. Banyak cerita-cerita yang selalu keluar dari bibir mungilnya. Bunda seperti teman bagiku. Tempat aku bertanya dengan pelajaran-pelajaranku. Tempat aku menimba ilmu kehidupan.
Bunda kembali seperti dulu. Pengalaman di hotel prodeo membuatnya makin teruji dengan keadaan. Sebagai penyandang sarjana psikologi beliau paham betul dengan keadaan ku sekarang. Keadaan yang lagi puber-pubernya. Dengan pendampingan bunda aku merasa tiada beban. Pernah suatu hari aku bercerita dengan bunda tentang seorang teman. Teman lelaki. Tanggapan yang yang tak terduga ku peroleh dari bunda. " itu perasaan yang wajar Mbak." Demikian komentarnya. Tapi beliau tidak pernah mendukungku dalam hal pacaran katanya" Dalam islam tidak ada istilah pacaran." Sebagai seorang anak yang pernah berpisah dengan bunda aku akan selalu mendengar nasihat bunda. Aku juga tak meninginkan pacaran. Tapi aku siap mendengarkan keluh kesah temanku yang bercerita tentang lawan jenisnya.
Hal-hal yang tak terlupakan ketika masa-masa sekolah. Hal-hal manis yang terangkai karena pertemuan kami setiap hari. Penuh canda, tawa daan suka kami lalui bersama, bersama teman-teman dan guru-guruku satu persatu aku dan teman-temanku mengukir prestasi. Masa tiga tahun di SMP bergulir dan aku harus bersiap-siap untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. SMA ya.. kata orang masa paling indah adalah masa SMA apa iya ya... entahlah.
Setelah lulus dari SMP aku berencana melanjutkan ke sekolah di luar kota. Sekolah pavorit di propinsiku. bunda yang pertama menyarankan untukku sekolah di luar. Karena bunda ingin melihat prestasiku  lebih berkembang. bunda sangat mendukungku dalam hal puisi. Kalau di kota kata bunda aku mudah mendapatkan referensi. Akupun menuruti kata-kata bunda. Walau aku tau sebenarnya ayah kurang setuju dengan keputusan bunda. Tapi akhirnya ayah mengalah semua dilakukan untuk kebaikanku.
Aku melanjutkan ke sekolah paling ternama di propinsiku. Seleksinya ketat, terutama menggunakan nilai rapor dari semester satu sampai semester lima. Walaupun aku tidak pernah juara satu dikelas tapi aku selalu mendapatkan lima besar. Nilai rata-rataku pun selalu naik. Grafik nya bagus kata bunda, berbekal nilai rapor inilah aku memberanikan diri untuk mengikuti seleksi di sekolah ini. Seleksi nilai rapor aku berhasil aku menjadi peserta ke seratus tiga dari empat ratusan siswa yang mendaftar. Maklumlah sekolah ini tidak membutuhkan biaya. Selain mutunya bagus sekolah ini juga di dukung sepenuhnya oleh pemda propinsi dan menjadi aset pemda. Jadi siswa yang masuk kesini berasal dari kabupaten-akupaten dipropinsiku. Setelah nilai raporku mampu bersaing. Aku mengikuti tes tertulis setelah satu minggu menunggu aku berhasil dalam tes tertulis. Selesai sudah dua langkah untuk aku maju ke sekolah ini, tinggal dua langkah lagi tes fisik dan wawancara.
Setelah pengumuman tes tertulis tinggal dua ratus calon peserta didik yang mengikuti tes. Dua ratusnya telah gugur. Namaku bertengger pada urutan 88. Semangatku semakin menyala. Begitu juga dengan bunda. Setiap hari beliau memberiku semangat. " kita harus rajin berusaha dan berdoa Mbak " demikian tuturnya.
Dari pihak sekolah pun selalu memberikanku dukungan. Dukungan moril yang sangat ku butuhkan. Begitu mendengar namaku lulus menggikuti tes tertulis, teman-temanku langsung mengucapkan selamat. Baru aku sampai di sekolah teman-temanku berlari , memelukku dan memberikan ucapan selamat dan doa semoga aku bisa berhasil masuk kesekolah pavorit ini. Tak hanya taman-temanku guru-guruku pun menyalami dan mngucapkan selamat padaku. Aku berterimakasih pada semua guru karena bimbingannya selama ini, karena dukungan dan ilmu yang guruku berikan maka aku bisa sampai di sini.