Kemanapun terbang
Kalian kan hinggap di airmata kami
Kemanapun berlayar
Kalian arungi airmata kami
Kalian sudah terkepung
Tak bisa mengelak
Tak kan bisa kemana pergi
Menyerahlah pada kedalaman air mata kami
Begitu menyentuh kalbu kata-kata dari Sutarjiini. Rangkaian kata dan irama yang menyatu sangat menyantuh kalbuku. Aku terlena dalam untaian kata-kata dalam kalimat-kalimat pembangun puisi. Aku begitu menyatu dalam pusi tanah air mata, sehingga yang kuucapkan seperti kulakukan.
Perlombaan pertama kali yang kurasa saat aku SMA. Puisi " Tanah Air Mata " menghantarkan ku pada pemuncak juara. Jura pertama itu pengumuman dari panitia. Ya... aku berhasil membacakan pusis Sutarjikali ini. Aku harus bersaing dengan ratusan orang tingkat SMA yang berasal dari beberapa kabupaten. Walaupun dari daerah mereka juga punya rasa dalam berpuisi. Sungguh aku tidak menyaka bila predikat juara bisa aku rasa. Selembar piagam, piala dan uang pembinaan ku peroleh saat mengambil kemenangan. Ini adalah pengalaman pertama yang sangat berkesan.
Keesokan harinya begitu sampai disekolah banyak teman-temanku yang memberikan ucapan selamat atas prestasiku. " Kamu luar biasa Rifa.' Demikian puji Maya. Teman sekaligus penyair muda yang terus memberi semangat padaku. " Kamu juga Hebat Maya, suatu hari nanti puisi mua akn sejajar denga puisi sutarji." Demikian aku membalas pujiannya. Kami berdua pun saling berpelukan dn bergandengan tangan menuju kelas.