Aku kembali kesekolah. Langkah kaki gontai menuju asrama. Seminggu sudah asrama ini ku tinggalkan. Pikiranku kini melayang memikirkan keadaan ayah sementara aku juga harus berjuang disini. Di SMA tidak ada istilah masa langaku seperti di perguruan tinggi. Seandainya saat ini aku sedang kuliah pasti aku mengambil masa langaku dan merawat ayah. Aku ingin membalas jasanya. Ingin mengabdi padanya. Ingin membalas budi baiknya. Tapi semua hanya seandainya....... seandainya....
Si penyair muda langsung menghampiriku saat kakiku sampai di kamar. Mempertanyaakan keadaan ayah. Semua pertanyaannya ku jawab lesu. Maya memberikan semangat padaku bahwa kita harus tetap hidup dan bersemangat. Kita hanya makhluk kecil yang yang tak bisa melawan takdir. Dibalik semua ujian pasti ada rencana indah yang telah dipersiapkan oleh Tuhan. Demikian katanya
Aku salut dengan sahabatku ini. Masalah yang bertubi-tubi menghantam keluarganya tidak menjadikan ia putus asa. Berbeda dengan diriku, aku merasa sangat lemah ketika menghadapi ujian-ujian dari Tuhan. Walaupun semua ujian itu dapat kuhadapi tapi dengan tertatih-tatih dan terseork-seok serta meninggalkan bekas luka yang dalam.
Hari-hari menuju kesekolah kini ku lalui dengan kurang semangat. Langkahku ke sekolah, ragaku di kelas tapi jiwaku di rumah. Memikirkan keadaan ayah sekarang. Ku usir rasa ketakuatan kehilangan ayah, ku yakinkan bahwa bunda pasti telaten menjaga ayahku. Sesaat bisa tapi  beberapa saat kemudian muncul lagi. Benar-benar ujian yang sangat berat ku alami saat ini mungkin karena posisi ku yang jauh dari keluarga. Dan sendiri di perantauan.
Sekolah memberikan dispensasi padaku . diawal bulan aku  boleh pulang karena keadaan ayah. Mungkin ini pertimbangan yang diberikan sekolah untukku. Aku sangat senang mendapat kesempatan ini. Didampingi Maya sahabat karibku aku pulang ke rumah dengan menumpangi kendaraan umum. Perjalanan yang kutempuh selama satu setengah jam di kendaraan umum ini terasa begitu panjang. Aku ingin cepat sampai ke rumah. Ingin segera memeluk ayah dan mengetahui khabarnya. Tetapi waktu yang sangat panjang ini terasa semakin panjang karena sang sopir menaikkan dan menurunkan penumpang di jalan. Belum lagi kepulan asap rokok dari penumpang yang sangat menyesakkan dada. Makin menmbah ketersiksaan perasaanku dalam perjalan menuju rumah. Waktu yang biasa ditempuh satu jam setengah dengan kendaraan pribadi menjadi hampir dua jam dengan kendaraan umum.
Setelah sampai di kotaku aku harus melanjutkan perjalanan ke rumah menggunakan ojek. Kata ojek di tempat tinggalku merupakan angkutan yang tak asing bagi kami. ojek ini menggunakan sepeda motor dan ditambah dengan tenpat duduk di sampingnya. Satu ojek bisa ditumpangi dua orang. Aku dan Maya naik ojek untuk sampai ke rumah.
Sesampainya di rumah aku melihat ayah terbaring lemah. Di ruang keluarga ini ayah bersandar pada dinding. Seolah raganya tak bisa dijadikan sandaran tubuhnya. " Assalamualaikum Ayah, " teriakku  . Sepertinya  ayah kaget dengan kehadiranku. Tentu ayah tidak menyangka aku pulang  karena baru satu bulan aku di asrama. " Aku mendapat dispensasi dari sekolah untuk melihat ayah." Sebelum pertanyaaannya keluar aku sudah memberikan jawaban. Ayah tersenyum, meraihku dan mendaratkan kecupan hangat di keningku. Seluruh jiwaku bergetar. Karena kasih sayang seorang ayah. " Ayah , maafkan aku yang tak bisa menjaga ayah." Bisikku dalam tangis. " belaian lembut ayah merupakan jawabannya. " Tidak apa-apa Mbak." Balasnya. " Ayah sudah sehat, kewajiban Mbak Ana sekarang adalah belajar, Mbak Ana sudah kelas tiga kan , Mbak ana kan mau jadi guru seperti bunda, jadi Mbak Ana konsentrasi saja dalam pelajaran. Ayah sudah sehat Nak." Lanjutnya. Aku hanya tersedu mendengar perkataan ayah. Aku tau ayah hanya menghiburku. Dari raut wajahnya terlihat kalau dia sedang  menderita.
Dua hari dirumah cukup bagiku untuk melepaskan kangen dengan keluargaku. Aku harus berangkat ke sekolah kembali. Tapi kali ini ada yang berbeda senyuman ayah yang mengiringiku pergi membuat semangat dalam diriku. Ayah meyakinkanku akan sembuh. dibawah pengawasan bunda ayah dijaga pola makannya. Sesuai dengan intruksi ahli gizi di rumah sakit kemaren.
Bunda bercerita padaku kalau ayah harus istirahat beberapa bulan. Sampai ayah pulih betul baru bisa kerja kembali. Â Perusahaan ayah juga memberikan dispensasi kepada ayah, dan memberi surat izin selama tiga bulan. Hal ini disebabkan karena ayah harus kontrol dan membutuhkan proses pengobatan yang lama. Supaya tidak terganggu kerjaan dikantor maka ayah mengambil cuti panjang.
Sewaktu ayah mengambil cuti panjang. Tiba-tiba perusahaan tempat ayah bekerja diguncang masalah. Mengalami krisis dalam penjualan dan menurunnya harga barang produksi di pasaran dunia membuat perusahaan mengurangi karyawan. Ayah pun menjadi salah satu karyaawan yang dirumahkan.
Itulah yang terjadi dengan ayah. Ayah dirumahkan. Kembali ujian datang dari Tuhan. Disaat ayah membutuhkan  biaya untuk pengobatan tapi kini ia pun dirumahkan. Saat itu akupun sedang membutuhkan biaya untuk kuliah. Memang ayah mendapat tunjangan dana dari perusahaan. Tetapi karna ayah tidak berpenghasilan setiap bulan. Dana itu makin menipis dan tergerus untuk biaya pengobatan ayah.Â