Alhamdulillah... itu yang selalu kuucapkan. Kini aku telah punya seorang adik kembali. Seorang adik perempuan menggantikan adikku yang kemaren yang sudah kembali ke pangkuan Tuhan.
Setelah di azani oleh ayah adikku dibawa ke ruangan bayi. Aku tak dapat mengikutinya. Aku masih menunggu di depan pintu operasi. Tetapi aku belum melihat wajah bunda. Apa yang terjadi dengan bunda ? mengapa ia begitu lama diruang operasi? Padahal adikku sudah keluar ruangan satu jam yang lalu. Setelah menunggu hampir dua jam baru kulihat perawat mendorong tempat tidur keluar, ku berharap ini bunda , dan ternyata benar bunda. Alhamdulillah ucapku dlam hati. Bunda selamat setelah melakukan operasi. Ku lihat bunda terbaring lemah ditempat tidur dan di dorong menuju kamar perawatan. Begitu melihatku bunda tersenyum dan menggenggam tanganku dalam perjalannannya. Aku pun mengikuti langkah kaki perawat yang membawa bunda menuju kamar.
Sesampainya di kamar bunda memelukku dan menanyakan " Mbak sudah lihat Adik ?" aku jawab dengan anggukan kepala. " Cantikkan " lanjutnya. " Cantik bun, putih" balasku. "Tetapi sekarang adik dimana bun, kok tidak disi bersama kita", tanyaku. " adik masih di ruangan perawatan bayi, nanti juga akan diantar kesini ." jawab bunda. Kulihar bunda sambil meringis. Mungkin ada sakit yang dirasakannya.
Selama di rumah sakit bunda memberikan penjelasan kepadaku mengapa bunda lama keluar dari ruangan operasi. Ternyata ada kelainan di rahim bunda . kalau bunda hamil lagi akan bermasalah dengan kesehatan bunda. Makanya dokter , bunda dan ayah memutuskan untuk melalkukan steril. Bagi anak seusiaku aku belum mengerti apa itu steril, yang tertangkap dipikiranku hanyalah bahwa bunda tidak bisa hamil lagi.
Tiga hari dirumah sakit, bunda dan adikku sudah boleh pulang kerumah, ku persiapkan perlengkapan adikku di rumah, kasur mungilnya kuletakkan ditempat tiidur, dilengkapi dengan bantal dan guling kecil. Kelambu juga ada kusediakan , kulihat wajah bahagia ayah saat melihatku sbundak mempersiapkan kebutuhan adik kbayiku. " Mbak sudah siap ?" tanya ayah padaku, kalau sudah siap yok kita berangkat menjemput bunda lanjutnya. Yok yah,, balasku sambil mengelayut di tangannya.
Sama perlakuan yang diberikan bunda pada adikku yang sekarang dengan adikku yang dulu, pada bulan bulan pertama adikku dimunisasi, katanya ini untuk kekebalan tubuh. Adikku pun tumbuh sempurna dan sehat. Keceriaan selalu terpancar dari matanya. Sekarang dia sudah pandai merangkak.
Sampai pada suatu hari adikku demam panas tinggi, dengan sigap bunda membawanya ke dokter, kata dokter demam adikku sangat tinggi, mencapai empat puluh derajat. Karena panasnya tinggi adikku sering kejang-kejang. Sama seperti yang dialami oleh adik pertamaku Efek dari kejang kejang ini adikku tidak bisa merespon  dan kembali seperti bayi yang baru lahir. Â
Aku tidak bisa bayangkan keadaan adikku sekarang. Dia lagi lucu-lucunya. Masih kulihat dia merayap dan  mengambil semua benda di lantai, masih kudengar celotehan celotehan manjanya. Masih tercium aroma minyak kayu putih yang selalu membaluri tubuhnya. Tapi kini ia hanya terbaring tanpa kata, tanpa celotehan manjanya. Tanpa senyuman. Tatapan matanya kosong. Adikku kembali seperti bayi lagi. Entah rasa sapa yang dirasakannya saat ini. Tetapi semua panggilan kami, tiada pernah dia balas sekali pun dengan senyuman.
Bunda dan ayah memutuskan untuk membawa adik berobat di jawa. Hal ini dengan dasar pertimbangan di jawa banyak rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang lengkap dan tidak terlalu jauh dari rumah nenekku. Akhirnya. Berangkatlah bunda dan adikku ke jawa. Mereka pergi hanya berdua, tanpa aku dan ayah. Saat itu aku harus tetap bersekolah dan ayah harus tetap bekerja mencari biaya untuk pengobatan adikku.
Sebagai seorang kakak yang selalu rindu dengan kehadirannya. Aku tak sanggup menyaksikan semua ini. Aku berdoa pada Tuhan biarlah aku yang mengalami semua ini. Biarlah aku yang sakit, biarlah aku yang lupa ingatan. Tapi jangan dia. Jangan adikku. Â Tak kuasa sebagai hamba aku hanya pastrah pada Tuhanku.
Dalam kemurunganku ayah datang, membelaiku dengan lembut, memelukku dan mengatakan " Ayah tau Mbak sayang sama adik, tapi saat ini Mbak jangan menangis terus. Apakah kalau Mbak menangis adik bisa sembuh? Tanyanya " seketika ku gelengkan kepala. Â Â Â " nah ... kita hadapi ujian dari Allah ini, saat ini kita hanya bisa berusaha dan berdoa, semoga Allah mengangkat Penyakit Adik. Tiada yang tidak mungkin bagi Allah. Kita tidak tau apa rencana Allah selanjutnya. yang jelas kita harus sering berdoa pada Allah untuk kesembuhan adik. Jadi Mbak jangan menangis lagi, lebih baik Mbak ambil air wudhu, sholat lalu berdoa pada Allah " lanjut ayah