Sesampai di pasar, Pak Tedjo meletakkan keranjang yang dibawa. Diatur dan dipilah buah kelapa itu untuk menarik para pembeli. Rupanya di dekatnya sudah ada pedagang buah kelapa yang lain. Pak Tedjo merasa tak tersaingi dengan pedagang itu. Setelah menarik nafas dalam-dalam, ia siap menyambut pembeli. Untuk menarik perhatian pengunjung pasar, ia berteriak, "mari, mari, buah kelapa yang sedap untuk membuat santan masakan."
Apa yang dikatakan itu rupanya manjur, terbukti banyak pengunjung pasar yang meliriknya. Beberapa di antaranya menghampiri dan menawar berapa harga per biji. Silat lidah dari Pak Tedjo mampu meluluhkan kekakuan pembeli yang menawar sehingga mereka mau mengiyakan harga yang ditentukan oleh Pak Tedjo. Satu persatu buah kelapa yang ada dibawa terjual.
Hari semakin siang, pasar pun mulai sepi. Orang-orang dusun sudah banyak yang meninggalkan tempat jual beli paling ramai di kampung itu. Rasa capek di mulut dan kaki pun dirasakan Pak Tedjo. Ketika sudah tak ada pengunjung pasar yang melintas. Dilihatnya buah kelapa yang tersisa. "Lima buah," desisnya setelah melihat sisa yang ada.
"Allhamdulillah," Pak Tedjo mengucapkan syukur sebab dagangan yang dibawa laku banyak. Dengan demikian, dirinya membawa keuntungan lebih dan tak perlu mengeluarkan tenaga lagi untuk menggotong pulang ke rumah.
Saat pasaran di pasar sudah sepi, dagangan dan keranjang itu dirapikan. Selanjutnya diangkat keranjang itu untuk meninggalkan tempat yang dari pagi digunakan untuk menjajakan buah kelapa itu. Pak Tedjo tidak langsung pulang. Lebih dahulu ia berbelanja kebutuhan sehari-hari. Ia membeli beras dan yang lain dengan uang yang diperoleh dari hasil penjualan buah kelapa. Sebab hasil penjualan lari maka hari itu ia membeli telur ayam. Telur ayam bagi warga dusun adalah lauk yang jarang dikonsumsi, masih terbilang barang mewah, sehingga tak semua warga dusun bisa menikmati. Warga dusun tak banyak yang mengkonsumsi telur, selain harga per butirnya terbilang mahal, sebab mereka masih banyak yang miskin, juga karena stock telur sangat terbatas.
"Membeli telur untuk kesehatan anak yang dikandung istriku," gumamnya dalam hati ketika melihat tumpukan telur yang berada di depan matanya.
"Beli tiga ya mbak," ujar Pak Tedjo kepada penjual telur yang terbilang masih muda itu. Tanpa banyak bertanya, penjual telur itu membungkus benda bulat lonjong berwarna kuning buram itu di sebuah plastik dan langsung menyerahkan setelah Pak Tedjo menyerahkan uang.
Setelah membeli telur, ia langsung bergegas menuju ke Mbok Bero. Mbok Bero adalah pedagang beras yang terkenal di pasar itu. Di tokonya, beras berkarung-karung. Banyak warga kampung yang membeli beras di Mbok Bero. Bahkan ada warga kampung yang memberanikan diri ngutang beras bila tak mempunyai uang.
Saat berada di toko itu, kesibukan terlihat. Jongos Mbok Bero sibuk melayani pembeli, ada pula yang memindahkan beras dari satu karung ke karung yang lain. Melihat Pak Tedjo datang, Mbok Bero langsung menyapa, "Djo piye kabarmu, bagaimana kabarmu?"
"Buah kelapamu laku semua ya?"
Disapa dan mendapat pertanyaan yang demikian, Pak Tedjo tersenyum dan mengatakan, "Alhamdulillah."
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134