Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Para Penggali Kubur

7 Februari 2022   11:41 Diperbarui: 7 Februari 2022   11:43 2304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

            Di tengah berbagai pertanyaan seperti itu, tiba-tiba Slamet berteriak, "hai semua yang bawa cangkul, gali tanah di bawah pohon itu." Mendengar perintah yang demikian, Samiun tampak kebingungan. Buat apa tanah di bawah pohon itu digali. "Heh, kamu dengar tidak apa yang saya perintah," bentak Slamet kepada Samiun. Samiun pun menuju ke tempat itu. Rupanya dirinya tidak sendiri. Sudah ada beberapa orang yang seperti dirinya. Mereka juga membawa cangkul. Samiun berpikir bahwa orang-orang itu juga didatangkan Slamet untuk diajak ke balik bukit.

            Para pembawa cangkul itu pun segera mengayunkan alat itu ke tanah. Benturan yang keras membuat tanah itu pecah permukaannya. Lamban laun tanah yang sebelumnya rata dengan permukaan bumi, sekarang menjadi lubang yang menganga. Lubang itu seluas 3 x 3 meter dengan kedalaman 4 meter.

            "Cukup," teriak Slamet begitu tanah yang dihujani cangkul itu sudah membentuk lubang yang cukup dalam dan lebar. "Sekarang kamu semua minggir," teriaknya lagi. Dengan buru-buru, para lelaki yang membuat lubang menganga itu langsung minggir dan menjauh dari tempat itu.

            Selanjutnya Slamet melihat lubang itu dengan seksama. Sorot matanya tajam melihat lubang yang dalam. Diinjaknya tanah di dekat lubang itu. Injakan itu kuat dan tanah tak bergerak. Hal demikian menunjukkan lubang itu dikelilingi tanah yang keras.

            Tak dikomandoi, Nusiron dari ormas pemuda dan Badak, julukan Kateno, preman kampung, menuju ke lubang itu. Samiun heran mengapa dua pria itu membawa pedang dan klewang. Mereka biasa membawa senjata tajam hanya di saat Hari Raya Idhul Adha. Kedua orang itu biasanya yang menyembelih sapi dan kambing pada hari raya qurban itu.

            Di tengah kebingungan itu, tiba-tiba Slamet menggelandang salah satu orang dari 20 orang yang diikat tangannya tadi. Dengan kasar, Babinsa itu menyeret orang itu menuju lubang yang telah digali. Sampai di pinggir lubang, orang itu di suruh menghadap ke lubang. Saat orang itu menatap lubang ke bawah, tiba-tiba Nusiron menebaskan pedang yang dibawa ke arah leher. Sabetan yang keras dan tajamnya membuat kepala orang itu putus dari badan. Dari lehernya muncrat darah dengan tekanan yang keras. Darah itu muncrat ke muka Nusiron. Secara reflek ia menendang tubuh itu hingga tersungkur ke dalam lubang menyusul kepalanya yang sudah jatuh lebih duluan.

Melihat pembantaian itu, Samiun kaget. "Apa salah mereka," ujarnya dalam hati sambil menutup matanya ketika pedang itu membabat leher.

Setahun sebelumnya di kampung, memang sering terjadi perkelahian antarwarga. Samiun tidak tahu apa masalahnya para warga berkelahi. Mereka yang berkelahi itu antara aktivis PKI dengan para santri. Biasanya perkelahian itu selesai bila salah satu di antara kelompok itu ada yang kalah atau lari terbirit-birit meninggalkan arena.

Bahkan yang lebih mengerikan ada penyerbuan dari satu kelompok ke kelompok yang lain. Akibatnya suasana kampung menjadi tegang dan mencekam. Suasana lebih mencekam setelah ada pembunuhan dan penculikan jenderal yang dilakukan oleh pasukan pengamanan Presiden. Setelah kejadian itu, para Babinsa, ormas pemuda, dan kelompok masyarakat lainnya menggeruduk orang-orang PKI. Mereka yang saat itu berada di rumah atau bertemu di jalan, langsung diciduk, diikat dengan tali, dan diarak di tengah masyarakat. Selanjutnya mereka dinaikkan ke dalam sebuah truk.

Satu persatu dari 20 orang itu digelandang, diseret, dan ditebas dengan pedang atau klewang oleh Nusiron dan Badak secara bergantian. Dari ke-20 orang, saat orang ke-6, digelandang, ia tiba-tiba berontak. Gerakan tubuhnya itu rupanya cukup kuat sehingga ia lepas dari genggaman Slamet. Begitu lepas, meski dengan tangan terikat, ia langsung lari. Slamet kaget tahu orang yang diciduk lari, ia segera mengambil pistol yang tesarung di pinggang. Setelah pistol itu ditangan, dibidikkan ke arah orang yang melarikan diri itu. "Dooorrrr...." Bunyi letupan keras keluar dari pistol diiringi sebuah pelor dimuntahkan. Tembakan itu rupanya tepat sasaran, terbukti pemuda yang lari terbirit-birit itu tersungkur sebelum dirinya masuk dalam semak-semak. 

Begitu mayat itu tergeletak, Slamet menyuruh salah seorang di antara yang berada di dekatnya untuk menyeret mayat itu dan melemparkan ke lubang pembantaian. Mayat itu diseret, bekas seretannya membekas membentuk sebuah garis-garis kasar di tanah.   

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun