Pernyataan dari penghulu itu langsung disahut oleh Mas Pranoto dengan kalimat, "Saya terima nikahnya Sarmini binti Sunoko dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
Setelah ungkapan itu saling sahut, penghulu mempersilahkan saksi untuk mengecek apakah ijab-qabul itu sudah memenuhi syarat. Tak lama, saksi mengatakan, "sah." Apa yang dikatakan saksi itu diikuti oleh yang lain, "sah, sah, sah." Suara yang mengatakan sah itu saling sahut menyahut.
Mereka mengatakan demikian secara sahut menyahut sebagai wujud ikut rasa senang.
Penghulu pun menjabat tangan Mas Pranoto dan Sarmini. Pak Menggolo dan Pak Sumoko juga saling menjabat tangan. Dengan demikian mereka sudah secara sah menjadi besan dan menjadi keluarga besar.
*** Â
      Pak Menggolo selain juragan beras di desa itu, ia adalah Ketua PKI. Sebagai elit desa tak heran pernikahan ramai dan didatangi banyak orang. Anaknya, Mas Pranoto adalah anak pertama dari Pak Menggolo. Ia kuliah di salah satu perguruan tinggi di Jogjakarta. Di kota pelajar itu, ia aktif di CGMI (Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia), organisasi kemahasiswaan yang dekat dengan PKI.
      Meski belum lulus kuliah, Pak Menggolo ingin agar Mas Pranoto cepat menikah. Pak Menggolo ingin anaknya menikah dengan Sarmini selain karena untuk mendekatkan hubungan dengan Pak Sumoko, juga karena anak Pak Sumoko itu sebagai bunga desa. Disuruh cepat menikah dengan gadis desa tentu Mas Pranoto tidak menolak. "Mana ada yang menolak Sarmini," gumam Mas Pranoto.
      "Sarmini kan gadis desa yang cantik dan seksi."
      Kesibukan kuliah dan organisasi yang selama ini digiati, ditinggalkan demi Sarmini.
      Senang pada Mas Pranoto tidak bagi Sarmini. Sarmini sebenarnya tidak ingin nikah pada saat itu. Sarmini bercita-cita kuliah di fakultas kedokteran. Tak hanya itu alasannya yang dikatakan, dirinya juga tak suka sikap Mas Pranoto yang sombong. Sebagai anak juragan beras, Mas Pranoto suka merendahkan warga desa yang lain. Tak hanya Sarmini yang tak suka kelakuan Mas Pranoto, pemuda dan gadis desa yang lain juga demikian.
      "Kamu harus mau jadi istrinya Mas Pranoto," bentak orangtuanya, Pak Sumoko.
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134