"Bila nanti ayah kembalikan dan menolak kemauan Pak Menggolo, nasib keluarga kita bisa hancur."
"Mereka punya Pemuda Rakyat, organisasi yang dekat dengan PKI, yang bisa berbuat kasar pada kita."
Mendengar apa yang diungkapkan ayahnya, Sarmini membisu, tak mengucap sepatah katapun. Hanya bisa pasrah menghadapi keadaan yang demikian.
***
Mas Pranoto tengah berada di antara puluhan anggota Pemuda Rakyat. Mereka berkumpul di dekat balai pertemuan untuk melakukan aksi. Mereka sepakat untuk mengambil tanah yang dikelola Suwiryo. Tanah itu menurut mereka harus direbut sebab Suwiryo dianggap memiliki tanah yang sangat luas. "Mari kita rebut tanah itu," ujar Mas Pranoto sambil mengepalkan tangan. Ajakan itu langsung disambut pekik oleh para anggota Pemuda Rakyat. "Hidup rakyat," teriak mereka secara serentak.
Mereka menggerudug menuju ke rumah Suwiryo. Rumah yang berada dekat pasar itu didatangi. Di tengah perjalanan mereka menenteng clurit. Orang-orang yang berpapasan dengan mereka menjauh untuk mencari selamat atau menghindari agar tidak kena getah.
Sampai di rumah Suwiryo, terlihat rumah itu sepi. Pintu dan jendela tertutup rapat. Mereka tak peduli dan terus merengsek mendekati. Begitu di depan pintu, Mas Pranoto mengetuk pintu. Tak ada jawaban. Pintu pun digedor. Kesal tak ada respon, salah seorang anggota Pemuda Rakyat yang bernama Kateno maju dan mengayunkan cluritnya ke pintu yang terbuat dari kayu. "Cranggg..." Begitu suara benturan antara clurit dengan pintu yang terbuat dari kayu.
Melihat hal yang demikian Mas Pranoto tidak marah. Ia diam. Sepertinya ia membenarkan apa yang dilakukan oleh Kateno itu. Merasa tak masalah, Kateno pun meneruskan membacokkan cluritnya itu sehingga pintu itu berlubang. Setelah lubang itu menganga, tanpa disuruh Samiyo maju dan menendang pintu itu dengan kakinya yang kekar, "braakkkk..."
Pintu itu langsung terbuka, serta merta Mas Pranoto dan puluhan Pemuda Rakyat masuk ke rumah tanpa permisi sambil berteriak, "Wir kamu di mana! Wir Kamu di mana!"
"Wir jangan rakus dengan tanahmu!"
"Tanahmu harus diserahkan pada rakyat."
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134