Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Para Penggali Kubur

7 Februari 2022   11:41 Diperbarui: 7 Februari 2022   11:43 2304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

***

Selepas acara ijab-qabul, orang-orang berhamburan menuju ke tempat-tempat makanan disajikan. Mereka ada yang memilih soto, lontong sate, rawon, jajanan pasar, wedang jahe, kopi, teh manis serta makanan dan minuman yang lain.

Di tengah acara perjamuan yang nikmat itu, terlihat Pak Menggolo dan Pak Sumoko berbincang. "Aku senang kita sudah jadi keluarga," ujar Pak Menggolo sambil meneguk wedang jahe dalam cangkir yang dibawanya.

Pak Sumoko hanya tersenyum mendengar apa yang dikatakan itu. Batinnya kurang lapang sebab melihat anaknya, Sarmini, lebih banyak murung pada acara akad-nikah. Dirinya memang dalam kondisi serba salah, di satu sisi ia ingin memiliki sawah sebagai harta benda dan lahan pekerjaan namun di sisi yang lain ia telah mengorbankan anaknya untuk memperoleh sawah.

Awalnya Pak Sumoko adalah orang yang terbilang kaya namun ia jatuh miskin setelah ikut pemilihan kepala desa. Harta yang dimiliki semuanya digunakan untuk membiayai pencalonan dirinya menjadi kepala desa. Agar dirinya dipilih oleh warga desa, Pak Sumoko harus menjamu banyak warga desa setiap malam. Tak hanya menjamu tetapi juga mengamplopi, memberi uang, pada mereka.

Mendapat makan minum dan uang gratis tentu warga desa senang. Mereka setiap hari pergi ke rumah Pak Sumoko. Semua yang datang ke rumah selalu mengatakan, "nggih, nggih, nggih, ya, ya, ya" ketika dianjurkan memilih Pak Sumoko dengan menusuk gambar pepaya sebagai simbol Pak Sumoko dalam pemilihan kepala desa.

Apa yang dikatakan warga desa yang datang ke rumah Pak Sumoko itu rupanya banyak bohongnya sebab saat coblosan, ternyata Pak Sumoko kalah dengan Pak Rosyid, calon kepala desa yang tinggal di dusun sebelah.

Selidik punya selidik ternyata Pak Rosyid lebih royal dalam menghamburkan makanan, minuman, dan uang kepada warga desa. Menghadapi kekalahan tersebut, Pak Sumoko sempat shock. Hartanya sudah habis, ditambah dirinya dibohongi warga desa. Pak Sumoko sempat seminggu terbaring di kamarnya, sakit akibat tidak menerima kenyataan itu.  

"Kapan enaknya kita rayakan secara besar-besaran pernikahan ini," kata Pak Menggolo. Apa yang dikatakan itu membuyarkan lamunan Pak Sumoko.

"Terserah Mas Menggolo saja," ucap Pak Sumoko singkat.

"Kalau begitu kita ramaikan pada pertengahan bulan, saat bulan purnama," ucap Pak Menggolo menimpali.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun