"Ke mana Sarmini," ujarnya dalam hati.
"Sar, Sar, Sar," ia memanggil perempuan yang sudah beberapa hari tinggal di rumahnya. Ia berjalan mondar-mandir di rumahnya sendiri. Di ruang-ruang yang ada, tak seorang pun ditemukan. Hal demikian membuat badan Samiun yang sudah lelah bertampak capek. Ia duduk di kursi ruang tengah. Di saat dirinya menikmati istirahat, tiba-tiba dari kamar yang ditempati Sarmini terdengar suara mendesis. Telinga Samiun masih tajam. Dirinya heran suara apa itu. Sebelumnya kamar itu sudah ditengok namun kosong.
Dengan mengendap-endap ia melangkah menuju ke kamar itu dan mengecek apa yang terjadi. Sesampai di depan pintu kamar, kain yang menutup dibuka. "Tak ada siapa-siapa," gumamnya. Matanya menyorot sudut-sudut kamar. Hanya foto lama dan gantungan baju dilihat yang berada di dinding.
"Apa ada setan?" pikirannya menerawang jauh.
"Ah nggak mungkin," batinnya menentramkan diri.
Ia kembali ke ruang tengah. Di saat badannya sudah memunggungi kamar itu, tiba-tiba ia mendengar kembali suara aneh itu. Dengan ragu-ragu, Samiun membalikkan badan. Keringat dingin mengucur dari tubuh. Pikirannya sudah ke mana-mana, "apa di kamar ini ada penghuninya," gumamnya. Istilah penghuni biasanya terkait dengan makhluk halus.
Dengan rasa takut yang sudah mulai ada dalam benaknya, ia tetap memberanikan diri. Untuk menenangkan perasaan, ia membaca Ayat Kursi. Kamar itu dimasuki dan berjalan pelan menyusuri ruangan. Mulutnya tetap komat-kamit. Di saat demikian, dirinya mendengar suara nafas berada di bawah tempat tidur. Hal demikian membuat jantung semakin berdetak cepat. Wajahnya pucat. "Apa dan siapa?" ujarnya lirih.
Kaki semakin berat untuk melangkah saking takutnya. Samiun berusaha untuk menguasai diri. Setelah keadaan mulai terkendali, ia ingin tahu apa dan siapa di bawah tempat tidur kayu itu. Mulutnya komat-kamit membaca doa agar perasaannya menjadi berani. Ia merunduk dan selanjutnya menengok ke bawah kolong tempat tidur.
Dirinya kaget begitu tahu Sarmini membujur di tempat itu. Terlihat wajahnya pucat, tubuhnya kaku, bibirnya bergetar, dan keringat dingin membasahi. "Sarmini," kata Samiun dengan lirih. Sarmini bisa memandang Samiun namun tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Samiun sadar perempuan itu masih menyimpan nyawa. Sepertinya ia mengalamai suatu peristiwa hingga membuat dirinya berada di tempat itu.
Samiun pun segera menolong Sarmini. Dengan pelan-pelan ia menjamah tubuh perempuan itu dan selanjutnya dibawa ke tempat yang terbuka agar udara segara masuk ke tubuhnya hingga jiwanya menjadi lebih kuat.
Tubuh Sarmini direbahkan di kursi panjang ruang tengah. Direbahkan di tempat itu selain agar mendapat angin segar juga untuk menghilangkan rasa curiga bila dirinya merawat Sarmini di kamar. Samiun tahu tubuh itu lemas sebab berada dalam ruang pengap dan juga karena kurang asupan makanan dan minuman.
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134