"Yo wis rek ngono, ya sudah kalau begitu. Ayo cepet budhal nyang omahmu, ayo cepat pergi ke rumahmu," ucap Mbah Nah sambil masuk kamar untuk mengambil alat-alat yang diperlukan dalam melakukan persalinan. Setelah alat persalinan itu ditenteng dalam sebuah tas, Mbah Nah dan Samiun bergegas meninggalkan rumah itu. Pintu rumah dikunci dengan gembok yang sederhana. Samiun melihat gembok itu begitu kecil dan rapuh, "kalau gemboknya segitu gampang dibobol maling," ujarnya dalam batin.
Mereka melintasi jalan kembali ke rumah Samiun. Di tengah perjalanan, Mbah Nah melihat ada pancuran air bersih. Ia berhenti dan membuang susur-nya. Pada pancuran itu ia membersihkan sisa-sisa susur yang ada sampai mulutnya tak bau kapur.
Samiun merasa senang Mbah Nah membersihkan mulutnya dari susur. Dirinya membayangkan bagaimana saat membantu kelahiran, Mbah Nah masih nyusur, tentu konsentrasinya akan pecah, antara menikmati susur dan mengeluarkan jabang bayi dari rahim. Bila konsentrasinya tak utuh, bisa-bisa apa yang biasa dilakukan sebagai dukun bayi, membahayakan jiwa sang ibu dan anak.
      "Ayo le, ayo nak," ujar Mbah Nah yang berarti mengajak meneruskan langkahnya.
      Tak lama kemudian tibalah mereka di rumah. Di ruang tengah Siti Nurjanah semakin lemas. Saat melihat suaminya dan Mbah Nah datang, ia merintih, "mbah sudah nggak kuat." Melihat hal yang demikian, Mbah Nah terbirit mendekati, "tenang ya nduk." Ia langsung memegang tubuh perempuan itu dan menyarankan untuk rebah.
      Beberapa tetangga pun sudah banyak yang berkerumun di luar rumah. Mbah Nah memanggil salah satu di antara mereka, Nyu Jah, seorang perempuan bertubuh tambun namun gesit dalam bertindak. Nyu Jah dipanggil Mbah Nah untuk membantu proses kelahiran.
      Setelah dalam posisi yang dikehendaki, Mbah Nah selanjutnya melakukan tindakan dan sentuhan tertentu pada perut Siti Nurjanah. Disuruhnya perempuan itu untuk menarik nafas dalam-dalam. Sesekali Mbah Nah meminta tolong pada Nyu Jah dalam proses itu. Tak lama kemudian terdengar suara Siti Nurjanah menjerit, seiring itu pula terdengar suara jerit bayi yang melengking.
"Allhamdulillah," ujar Mbah Nah.
"Allhamdulillah," Nyu Jah pun juga mengatakan hal yang demikian.
Suara lengkingan bayi itu terdengar hingga keluar rumah. Suara orang bersyukur bersahutan di tempat itu. Ada di antara mereka yang saling berpelukan. Samiun sebagai ayah dari anak itu pun bergembira. Pikirannya langsung bertanya, "laki-laki atau perempuan?"
Ia diam dalam pertanyaan itu. "Laki-laki atau perempuan sama saja," pertanyaan itu dijawab sendiri. Di tengah teka-teki terhadap jenis kelamin anaknya, tiba-tiba Mbah Nah datang menghampiri sambil menggendong anak itu yang dibungkus dengan jarik lurik. "Ini anakmu," ujarnya.
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134