Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku Bukan Gigolo

5 Mei 2020   13:40 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:48 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Ketika perahu sudah berada di Samudera Hindia, gelombang besar mulai dirasakan oleh seluruh orang yang berada di atas perahu. Perahu diayun-ayunkan tidak hanya ke batas dan bawah namun juga ke kanan dan kiri. Menghadapi goyangan ombak yang demikian, para awak kapal sudah biasa sehingga tak terpengaruh. Tak ada takut menghadapi gelombang yang datang.  Mereka pun melemparkan jala besar. Ketika jalan dilempar ke laut, perahu tetap berjalan sehingga jala membentuk bentangan yang besar. Semakin besar bentangan maka peluang untuk memperoleh ikan yang melimpah semakin tinggi.

Di tengah kesibukan untuk menangkap ikan, Minto berteriak-teriak, "Ada mayat, ada mayat!" Semua  anak buah kapal melihat ke arah yang ditunjuk oleh Minto, Trengginas pun juga melihat ke arah itu. Gelombang laut mendekatkan mayat ke perahu, semakin lama semakin mendekat, hingga semua awak kapal dengan jelas bisa melihat mayat itu. "Orang Timur Tengah," ujar Ngigung. Trengginas semakin mengamati mayat itu, "Oh, dia Rashid," gumamnya lirih. Rashid adalah orang Afghanistan yang dikenal saat di masjid beberapa waktu yang lalu. Kepada Trengginas Rashid mengatakan akan melakukan perjalanan ke Australia dengan menggunakan kapal nelayan yang disewa.

Trengginas berpikir kapal nelayan yang ditumpangi bersama dengan puluhan orang Afghanistan lainnya tak kuat menahan tingginya ombak sehingga pecah, akibatnya banyak tenggelam. Kejadian seperti itu, Rashid bukan korban yang pertama, sudah banyak berita yang mengabarkan tenggelamnya perahu kaum imigrant.

Ia pernah membaca di sebuah koran kapal motor yang mengangkut sekitar 150 imigran gelap dikabarkan tenggelam di perairan Pulau Panaitan, Kabupaten Pandeglang, Banten.

Kejadian itu membuat Tim SAR dari Polair Polda Banten, Mabes Polri, serta Badan SAR Nasional (Basarnas) melakukan pencarian. Kapal motor itu tenggelam di Samudera Hindia yang memiliki kedalaman di atas 1.000 meter. Disebutkan sebanyak 37 di antaranya telah berhasil diselamatkan, meski satu diantaranya mengalami luka-luka akibat digigit hiu.

"Rashid begitu cepat Kamu pergi," Trengginas mengenang ketika ia menanyakan apakah dirinya polisi dan mengatakan jangan bilang kepada siapa-siapa. Mayat Rashid itu selanjutnya hilang diseret oleh gelombang. Gelombang telah menyembunyikan mayat Rashid sehingga Trengginas tidak melihat lagi mayat itu. Melihat Rashid yang sudah mati, Trengginas mulai membayangkan akan kematian. Pikirannya kembali kosong. Penayangan dirinya sebagai gigolo membuat dirinya seperti orang yang hina dan tak mempunyai arti.

Ia kembali duduk bengong di buritan. Saat duduk, matanya tiba-tiba melihat ada seekor hiu besar yang sedang mendekati perahu. Makin lama makin mendekati, ikan yang sering menyerang manusia itu, kemudian menghilang, namun tiba-tiba muncul kembali di samping kanan perahu. Ngigung sadar ada hiu yang mendekati perahu dan ia segera melaporkan ke Koprol. "Semua waspada!" ujar Koprol.

Koprol saat itu bak seperti Kapten Archibald Haddock. Kapten Archibald Haddock atau lebih dikenal dengan nama Kapten Haddock adalah sahabat karib detektif Tintin. Ia adalah seorang kapten kapal di dunia pelayaran yang sangat lihai menguasai kapal.

Setelah hiu diamati dengan seksama, Koprol bergumam, "Great White Shark."  Koprol mengatakan waspada, sebab Great White Shark adalah salah satu dari hiu yang terganas di dunia. Hiu jenis ini dapat di temukan di semua lautan. Ketika semua dalam keadaan tegang dan memegang semacam tombak bila sewaktu-waktu hiu itu mendekati kapal, tiba-tiba Trengginas melompat ke laut, "byurrr," begitu melihat Trengginas menjeburkan diri ke laut, Koprol berteriak, "Trengginas!" Semua anak buah kapal pun juga kaget mengapa ia justru menyerahkan diri kepada hiu itu.

Hiu yang sebelumnya berada  di kiri perahu itu tiba-tiba menghilang, dan kemudian muncul di tempat Trengginas menjeburkan diri. Di tempat itu tiba-tiba muncul gelembung-gelembung air dan tak lama kemudian muncul darah yang segar bersama gelembung air itu. "Sialan musuh Kita telan menghabisi Trengginas," Koprol berujar dengan kesal.

"Semua Berdiri di sini!" Koprol membentak anak buahnya. Anak buahnya itu berdiri di depan Koprol. 'Plak, plak, plak,' Koprol menempelengi anak buah kapal. "Kamu goblok tidak bisa menjaga teman Kita," Koprol  marah berat,  "Kamu tahu nggak, dia lagi stress jangan dibiarkan sendiri sebab dalam pikirannya kosong ia bisa memilih mati."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun