***
Dengan mata berkaca-kaca, ditataplah mata istrinya, hari itu Pak Lunjak harus pergi meninggalkannya untuk pergi ke Malaysia. "Bu, Aku pamit mau pergi ke Malaysia ya. Tolong Trengginas dijaga dan dirawat dengan baik-baik. Nanti Aku kirim duit sebulan sekali dari sana," ujarnya dengan suara terbata-bata.
Suasana yang mengharukan itu membuat istrinya menjadi merasa kehilangan suaminya. Tak ada kata-kata yang bisa dikeluarkan dari mulutnya, hanya air mata berlinang ketika suaminya memeluk dirinya. Setelah mendekap erat-erat tubuh istri, Pak Lunjak kemudian melangkah meninggalkannya. Langkah demi langkah semakin menjauhkan dirinya dengan apa yang selama ini dicintainya.
Disusurilah jalan-jalan desa untuk menuju jalan besar. Setelah tiba di jalan besar, di mana jalan itu biasa dilewati mobil angkutan kota-desa, Pak Lunjak berhenti sejenak. Ia menunggu angkutan yang biasa mengangkut warga desa pergi ke kota. Sepuluh menit sudah waktu berlalu, namun angkutan berwana merah itu belum juga menampakan dirinya. Gundah gulana pun menghinggapi diri, ia pun hendak melangkah ke sebuah pohon di mana di bawah pohon itu sering dijadikan tempat berteduh orang. Ketika melangkah ke tempat itu, tiba-tiba terdengar suara deru mobil angkutan kota-desa. Mendengar deru mesin yang tidak mengenakan telinga itu justru membuat Pak Lunjak kegirangan. "Nah inilah yang Aku tunggu-tunggu," ujarnya kegirangan.
Begitu melihat calon penumpang, kernet angkutan kota-desa itu pun seperti biasanya meneriakan tempat tujuan, "Pasar Kota, Pasar Kota!" Pak Lunjak pun memberi kode dirinya akan naik dan menuju arah pasar, maka angkutan kota-desa itu menepi di dekat Pak Lunjak berdiri. Begitu angkutan kota desa itu berada di depannya, ia segera masuk ke dalam. Rupanya di dalam angkutan kota-desa itu sudah ada beberapa orang yang juga akan menuju Pasar Kota. Selang tak lama setelah dirinya duduk di angkutan kota-desa, kernet meminta ongkos. Pak Lunjak pun memberi uang kepada kernet itu.
Jarak sepanjang 15 km ke Pasar Kota ditempuhnya selama 45 menit sebab sedikit-sedikit angkutan kota-desa itu berhenti menunggu penumpang. Meski demikian para penumpang tidak ada yang protes sebab hal yang demikian sudah biasa. Mereka masih bersyukur ada angkutan kota-desa yang masih jalan. Kalau angkutan kota-desa tidak jalan mereka akan lebih susah, sebab untuk mencapai tujuan mereka harus jalan kaki.
Begitu tiba di Terminal Pasar Kota, Pak Lunjak langsung bergegas menuju Perusahaan Pengirim TKI Wani Cepet. Lalu lalang orang yang hendak menuju pasar sedikit menghambat laju Pak Lunjak menuju ke tempat itu. Ia pun ber-zig-zag melewati orang-orang. Melihat yang demikian, gerakan Pak Lunjak menjadi aneh dilihat orang sehingga semua mata tertuju pada dirinya. Entah tidak sadar atau cuek dirinya pun tidak sadar menjadi sorotan orang banyak.
Akhirnya tibalah di Perusahaan Pengirim TKI Wani Cepet. Dirinya heran, di situ rupanya sudah banyak orang yang modelnya mirip dengan dirinya, di mana berpakaian lusuh dan membawa tas yang tidak besar, tidak pula kecil. Melihat Pak Lunjak datang, wanita muda penjaga ruko Perusahaan Pengirim TKI Wani Cepet yang dulu mengurus keberangkatan dirinya, menyapa, "Silahkan duduk Mas." Mendapat sapaan seperti itu, tenang sudah hati Pak Lunjak. Ia pun mencari sela tempat yang ada, sebab di depan ruko Perusahaan Pengirim TKI Wani Cepet itu sudah penuh orang.
***
Waktu sudah menunjukan Pukul 15.00 WIB, namun tanda-tanda keberangkatan belum nampak sehingga timbullah kegelisahan diantara puluhan orang itu. Keluguan membuat mereka tidak berani protes, hanya berbisik-bisik menanyakan jam berapa berangkat. Diantara mereka ada yang berani menanyakan ke wanita muda penjaga ruko Perusahaan Pengirim TKI Wani Cepet. "Mbak jam berapa berangkatnya?" ujar salah satu diantara mereka. "Bentar lagi Mas, bisnya masih dibersihkan," ujar wanita muda penjaga ruko Perusahaan Pengirim TKI Wani Cepet itu. Mendapat jawaban seperti itu, para calon TKI itu sedikit lega. Mereka pun kembali menghitung menit menjelang keberangkatan.
Rasa gundah pun mulai menghinggapi kembali ketika dua jam sudah berlalu namun bus yang dijanjikan juga belum tiba, sehingga salah satu diantara mereka yang tadi bertanya mengulang pertanyaannya, "Mbak jam berapa berangkatnya?" Pertanyaan itu rupanya disahuti secara serempak yang lain, "Iya, kapan berangkatnya!?" ujarnya bersahut-sahutan. Mendengar nada protes yang demikian, wanita muda penjaga ruko Perusahaan Pengirim TKI Wani Cepet itu tidak gentar, ia menjawab, "Bentar lagi!" Ia tak gentar sebab ia sudah biasa memberangkatkan orang ke Malaysia dan keberangkatannya sering molor dan pastinya diprotes calon TKI. Setiap pemberangkatan pasti mengalami hal-hal yang demikian. Hal demikian membuat dirinya sudah biasa menghadapi. Bahkan wanita muda penjaga ruko Perusahaan Pengirim TKI Wani Cepet itu mempunyai pengalaman hampir dipukul calon TKI karena alasan terus ketika ditanya soal jam berapa rombongan akan diberangkatkan. Namun upaya pemukulan itu digagalkan oleh teman-temannya yang lain.