"Saya mau membelikan baju sekolah buat Trengginas," ujar istri Pak Lunjak. "Ya sudah beli saja sama Mbok De. Kita kan masih saudara, jadi soal harga nggak usah dipikirkan," sahut Mbok De yang memang masih saudara dekat. Dulu saat istri Pak Lunjak lahir, Mbok De-lah yang memandikannya. MbOk De menganggap ia seperti anaknya sendiri. Karena rumah Mbok De pindah ke kota, membuat mereka jarang bertemu, bertemu paling-paling kalau saja lebaran. Dalam setiap lebaran biasanya istri Pak Lunjak silaturahmi ke rumah Mbok De.
"Ukuran baju anakmu berapa?" tanya Mbok De. "Aduh anakmu ukuran tubuhnya besar ya," ujar Mbok De begitu melihat Trengginas berada di sampingnya. "Kalau mencari baju seukuran anakmu susah, karena ia ukuran anak kecil bukan, ukuran orang dewasa juga tidak," ucap Mbok De sambil memilah-milah baju anak-anak yang dijualnya. "Tapi Saya akan mencarikan sampai dapat, jangan khawatir," tutur Mbok De. Sebagai seorang pedagang yang sudah lama, Mbok De memang pintar menyakinkan dan merayu sehingga pembeli cepat terbujuk, demikian pula istri Pak Lunjak terhipnotis oleh rayuan Mbok De.
"Ini mungkin cocok buat anakmu," kata Mbok De sambil menyerahkan baju berwarna putih dan celana warna merah itu. Diterimanya pakaian sepasangan itu dan selanjutnya ditempelkan kepada badan Trengginas untuk mengukur apakah baju dan celana itu kebesaran atau kekecilan. "Kurang besar sedikit," ucap istri Pak Lunjak. "Mosok to?" Mbok De keheranan. Kemudian ia memilah dan memilih kembali baju dan celana yang dimilik. Setelah membolak-balik baju dan celana yang ada, rupanya tidak ditemukan ukuran yang diinginkan. "Waduh nggak ada Nduk," ujarnya. Mendengar jawaban yang demikian, istri Pak Lunjak kecewa, namun Mbok De langsung berujar, "Tapi jangan khawatir Aku carikan ke tempat yang lain."
Mbok De lalu memanggil Yu Ji. "Yu coba kamu carikan baju dan celana di atas ukuran ini ke tempat Mbok Jo, mungkin di sana ada," ujarnya. Yu Ji adalah perempuan yang membantu Mbok De dalam berdagang. Perintah itu langsung dijalankan oleh Yu Ji. Ia bergegas menuju ke tempat Mbok Jo sambil membawa baju dan celana tadi. Setelah ditunggu selama 20 menit Yu Ji datang sambil membawa baju dan celana pesanan. "Segini ya Mbok?" tanya Yu Ji. "Iya, sepertinya ini pas buat Trengginas," ujar Mbok De sambil menerima baju dan celana itu. "Nduk, coba baju dan celana kamu cobakan kepada anakmu," kata Mbok De sambil menyerahkan baju dan celana itu kepada istri Pak Lunjak.
"Wah ini pas," ujar istri Pak Lunjak sambil menunjukan rasa puas setelah baju dan celana yang diinginkan ada, "Terus harganya berapa?" "Sudahlah Kita kan saudara jadi nggak usah dipikirkan soal harga," kata Mbok De. "Waduh nanti Mbok De nggak punya untung," ucap istri Pak Lunjak. "Rejeki itu di tangan Allah, sudahlah nggak usah dipikirkan soal harga. Berapa yang Kamu beri Mbok akan terima," ucap Mbok De. Sebab istri Pak Lunjak tidak mau berpanjang lebar dan basa-basi, ia pun menyerahkan uang yang nilainya tidak kurang dari baju dan celana itu. Ia berpikir Mbok De juga manusia sehingga kalau dibayar murah pasti nggrundel (kecewa) di belakang. Melihat uang yang dibayar itu, Mbok De berujar," Yo wis matur nuwun yo Nduk. Nanti kalau mau membeli baju, ke sini saja. Kita masih saudara jadi pasti Aku kasih murah."
Setelah baju dan celana itu dibungkus oleh kertas koran oleh Yu Ji, Istri Pak Lunjak pamit kepada Mbok De, "Mbok De, Â Aku pamit dulu ya, sudah ditunggu oleh suami." "Yo Nduk, hati-hati di jalan ya," jawab Mbok De sambil memasukan uang dagangan ke dalam dompet.
Istri Pak Lunjak pun menuju ke tempat parkir di mana sepeda motor Supeno berada di tempat itu. Sampai di tempat parkir, dilihatnya Supeno sedang duduk di angkringan sambil merokok dan ngopi. Dihampirinya Supeno, Â "No sudah dapat sabuknya?" Pertanyaan itu mengagetkan asyiknya Supeno yang sedang menghisap rokok. "O, Mbak. Sudah," jawab Supeno. "Baju dan celana Trengginas sudah dapat Mbak?" tanya balik Supeno. "Sudah tadi dapat di tempat Mbok De," jawabnya. "O, di tempat Mbok De ya. Gimana kabar Mbokk De?" tanya Supeno. Antara Supeno dan Mbokn De juga ada tali keluarga sehingga ketika disebut nama itu, Supeno langsung ingat bahwa ia adalah saudaranya. "Kabar Mbok De baik-baik saja, sepertinya jualannya makin ramai," papar istri Pak Lunjak. "Ya sudah Mbak kalau begitu Kita pulang saja," kata Supeno sambil menghisap rokok dalam-dalam dan selanjutnya meneguk kopinya sampai habis.
Setelah membayar kopi dan 2 pisang goreng, Supeno menuju ke tempat parkir sepeda motor. Ditunjukkanlah kartu parkir itu kepada tukang parkir dan dibayarnya ongkosnya. Setelah mesin dihidupkan Trengginas naik dan duduk di belakang Supeno dan selanjutnya istri Pak Lunjak naik di belakang Trengginas. Sepeda motor pun mulai bergerak dan meninggalkan keramaian pasar. Disusuri jalan-jalan kota sampai masuk ke jalan ke arah Desa Gunung Siji.
Ketika hendak tiba di istri Pak Lunjak dan Trengginas yang tadi berdiri menunggu angkutan, Supeno memperlambat laju sepeda motor. Begitu tepat berada di bawah pohon beringin, sepeda motor tadi berhenti. "Sampai sini ya Mbak, Saya tidak bisa menghantar sampai ke rumah, sebab ada janji sama Tiwuk. Tiwuk minta dianter ke rumah saudara. Tiwuk adalah pacar Supeno. Tiwuk adalah gadis bahenol di kampung Supeno sehingga dirinya dibuat bertekuk lutut. "Yo wis nggak papa No, diantar sampai sini saja sudah senang," ucap istri Pak Lunjak. Setelah turun dari sepeda motor, Supeno pergi meninggalkan mereka. Istri Pak Lunjak dan Trengginas kembali ke rumah dengan menyusuri jalan desa dan sawah-sawah.
***
Tiga potong ubi besar dan segelas teh manis itu disantap oleh Trengginas. Sarapan itu dilakukan sebelum dirinya pergi ke sekolah pada hari pertama. Selepas sarapan, ia diantar oleh Pak Lunjak berangkat sekolah. Rata-rata murid baru di SDN Inpres Gunung Siji masih diantar oleh orangtua sebab jarak antar rumah dengan sekolah rata-rata jauh. Hanya beberapa murid yang jalan kaki sebab rumahnya berdekatan dengan sekolah.