Dilihat oleh Pak Lunjak di beranda sekolah sudah banyak para orangtua dengan anak-anaknya. Tercatat ada sekitar 30 orangtua di sekolah itu yang hendak mendaftarkan anaknya bersekolah. Meski para orangtua itu sudah menunggu, namun panitia penerimaan murid baru belum membuka pendaftaran. Panitia masih sibuk mengobrol di ruang guru. Entah apa yang diobrolkan.
Jam menunjukan pukul 08.00, salah seorang guru keluar dari ruang guru dan mengatakan, "Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu silahkan masuk ke ruang Kelas I, karena pendaftaran mau dimulai," ujarnya. Mendengar perintah yang demikian, mereka dengan bergegas masuk ke ruang Kelas I. Tak susah mencari ruang Kelas I, sebab di pintu ruang itu tertulis dengan jelas Kelas I. Dengan sedikit heboh, para orangtua itu mencari tempat duduk, ada yang mencari tempat duduk paling belakang, ada pula yang duduk mencari tempat pojok. Pak Lunjak sendiri mendapat tempat duduk bagian tengah.
Setelah semua mendapat tempat duduk, ruang Kelas I itu terdengar suara gaduh, sebab para orangtua saling berkenalan antar mereka sedang anak-anaknya asyik sendiri-sendiri. Trengginas terlihat banyak diamnya, ia masih pelonga-pelongo (linglung) melihat ruangan itu. Di dinding dilihatnya seorang gambar perempuan yang bersanggul, tidak jauh dari gambar itu ada gambar pula seorang yang di dadanya terselip sebuah keris, ada pula gambar seorang yang memainkan biola. Trengginas pun melihat gambar seorang yang membawa klewang dan sebuah tameng. Ia belum paham dan belum diterangkan bahwa gambar-gambar yang ada di ruang itu adalah gambar para pahlawan.
Di tengah kegaduhan ruang kelas, tiba-tiba muncul seorang pria yang sudah berumur dan berambut putih. Pria yang ternyata kepala sekolah itu didampingi oleh seorang perempuan yang berkebaya dan bersanggul besar. Perempuan itu adalah guru senior di SDN Inpres Gunung Siji. "Assalamu'alaikum Warahmatulah Wabarakatuh," ujar kepala sekolah itu. Mendapat salam, seluruhnya menjawab dengan serentak, "Waalaikum Salam Warahmatullahi Wabarakatuh."
"Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu sekalian nama Saya Soemardi, Saya adalah Kepala Sekolah SDN Inpres Gunung Siji. Sedang yang di samping Saya ini adalah Ibu Soetarmie, Ibu ini sudah lama menjadi guru Kelas I," ujarnya berpanjang lebar. "Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu sekalian, pada hari ini adalah hari pendaftaran murid baru di sekolah ini. Biar lancar maka pendaftaran dimulai dari kursi paling depan kemudian dilanjutkan ke kursi berikutnya," tambahnya.
Setelah mendapat penjelasan itu, satu persatu orangtua maju ke depan dan duduk di depan meja kepala sekolah yang didamping Ibu Soetarmi. Ditulislah nama anak itu, tempat tanggal lahir, nama orangtuanya, dan pekerjaan. Setelah itu si anak oleh Ibu Soetarmi diberi pertanyaan dan disapa dengan keibuan. Pertanyaan yang diajukan oleh Ibu Soetarmi itu adalah,"Sudah berani sekolah?" "Coba tangannya dilingkarkan ke kepala."
Tibalah giliran Pak Lunjak maju ke depan. Setelah di depan kepala sekolah dan Ibu Soetarmi dirinya agak gugup, demikian pula Trengginas agak takut, masih minder. "Nama anak siapa," tanya kepala Sekolah. "Trengginas," ujar Pak Lunjak dengan suara gemetar. "Tempat dan tanggal lahir?" tanya kepala sekolah. Pak Lunjak pun menyebut di mana tempat anaknya lahir serta tanggal dan tahun lahir sesuai surat kelahiran. "Pekerjaan Bapak apa?" tanya kepala sekolah lagi. "Biasa Pak seperti yang lainnya, tani dan pernah pergi ke Malaysia," jawabnya. "O, baik semua sudah Kami catat dan selanjutnya Trengginas akan diberi pertanyaan oleh Ibu Soetarmi," ujar kepala sekolah.
Saat Trengginas hendak ditanya oleh Ibu Soetarmi, ruangan menjadi hening. Para orangtua yang lain dan anaknya melihat ada yang lucu pada diri Trengginas sebab bentuk tubuh Trengginas yang bulat, gendut, tambun serta pendek. Ditanyailah Trengginas, "Ke sini tadi naik apa?" Mendapat pertanyaan demikian ia pelonga-pelongo, dan tidak bisa menjawab, Pak Lunjak pun membantu jawaban pertanyaan itu, "Naik angkutan kota-desa Ibu." "Kok Kamu diam, masih takut ya," sapa Ibu Soetarmi lagi kepada Trengginas. Mendapat sapaan yang demikian, Trengginas dengan suara lirih mengatakan, "Iya Ibu." "Jangan takut ya, di sini banyak teman-temanmu yang lain," Ibu Soetarmi menjelaskan.
Melihat Trengginas yang pelonga-pelongo, salah seorang anak yang kelihatan bandel, berteriak,"Pelonga-pelongo kayak anak kebo alias gudel." Mendengar teriakan seperti itu terdengar suara ledakan tawa, 'gerrr'. Kepala sekolah dan Ibu Soetarmi pun tak bisa menahan tawa. Mendengar anaknya disebut gudel, Pak Lunjak sendiri bingung, diantara tersenyum dan marah. "Baik Pak Lunjak pendaftaran sudah selesai dan Trengginas Kami nyatakan diterima," ujar kepala sekolah. Mendegar pernyataan yang demikian, hati Pak Lunjak girang sekali, sebab anaknya dinyatakan diterima di SDN Inpres Gunung Siji.
Jam menunjukan pukul 12.00, seluruh anak yang diantar oleh orangtuanya sudah menyelesaikan administrasi pendaftaran. "Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu sekalian, semua anak yang diantar sudah terdaftar dan semuanya Kami terima. Mulai minggu depan Kelas I mulai masuk," ujar kepala sekolah. "Dengan demikian maka pendaftaran Kami tutup dan silahkan Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu sekalian bisa kembali ke rumah masing-masing," ujar kepala sekolah lagi.
Dengan serentak para orangtua itu berdiri dari kursi dan segera keluar ruangan. Mereka bergegas meninggalkan ruang itu bisa jadi sudah bosan. Mereka yang biasanya bekerja di sawah, kebun, atau di lapangan memang tidak biasa berlama-lama di ruangan dan dalam suasana yang formal. Tak heran bila mereka buru-buru meninggalkan suasana seperti itu.