Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku Bukan Gigolo

5 Mei 2020   13:40 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:48 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Bus yang ditumpangi oleh para calon TKI itu sudah masuk ke Terminal Tanjung Priok. Meski pagi masih mendekap terminal itu, namun suasana sudah ramai. Angkot dan bus kota sudah parkir dan para kernetnya berteriak-teriak menawarkan kepada setiap orang trayek tujuan. "Blok M, Blok M,' ujar salah satu krenet. "Pasar Senen, Pasar Senen," ujar Krenet lainnya. Suaranya pun silih berganti sehingga suasana di terminal menjadi gaduh.

Setelah bus berhenti dan parkir tepat di depan Stasiun Tanjung Priok, antara terminal dan stasiun menjadi satu, Kaprok pun berteriak kepada seluruh penumpang. "Pak turun di sini semuanya ya. Dan kumpul di samping pintu gerbang stasiun serta jangan berpisah karena sebentar lagi ada petugas Perusahaan Pengirman TKI Wani Cepet," ujar Kaprok. Teriakan Kaprok itu rupanya tak ada jawaban, sebab para calon TKI itu masih antara tidur dan bangun. Kaprok pun juga tak peduli, ia segera turun dari bagaian kemudi bus dan bergegas di warung ia biasa mangkal. Ia berpikir urusan selanjutnya bukan urusan dirinya.

Satu per satu para calon TKI pun turun dari bus, termasuk Pak Lunjak. Bus yang tadinya penuh orang pun kembali kosong. Mereka pun berkumpul di tempat yang telah ditentukan. Di tempat itu mereka ada yang ngrokok, minum kopi, makan pisang goreng di tempat Kaprok biasa nongkrong. Di tengah asyiknya menikmati kegiatan masing-masing, tiba-tiba mereka dihampiri oleh seseorang. "Bapak-Bapak sekalian, Saya Jenod dari Perusahaan Pengirman TKI Wani Cepet," ujarnya sedikit berdiplomasi. Mendengar ucapan seperti itu, para calon TKI itu ada yang cuek, ada pula yang setengah cuek, sedikit mereka yang serius. Pendidikan para calon TKI yang rendah terkandang sering tidak mempunyai etika sehingga ketika ada masalah-masalah yang serius pun mereka tidak bisa menanggapi secara normal.

Bagi Joned sikap yang demikian sudah biasa mereka alami sehingga dirinya tetap tersenyum meski seolah-olah para calon TKI itu tak butuh. "Begini Bapak-Bapak, setelah semuanya puas menikmati rokok, kopi, dan makanan kecil, selanjutnya mengikuti Saya untuk menuju ke kapal laut yang akan membawa Bapak-Bapak menuju Pulau Batam," ujarnya. Mendengar kata kapal laut, para calon TKI mulai tersengat kembali untuk pergi ke Malaysia. Maka rokok, kopi, dan pisang yang sudah dan akan masuk ke dalam mulutnya segera dihabiskan dan bila rokoknya masih berbatang panjang dimatikan. "Yo, yo Aku siap iki," ujar diantara mereka.

Mereka pun akhirnya seperti bebek digiring menuju kandang, mereka berduyun-duyun menuju ke kapal laut. Sepanjang jalan orang-orang melihat rombongan itu dan orang-orang sudah bisa menyimpulkan bahwa mereka akan berangkat ke Malaysia, sebab hal demikian sudah biasa terjadi. Orang-orang yang berada disepanjang jalan yang mereka lintasi, kadang-kadang komentarnya miring. "Mau-maunya kerja di Malaysia," kata seorang yang duduk di pagar terminal itu. Yang lain pun menimpali, "Daripada menjadi kuli di sana mending jadi kuli di sini." "Siap-siap saja diusir sama Datuk Nadjib," ujar seorang pria lainnya dengan lagak sok pinter.

Entah mendengar atau tidak celotehan itu, para calon TKI tak peduli pada semuanya. Setelah berjalan selama 15 menit, tibalah mereka di sebuah pinggir laut di mana ada sebuah kapal besar yang sedang tertambat. Kapal dari besi itu terlihat cukup mampu mengatasi gelombang dan angin yang akan membawa mereka ke Pulau Batam. Kapal yang berlabuh dengan diikat tambang putih besar itu nampak sedang naik turun diombang-ambingkan oleh ombak pelabuhan.

"Nah ini Bapak-Bapak kapal yang akan membawa ke Batam. Nanti tiba di sana ada karyawan Perusahaan Pengiriman TKI Wani Cepet yang akan menjemput Bapak-Bapak sekalian," ujar Joned. "Sekarang biar lebih cepat silahkan Bapak-Bapak masuk ke kapal saja. Saya sudah berkoordinasi dengan penjaga kapal bahwa tiketnya semua sudah diurus," tambahnya. Perintah itu langsung diiyakan oleh para calon TKI, mereka pun langsung menaiki tangga kapal menuju ruang yang sesuai dengan tiket mereka, bagian paling murah. Meski kondisi bagian yang mereka tempati seperti tempat jemur ikan, hanya diberi fasilitas kasur, namun sepertinya mereka tidak mempersoalkan. Banyak diantara mereka yang baru pertama kali ini naik kapal laut sehingga tidak bisa membedakan mana kelas ekonomi, bisnis, dan VIP.

Mereka pun segera mencari tempat yang sesuai dengan selera masing-masing, ada yang dipojok, dekat pintu, ada pula yang di tengah bercampur dengan ratusan penumpang lainnya. Pak Lunjak memilih tempat yang berada di pojok. Begitu tas yang dibawa ditaruh, ia segera menggelar kasur dan selanjutnya merebahkan diri.

Ketika Pak Lunjak menggulingkan tubuhnya, rupanya gerakannya itu terbentur oleh badan seseorang. Orang itu tidur di sampingnya. Ruangan yang sudah penuh membuat penumpang kapal itu berdesak-desakan. "Wah geser dikit dong Kang," ujar Pak Lunjak kepada orang itu. Orang itu pun dengan sedikit keengganan menggeser tubuhnya.

"Toot, toot, toot," bunyi kapal laut menyeruak keras di ruangan itu. Suara keras itu membangunkan orang-orang yang tertidur dan orang-orang yang tidur ayam pun terbelalak matanya. Tak lama kemudian terdengar dari box sound system suara yang mengatakan bahwa kapal laut akan segera berangkat. Peragaan penyelamatan kapal bila dalam keadaan bahaya pun muncul di layar televisi yang ada di ruangan itu. Peragaan penyelamatan kapal yang diperagakan oleh seorang gadis manis itu hanya ditonton begitu saja oleh penumpang.

Kapal laut pun secara perlahan-lahan tapi pasti mulai beranjak meninggalkan pelabuhan terbesar di Indonesia itu. Burung-burung camar beterbangan mengelilingi kapal seraya mengucapkan selamat jalan. Nelayan yang berada di perahu-perahu kayu yang terlihat melintas pun melambaikan tangannya yang seolah-olah juga mengucapkan selamat jalan. Makin lama bangunan Pelabuhan Tanjung Priok semakin kecil hingga akhirnya menghilang. Hal demikian menunjukan bahwa kapal laut sudah bergerak jauh ke tengah laut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun