Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku Bukan Gigolo

5 Mei 2020   13:40 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:48 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Kamu dari mana," ujar Pak Lunjak kepada orang yang di sampingnya itu. "Lha Aku kan tadi satu bus dengan Sampeyan," ujar pria itu. "Jenengmu sopo, namamu siapa," tanya Pak Lunjak. "Kenthus," ujar pria itu sekadarnya. "Kamu juga mau ke Malaysia," tanya Pak Lunjak lagi. "Aku ini sudah yang ketiga kalinya ke Malaysia," ujar Kenthus. Mendengar jawaban seperti itu Pak Lunjak terperanjat, "Lhaah?!" "Kok bisa ya," gumamnya. "Ya bisa dong, kalau sudah biasa ke Malaysia itu gampang apalagi caranya ilegal," papar Kenthus.

Rupanya Pak Lunjak tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Kenthus soal ilegal. "Apa itu ilegal yang Kamu maksud?" tanya Pak Lunjak. Kenthus pun menguraikan bahwa ilegal adalah cara-cara yang tidak syah atau tidak sesuai dengan aturan hukum. Jadi mereka menjadi TKI di Malaysia dengan cara-cara diluar ketentuan yang resmi. "Jadi kita ini TKI tidak resmi?!" ujar Pak Lunjak dengan nada sedikit keras. "Iyalah kan bayarnya cuma Rp2 juta dan syaratnya cuma KTP," ujar Kenthus dengan mringis. "Asu tenan iki," sumpah serapah keluar dari mulut Pak Lunjak. "Kalau tahu begini mending Saya jadi kuli saja di Jakarta," suara gelegar keluar dari mulutnya.

Melihat emosi mulai naik, Kenthus pun berujar kepada dirinya, "Tenang saja, bukan Kamu satu-satunya yang mengalami penipuan atau menjadi TKI ilegal. Ada ribuan orang mengalami nasib seperti Kita. Justru Kita harus senang dengan status ilegal karena kita bisa cepat berangkat. Kalau mau jujur menjadi TKI prosesnya lama dan syaratnya berbelit-belit." "Kamu mau menunggu selama dua bulan ke Malaysia?" tanya kenthus kepada Pak Lunjak. Mendapat paparan yang demikian, darah Pak Lunjak yang mulai naik kembali turun normal, ia sepertinya membenarkan apa yang dikatakan tadi, dengan hanya membayar Rp2 juta dan KTP dia bisa bisa berangkat cepat ke Malaysia. Mungkin kalau menempuh secara legal, ia tidak memenuhi syarat sebab selain umurnya sudah cukup tua, ijazahnya hanya sekolah dasar.

"Kamu perlu tahu juga bahwa orang-orang seperti Kita ini sering dijadikan komoditas politik oleh LSM dan pejabat pemerintah," ujar Kenthus. "Maksudnya?" Pak Lunjak penasaran. "Kalau diantara Kita ada yang disiksa atau tidak dibayar gajinya, mereka pada ribut namun tidak pernah menyelesaikan secara tuntas masalahnya," Kenthus menjelaskan.

"Terus selanjutnya gimana," ujar Pak Lunjak kepada Kenthus. Sambil menyandarkan badannya ke dindingnya ruangan, Kenthus menjawab, "Ya sudah nanti kita ikuti saja perintah dari petugas perusahaan pengiriman TKI." "Kita siap-siap saja ditangkap oleh polisi Indonesia atau polis Malaysia," tambahnya. "Ditangkap?" tanya Pak Lunjak. "Ya bisa saja ditangkap karena saat menuju ke Malaysia Kita kayak manusia perahu makanya untuk menghindari polis Malaysia saat menuju ke pantai negeri jiran itu pada malam hari," ujar Kenthus. Pak Lunjak pun semakin bingung dengan sebutan manusia perahu. "Apa itu manusia perahu?" tanyanya lagi. Kenthus yang sudah pengalaman memaparkan bahwa manusia perahu itu adalah pencari kerja ilegal dengan menaiki sebuah perahu kayu menuju ke sebuah wilayah negara lain, keberadaan mereka selalu menghindari aparat keamanan. Bila tertangkap mereka akan dikarantina di sebuah pos keamanan. "Waduh jadi perjalanan ini penuh resiko?" ujar Pak Lunjak. "Ya inilah cara Kita paling cepat dan mudah untuk bisa pergi ke Malaysia," jawab Kenthus.

Obrolan mereka yang serius dan ngalor-ngidul itu membuat mereka lelah. Ketika kantuk menyerang, mereka pun tak sangup menghindar. Secara tak sadar mereka tertidur.  Gelombang yang menggoyang kapal tak bisa membangunkan mereka. Mereka sudah asyik dalam lelapnya.

***

Matahari bersinar terang menyoroti kapal itu, dengan maju secara perlahan kapal itu berusaha menyandar di Pelabuhan Batam. Tak mudah memang mengatur haluan agar kapal cepat merapat.

Ketika hendak sandar, suara mesin kapal kadang terdengar keras, kadang terdengar lirih. Hal itu menunjukaan kapal sedang mengatur sudut mencari posisi yang tepat untuk bersandar. Setelah dengan sedikit susah payah akhirnya kapal mulai bisa merapat dermaga. Tali besar seukuran tangan laki-laki dewasa dilempar oleh salah seorang awak kapal. Lemparan itu langsung ditangkap petugas pelabuhan dan segera ditambatkan di salah satu besi penambat. Kapal ditambatkan agar tidak terbawa ombak ke tengah laut.

Begitu pintu keluar kapal dibuka, penumpang keluar bagaikan air ledeng yang dibuka krannya, mengalir begitu deras. Penumpang kapal mengalami kejenuhan dan tekanan yang membosankan setelah berlayar berjam-jam sehingga begitu mendarat mereka tak sabar untuk cepat-cepat menginjakan kakinya di darat.

Rombongan para calon TKI pun juga segera turun dari kapal itu. Begitu tiba di pojok terminal pelabuhan, seseorang menghampiri. "Bapak-Bapak dari Perusahaan Pengiriman TKI Wani Cepet ya?" ujar pria yang matanya sipit kayak orang China itu. "Ya," ujar mereka serentak. "Nah nama saya Hang, orang yang diberi kepeceryaan Perusahaan Pengiriman TKI Wani Cepet di Batam," paparnya. "Nah Bapak-Bapak sekarang telah di Batam, karena perjalanan ke Malaysia pada malam hari dan sekarang masih pagi maka Bapak-Bapak akan kami giring dulu ke tempat penampungan," kata Hang. Mendengar penjelasan itu, entah karena ngantuk dan lapar atau masih asing dengan suasana Batam maka mereka menurut saja ketika diajak jalan menuju tempat penampungan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun