Onoy dan Kojed yang sudah mandi menunggu dengan duduk-duduk di beranda, sementara kedua temannya itu mandi. "Pengalaman pertama mengantar tamu," ujar Onoy cengengesan. "Ha, ha, ha," Kojed tertawa. "Enak ya kalau setiap hari seperti ini," Onoy memancing percakapan. "Kamu mau jadi anak pantai?" tanya Kojed. "Mau," Onoy langsung menjawab. "Sembarangan," Kojed berkata demikian. "Kok sembarangan," Onoy bingung dengan kata yang diucapkan temannya itu. "Jadi anak pantai itu tidak semudah yang Kamu bayangkan. Mereka juga bekerja keras, setiap hari di bawah terik matahari sehingga warna kulitnya hitam, dan bila berebut rejeki kadang-kadang harus adu fisik diantara mereka sendiri," Kojed menjelaskan. "Itu si Trengginas pernah dipukuli anak pantai lainnya gara-gara kenalan dengan cewek bule di wilayah mereka," kata Kojed.
Sambil meneguk kopi hitam bikinan sendiri, Kojed pun kembali bercerita, pernah ada teman kita namanya Manuring, hampir dipukuli oleh anak pantai. Ia hampir dipukuli karena sok akrab dengan bule cewek di sebuah cafe. Untungnya salah satu anak pantai itu seetnis dengan Manuring. Manuring yang sadar telah mengganggu wilayah anak pantai itu akhirnya minta maaf sama mereka. "Lagian mencari bule cewek itu dapatnya juga untung-untungan," papar Kojed. "Agar dapat biasanya harus bermuka tebal, sok akrab, dan berpakaian dan berdandan aneh," Kojed berkata dengan serius. "Kalau Kamu kuliah terus setiap hari nongkrong di pantai dan cafe, kuliahmu pasti terganggu," Kojed menasehati. "O, begitu ya," Onoy pun jadi paham.
Di tengah asyik perbincangan itu, secara serempak, Firan dan Trengginas menghampiri. "Kalau sudah siap, ayo Kita meluncur," kata Onoy. Tanpa banyak basa-basi mereka mengambil sepeda motor masing-masing, dan segeralah melaju ke hotel tempat keempat cewek itu tinggal. Karena semalam Firan dan Trengginas berkelahi, maka hubungan kedua orang itu menjadi dingin dan kaku, sehingga ketika menuju ke hotel, Firan melaju paling depan, sedang Trengginas paling belakang. Biasanya mereka berempat beriringan. Setengah jam jarak untuk menempuh ke hotel dari kos.
Saat sampai di depan samping hotel, Firan berujar, "Biar satpam tidak curiga kepada Kita, salah satu yang menemui mereka di loby, selanjutnya diberitahu Kita menunggu di sini." "Usul yang bagus," ujar Onoy dan Kojed serentak. Akhirnya dipilihlah Trengginas ke loby hotel. Trengginas disuruh menjemput karena sudah biasa keluar masuk hotel.
Di depan receptionist, Trengginas meminta bantuan untuk menghubungkan ke kamar di mana keempat bule cewek itu tinggal. Salah satu dari receptionist itu kemudian menekan nomer-nomer tertentu di telephon. Setelah ada nada sambung dan terhubung, salah satu receptionist itu menyampaikan pesan. "Baik Bapak, mereka sudah siap menuju ke loby," ujarnya.
Trengginas duduk di kursi yang ada di loby. "Hei," ujar Celia. "Onoy, Firan, dan Kojed, di mana?" tanya Lizzy. "Mereka di depan hotel dan sudah siap menunggu kalian," ujar Trengginas. "Ok, mari Kita jalan," ajak Imogen. Mereka berlima berjalan menuju di mana Firan, Kojed, dan Onoy menunggu. Ketika mereka saling melihat, muka mereka langsung ceria.
Akhirnya mereka berboncengan kembali sesuai dengan pasangan yang kemarin, Firan dengan Celia, Trengginas dengan Imogen, Kojed dengan Lizzy, Onoy dengan Siobhan. Setelah semua sudah siap, sepeda motor melaju ke arah Balai Raja. Balai Raja adalah sebuah tempat wisata mirip Istana Bogor. Di tempat itu ada sebuah bangunan istana raja yang megah. Balai Raja berdiri sejak ratusan tahun yang lalu. Sang Raja di Balai Raja memiliki kegemaran menunggang kuda. Kuda yang dimiliki tidak hanya satu namun puluhan. Menarik dari kuda-kuda yang ada, semua warnanya putih dan berekor panjang. Saking sayang sama kuda, kuda itu dilepas begitu saja di halamannya yang sangat luas. Halaman Balai Raja rumputnya tak pernah kering, selalu hijau, hal demikian karena letak Balai Raja berada di daerah pegunungan sehingga curah hujan  sangat tinggi. Karena rumput selalu hijau maka penjaga Balai Raja tak perlu memberi makan. "Woo, mirip Istana Bogor. Kalau di sana rusa, di sini kuda," ujar Siobhan. Siobhan tahu Istana Bogor karena ia pernah mengunjungi kota itu.
Di sampin kanan kiri Balai Raja ada Kebun Raja. Bila Sang Raja gemar akan kuda, maka permaisuri suka dengan bunga. Karena Sang Raja mencintai permaisuri, ia menghadiahi permaisuri dengan bunga-bunga yang dibawa sepulang melawat dari Sriwijaya. Bunga-bunga yang indah dan semerbak wangi itu ditanam di Kebun Raja. Perawatan bunga yang dilakukan oleh puluhan dayang-dayang membuat bunga tumbuh berkembang. Tak heran bila kita di Kebun Raja, seolah-olah kita berada di tengah surga.
Ratusan tahun keberadaan Kebun Raja membuat tanaman yang ada menjadi tanaman yang langka sehingga di Kebun Raja orang tak hanya sekadar berwisata namun juga melakukan penelitian. Lizzy dan Celia yang suka dengan bunga sangat betah berada di tempat itu, ia dengan seksama mengamati bunga-bunga itu dengan teliti. Ketika ada bunga yang tidak ditemui di negaranya, ia memotret dan mencatat bunga itu. "Negara Kamu negara yang memiliki aneka jenis bunga," ujarnya kepada Firan.
Mereka berdelapan gonta-ganti mengambil gambar. "Ok, Kita lanjutkan perjalanan Kita," Firan mengatakan demikian agar waktu tidak terlalu lama di Balai Raja dan Kebun Raja. "Selanjutnya Kita ke Gunung Gejah," ajak Trengginas.
Gunung Gejah adalah tempat wisata yang pernah dikunjungi Trengginas bersama Kate. Karena sudah pernah ke tempat itu, ia bak pemandu wisata menerangkan tentang gunung itu kepada Celia, Imogen, Lizzy, dan Siobhan. Dikatakan, Gunung Gejah merupakan gunung tertinggi di Pulau Swaba dengan ketinggian 3.500 meter di atas permukaan lain. Gunung ini berada di Kecamatan Slikur, Kabupaten Sroto. Gunung Gejah dulu pernah meletus sehingga penduduk di sekitarnya ditransmigrasikan ke pulau lain. Gunung Gejah merupakan gunung api yang memiliki kawah yang besar dan dalam, dari tempat itu sering mengeluarkan asap dan uap air.