Masyarakat di sekitar percaya di gunung itu  tempat bersemayam para leluhur dan di puncaknya dipercayai sebagai pusat kekuasaan dan kerajaan para leluhur. "Oleh sebab itu masyarakat sekitar tiap tanggal dan bulan tertentu mengadakan slametan," ujarnya.
Mendengar pemaparan itu, keempat bule cewek itu berkata, Â "Wooo." Mereka pun mengambil gambar dengan latar belakang gunung yang menjulang ke langit itu. "Hari sepertinya mau hujan, mending Kita segera pergi dari tempat ini. Kalau kehujanan Kita bisa tertahan di sini sampai kapan tak pasti," ujar Kojed. Apa yang dikatakan itu dibenarkan oleh semua sehingga mereka langsung menuju ke tempat wisata Danau Bulan.
Menempuh jarak sejauh 20 km dari Gunung Gejah ke Danau Bulan. Di tengah suasana mendung mereka tertawa dan ceria. Saat di tempat itu, Trengginas memaparkan bahwa Danau Bulan adalah sebuah danau yang terletak di kawasan Pasopisa, Desa Bentar Abang, Kecamatan Ringin Limo. Danau Bulan adalah salah satu gugusan danau di kawasan itu, selain Danau Bulan, ada Danau Wulan dan Danau Srengenge. Di antara danau yang ada, Danau Bulan yang merupakan danau tercantik sehingga leluhur mereka memilih tempat itu untuk melakukan pemujaan kepada Dewi Langit Biru sebagai dewi kebaikan dan kecantikan. "Tak heran di sini para penduduk khususnya  perempuan suka membasuh muka dengan air danau agar awet muda," ujar Trengginas.
Seperti Kate, keempat bule cewek itu membasuh mukanya dengan air yang bening dan dianggap sakral. "Segar," ujar mereka selepas membasuh muka dengan air danau. Di tepi danau, mereka sangat menikmati pemandangan. Mereka selalu mengambil foto dengan latar belakang indahnya danau. Celia mengatakan, Â "Indah dan menakjubkan," ketika melihat pemandangan alam yang tidak dijumpai di negaranya.
Setelah menikmati indahnya pemandangan Gunung Gejah dan Danau Bulan, Siobhan mengajak kembali ke hotel dengan alasan sakit. Memang benar wajah Siobhan nampak pucat, dan kelihatan lemas dibanding dengan teman-teman yang lain. "Ok, Kita pulang karena Siobhan kurang enak badan," kata Imogen.
Semua menyadari sehingga mereka sepakat pulang. Dalam perjalanan pulang, keceriaan mulai berkurang, Siobhan nampak murung, ia memeluk erat Onoy. Ia memeluk erat agar tidak jatuh, namun hal demikian ditafsirkan secara salah oleh Onoy. "Asyik," ujar hati Onoy. Tetapi Onoy agak kesal karena ia dalam keadaan menyetir sepeda motor dan berada dalam suasana yang ramai sehingga tidak bisa melakukan hal-hal yang selama ini dibayangkan saat bersama bule cewek.
Saat melintas di perempatan Gending, ketika Kojed, Trengginas, dan Onoy telah melintas perempatan itu, Firan membelokkan arah sepeda motornya ke kiri. Temannya yang lain tidak sadar Firan berbeda arah. Temannya tetap melaju kencang dan di pikir  ia berada di belakang. "Wooo," ujar Celia ketika Firan membanting stir ke tempat yang berbeda. Celia tidak marah kepada Firan karena diantara mereka sepertinya ada benih-benih cinta.
Firan sengaja berbeda arah agar ia bisa mengunjungi Tebing Dewi. Tempat itu adalah sebuah wisata pantai yang letaknya berada di bawah tebing. Tebing begitu tinggi sehingga untuk mencapai pantai, pengunjung harus menuruni tebing melalui ratusan tangga.
Sebagai pantai yang langsung berhubungan dengan Samudera Hindia, tempat itu sering digunakan untuk surfing, berselancar, karena ombak cukup besar. Meski demikian, di tepi pantai masih ada tempat-tempat yang gelombangnya tidak besar sehingga wisatawan bisa berenang dengan aman. Â "Sangat memukau," ujar Celia saat melihat Pantai Tebing Dewi.
"Ayo Kita turun," ajak Firan. Dengan digandeng tangannya, Celia bersama Firan menuruni tangga menuju pantai. Gelak tawa dan saling bercanda terjadi antara kedua anak manusia selama menuruni tangga. Sesampai di tangga terakhir, Celia langsung berlari girang menuju arah datangnya gelombang, Firan mengejarnya. Bak seperti dalam film-film romantis dan drama percintaan, terjadi pada Firan dan Celia saat itu.
Sunset pun tiba, Celia dan Firan duduk berdampingan menghadap ke arah sang surya yang hendak meninggalkan mereka. Disandarkan kepala Celia di pundak Firan. "Aku tidak mau kenangan ini berlalu begitu saja," ujar Firan. Celia tersenyum mendengar apa yang dikatakan itu. "Setelah Kita bersama, ada rasa pada diriku padamu Celia," Firan mulai mengungkapkan rasa hati. Celia kembali tersenyum. Dipeganglah tangan Celia. Celia tidak menampik, tangan Celia ditarik dan diletakkan di dada Firan. "Kamu merasakan detak jantungku?" tanya Firan. Celia dengan manja mengatakan, "Iya." "Beginilah rasa cintaku kepadamu, berdetak begitu cepat." Mendengar apa yang dikatakan Firan, Â mata Celia menjadi redup dan manja. Celia mengakui bahwa dirinya juga mempunyai perasaan yang sama kepada Firan. Namun meski ia berkebudayaan Barat yang serba bebas, namun naluri kewanitaan Celia lebih menonjol sehingga dirinya malu untuk mengungkapkan.